KPPU TERANCAM BUBAR AKIBAT STATUSNYA TIDAK JELAS

id

Jakarta (ANTARA) - Organisasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terancam bubar karena status kesekretariatannya tak jelas dan tidak memiliki karyawan organik.

Seluruh pegawai KPPU adalah honorer, tidak punya masa depan dengan gaji yang tetap, akibatnya tak dapat membangun jenjang karir sebagai mana yang direncanakan.

Direktur Komunikasi KPPU A Junaidi dalam siaran persnya (2/7), mengatakan sampai sekarang tidak ada skema gaji bagi ratusan karyawannya sehingga mereka setiap tahun satu per satu mengundurkan diri.

Dia mengatakan mata anggaran KPPU pada awalnya masuk sebagai bagian dari Departemen Perdagangan namun berdasarkan Peraturan Presiden no.80 tahun 2008 KPPU memiliki mata anggaran sendiri.

Organisasi sekretariat telah diatur dengan keputusan komisi tentang struktur organisasi sekretariat yang terakhir di atas dalam keputusan komisi No.58/KPPU/Kep/III/2008.

Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden ini, tampaknya menjadi dasar yang cukup kuat untuk menjelaskan status sekretariat KPPU.

Namun hal ini terjadi tidak jelas, karena KPPU dipandang sebagai komisi negara yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat untuk disamakan dengan komisi lain atau instansi pemerintah lainnya.

Akibatnya, hingga kini KPPU telah berdiri sembilan tahun itu, kesekretariatannya tidak jelas termasuk seluruh pegawainya sampai sekarang statusnya honorer.

Dengan demikian komisi ini sampai sekarang tidak dapat membangun sistem kepegawaian organik, dan malah timbul keresahan.

Para tenaga terdidik dan berpengalaman di KPPU selalu tergerus, setiap tahunnya rata-rata 36,8 persen pegawai KPPU mengundurkan diri, sehingga komisi mengalami hambatan membangun "capacity building" untuk menjalankan tugas yang diamanatkan undang-undang.

Dia menyatakan KPPU salah satu lembaga yang dibentuk dengan pasal 30 (2) UU No. 5/1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Lembaga ini memiliki tugas dan wewenang untuk menegakkan hukum persaingan usaha di Indonesia perlu didukung dengan dasar yang kuat.

Beberapa butir pasal dan peraturan pemerintah memperkuat posisi lembaga ini, namun nyatanya tidak bisa menjadi komisi yang andal, akibat pengakuan pemerintah akan lembaga ini masih setengah hati, kata A junaidi.(*)