World Television Day: Eksistensi Televisi Di Era Digital

id World Television Day,era digital,Eksistensi Televisi,televisi Oleh Wahyu Kristian Natalia, M.I.Kom *)

World Television Day: Eksistensi Televisi Di Era Digital

Dosen Prodi llmu Komunikasi Binus University Malang, Wahyu Kristian Natalia, M.I.Kom (ANTARA/HO-Wahyu Kristian Natalia)

Malang (ANTARA) -  Sejak tahun 1996, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui resolusi bernomor A/RES/51/205 menetapkan 21 November, sebagai Hari Televisi Dunia atau World Television Day.  Peringatan hari televisi dunia ini bukan merujuk pada televisi sebagai sebuah benda.

Lebih daripada itu peringatan hari televisi dunia ini karena makna dan filosofi fungsi televisi sebagai sarana komunikasi dan globalisasi di dunia. Mengutip laman resmi dari PBB, televisi berperan sebagai sarana berkomunikasi berbagai negara untuk menyelesaikan berbagai masalah “In recognition of the increasing impact television has on decision-making by bringing world attention to conflicts and threats to peace and security and its potential role in sharpening the focus on other major issues, including economic and social issues”.

Tidak dipungkiri bahwa sejak tahun 1888 awal mula John Logie Baird menemukan tabung audio visual yang kemudian diberi nama televisi ini keberadaannya mampu mengubah peradaban manusia dalam berbagai aspek.

Melihat peran televisi bukan hanya sekedar sarana hiburan, peringatan hari televisi dunia menjadi momentum untuk mengingat kembali pentingnya peran dan tanggung jawab televisi sebagai bagian dari media penyiaran. Fungsi lembaga penyiaran diatur dalam Undang Undang penyiaran nomor 32 tahun 2002. Dalam Undang Undang tersebut dijelaskan bagaimana televisi sebagai lembaga penyiaran mempunyai fungsi utama sebagai sarana Pendidikan, menyebarkan informasi, media hiburan dan kontrol sosial.

Keberadaan televisi di daerah pelosok masih menjadi sumber utama untuk memperoleh informasi dan hiburan, apalagi di daerah yang belum terjangkau oleh internet. Hal tersebut juga bisa dilihat dari data yang di rilis oleh lembaga survei nasional Ac Nielsen. Meski dari tahun ke tahun pemirsa televisi jumlahnya fluktuatif, namun, semenjak Analog switch off atau ASO jumlah penonton televisi digital sudah mendekati populasi televisi analog. Jika dilihat dari data tahun 2023 lalu sebelum ASO, populasi penonton analog sekitar 130 juta orang, dan kini setelah ASO, jumlahnya mencapai 124,2 juta penonton.

Indeks Kualitas Program Siaran Televisi

Seiring perkembangan teknologi informasi di era digital, keberadaan media sosial, dan banyaknya platform streaming, industri televisi menghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut salah satunya adalah kualitas siaran program televisi masih ada yang medioker. Hal tersebut bisa dilihat dari data yang dirilis oleh Komisi Penyiaran Indonesia mengenai Indeks Kualitas Program Siaran Televisi (IKPSTV) Periode 1 Tahun 2024 pada Agustus lalu. Dalam menentukan kualitas program siaran ini, KPI menetapkan standar skor minimal 3.00 daru skala 4 untuk masing masing kategori program.

Sayangnya, dari hasil IKPSTV yang dirilis oleh Komisi Penyiaran Indonesia tersebut 2 dari 8 kategori program televisi yang ada di Indonesia bisa dikatakan tidak berkualitas karena indeksnya  belum memenuhi standar. 2 program televisi yang indeks rata-rata IKPTSV belum sesuai standart tersebut masing masing Infotainment: 2.73 (menurun dari 2.82) dan Sinetron: 2.42 (meningkat dari 2.40).

Sementara itu, 6 program yang sudah sesuai standart tersebut yakni program Religi: 3.72 (meningkat dari 3.61), Talkshow: 3.33 (meningkat dari 3.19, program Berita: 3.29 (meningkat dari 3.22),), Variety Show: 3.17 (menurun dari 3.32), Anak: 3.39 (meningkat dari 3.26), Wisata dan Budaya: 3.19 (meningkat dari 3.12). Indeks rata-rata IKPTSV ini bisa menjadi masukan bagi para pelaku industri  televisi untuk berbenah memproduksi program program  yang  bukan hanya fokus pada tren dan ratting namun juga menjaga kualitas program.

Tantangan Televisi Di Era Digital

Dari tahun ke tahun tayangan televisi yang kualitasnya medioker masih mengisi layar kaca pemirsa. Sungguh ironi, program yang mengedepankan sensasi seperti infotaiment atau sinetron yang tidak mendidik masih saja diproduksi. Melihat masyarakat yang semakin kritis dan memahami tayangan yang berkualitas bukan tidak mungkin hal ini akan berimplikasi pada jumlah pemirsa televisi menurun seperti dalam 3 tahun terakhir. Tidak hanya dalam hal kualitas program, Industri televisi juga menghadapi tantangan pergeseran preferensi penonton.

Saat ini penonton semakin memilih konten yang bisa ditonton kapan saja dan di mana saja, sesuai dengan keinginan mereka atau on demand. Kebutuhan penonton tersebut dapat ditemukan melalui Platform streaming seperti Netflix dan YouTube. Pola konsumsi masyarakat sebagai audiens pun sudah berubah, kini mereka multitasking dalam melihat televisi sambil beraktifitas atau bermain sosial media seperti Instagram, Tik Tok dan You tube.

Teknologi informasi di era digital telah mengubah lanskap industri media secara drastis. Tantangan yang dihadapi oleh industri televisi bukan hanya sekedar bagaimana menciptakan  program yang berkualitas. Lebih daripada itu, industri televisi juga perlu berinvestasi dalam teknologi agar mampu menjangkau audiens yang lebih luas dan bisa berkolaborasi dengan platform digital.

Semoga melalui peringatan hari Hari Televisi Dunia atau World Television Day, Industri televisi mampu beradaptasi dengan segala tantangan yang ada dan bukan hanya menjadi sarana hiburan namun juga memberi dampak positif melalui program yang ditayangkan.

Selamat Hari Televisi Internasional…..


*) Penulis adalah Dosen Prodi llmu Komunikasi Binus University Malang