Jakarta (ANTARA) - Yayasan Udara Anak Bangsa atau Bicara Udara meminta integrasi data dan inventarisasi sumber emisi di wilayah aglomerasi Jakarta dapat menjadi dasar dalam kebijakan pengendalian polusi udara di daerah itu.
"Kita perlu belajar dari pengalaman global dalam mengatasi polusi udara untuk mempercepat implementasi kebijakan udara bersih di Indonesia," kata Co-Founder Bicara Udara Ratna Kartadjoemena dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa malam.
Sementara itu, Direktur Air Quality Life Index (AQLI) dari Energy Policy Institute di University of Chicago Tanushree Ganguly menyampaikan bahwa akses publik terhadap data penting untuk mengawal kebijakan udara bersih.
"Tanpa data dan literasi terhadap data, tidak akan ada kesadaran publik, permintaan kepada pemerintah dan aksi-aksi udara bersih dari masyarakat. Tanpa masyarakat bergerak, pemerintah tidak akan menghasilkan kebijakan yang berpihak pada perbaikan kualitas udara," kata Tanushree.
Sedangkan, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Sigit Reliantoro mengimbau agar urgensi terhadap data jangan sampai menjadi kebisingan (noise) yang tidak menjadi tindakan.
"Saya usul agar kita memprioritaskan penanganan polusi udara pada daerah-daerah yang sudah teridentifikasi sebagai 'hotspot' seperti Palembang karena kebakaran hutan, ujung Suralaya karena energi dan area 'urban greater' Jakarta yang lebih kompleks," ujar Sigit.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar penanganan polusi udara Jakarta bersifat lintas daerah, yakni Jabodetabek bahkan Karawang.
Menurutnya, penanganan polusi udara di 'greater' Jakarta perlu menjadi perhatian, di antaranya dari aspek kebijakan berbasis bukti, perencanaan skenario, ketegasan pada penindakan sumber polusi serta pemantauan dan evaluasi.
Sebelumnya, masalah polusi udara di Indonesia menjadi sorotan dalam Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Balai Sidang Jakarta (JCC), Jakarta, Jumat (6/9).
Dalam sesi tematik yang membahas soal kualitas udara, para pemangku kepentingan dari berbagai sektor berembuk untuk mencari solusi terhadap masalah polusi udara yang kian mengkhawatirkan.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah tidak adanya integrasi data dan inventarisasi sumber emisi yang dapat menjadi dasar dalam kebijakan pengendalian polusi udara.
Saat ini, inventarisasi sumber emisi baru dilakukan di Jakarta, padahal polusi udara bersifat lintas batas dan mempengaruhi kawasan aglomerasi Jakarta yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur (Jabodetabekpunjur).
Baca juga: Pemerintahan Prabowo diharapkan atasi polusi udara
Baca juga: Kualitas udara Jakarta kategori tak sehat jadi urutan kedua di dunia
Kondisi itu mendorong perlunya proyek percontohan untuk inventarisir sumber emisi dan pemilihan sumbernya di kawasan tersebut.
ISF 2024 menjadi momentum penting bagi Indonesia dalam memperkuat komitmen dan kerja sama untuk mengatasi polusi udara, dengan harapan dapat menghasilkan solusi yang dapat diterapkan secara efektif di seluruh negeri.
Acara ISF tersebut juga didukung oleh Bicara Udara, sebagai mitra berkelanjutan yang mendorong aksi nyata dalam penanganan polusi udara, termasuk edukasi kepada masyarakat serta advokasi kepada para pemangku kepentingan.
Berita Terkait
Kualitas udara Jakarta pagi ini masih buruk
Rabu, 9 Oktober 2024 7:41
Kualitas udara Jakarta kategori tak sehat jadi urutan kedua di dunia
Senin, 26 Agustus 2024 7:57
Hari Selasa, kualitas udara Jakarta tak sehat
Selasa, 20 Agustus 2024 7:46
Pabrik sekitar Jakarta bakal dipasang sensor deteksi jenis gas
Kamis, 15 Agustus 2024 5:58
Hari Minggu, kualitas udara Jakarta tak sehat
Minggu, 28 Juli 2024 7:41
Hari Jumat, kualitas udara Jakarta terburuk ketiga di dunia
Jumat, 26 Juli 2024 7:33
Jakarta berkomitmen terus adakan uji emisi kurangi polusi udara
Rabu, 24 Juli 2024 6:54
Jumat, kualitas udara Jakarta tak sehat
Jumat, 5 Juli 2024 7:18