LPEI harus dukung UMKM di tengah China yang oversupply

id komisi xi,ekspor,dpr ri,LPEI

LPEI harus dukung UMKM di tengah China yang oversupply

Anggota Komisi XI DPR Muhammad Kholid saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XI DPR RI dengan Special Mission Vehicle (SMV) di Jakarta, Selasa (19/11/2024). ANTARA/Bayu Saputra

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi XI DPR Muhammad Kholid menyampaikan pentingnya peran Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dalam mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk menghadapi tantangan global, terutama di tengah kondisi China yang mengalami kelebihan pasokan (oversupply).

Berlebihnya produksi di China berpotensi menyebabkan penetapan harga yang lebih murah alias predatory pricing sehingga kian mempersulit persaingan pasar.

"Untuk LPEI, jadi Special Mission Vehicle-nya adalah bagaimana membuat (UMKM) yang enggak bankable, UMKM ini bisa naik kelas," ujar Kholid saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Special Mission Vehicle (SMV) di Jakarta, Selasa.

Kholid menekankan bahwa LPEI harus fokus pada upaya mendorong UMKM agar dapat membuka pasar ekspor dan naik kelas.

Ia menyoroti pentingnya LPEI untuk memiliki tujuan strategis yang jelas dalam meningkatkan kapasitas UMKM melalui pembiayaan ekspor. Hal ini dianggap krusial mengingat situasi global saat ini.

Kholid mengingatkan bahwa tanpa dukungan totalitas kepada UMKM, pasar domestik Indonesia berpotensi dibanjiri produk-produk murah dari China. Kondisi ini dapat semakin memperburuk persaingan dan melemahkan posisi UMKM lokal.

"Oleh karena itu, maka LPEI harus menjadi yang terdepan dalam bagaimana full support kepada UMKM kita," katanya.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif LPEI Riyani Tirtoso menyampaikan komitmen untuk terus mendorong UMKM membuka pasar ekspor. Sampai dengan September 2024, LPEI melaporkan telah menyalurkan pembiayaan ekspor nasional sebesar Rp57,6 triliun. Selain itu, asuransi dan penjaminan komersial masing-masing telah disalurkan LPEI sebesar Rp6,6 triliun, sementara penjaminan pemerintah (jaminah) tercatat sebesar Rp2,6 triliun.

Baca juga: BPS: Nilai ekspor NTB capai 105,10 juta dolar AS pada Oktober 2024

Dari sisi jasa konsultasi, LPEI berhasil membentuk 1.692 desa devisa hingga September 2024. Program ini bertujuan mendorong ekspor berbasis komunitas dengan memberikan pelatihan intensif kepada pelaku ekspor baru.

Riyani menyampaikan bahwa lembaga ini terus menunjukkan kinerja positif meskipun sempat menghadapi tantangan kualitas aset pada tahun-tahun sebelumnya.

“Untuk jasa konsultasi, eksporter baru sudah bisa kami bimbing sebesar 938 pelaku ekspor, dengan desa-desa seperti yang tadi saya sampaikan 1.600, dengan program coaching program for new exporter sebanyak 5.700 peserta, dengan melaksanakan bisnis matching sebanyak 82.000," ujarnya.

Baca juga: Shopee komitmen berdayakan UMKM melalui kampus

Transformasi LPEI yang dimulai sejak 2020 berhasil meningkatkan pembiayaan Goodbank dari Rp27,7 triliun menjadi Rp28,3 triliun. Sementara Program khusus penugasan ekspor telah menyalurkan Rp20 triliun ke 180 negara, termasuk pasar non-tradisional.

Per Juni 2024, pembiayaan LPEI menghasilkan National Development Impact (NDI) sebesar 3,97 kali. Artinya, setiap Rp1 miliar pembiayaan mampu menyerap hingga 54 tenaga kerja.

Secara keseluruhan, dari 2020 hingga September 2024, LPEI telah mengelola aset sebesar Rp256 triliun, meliputi pembiayaan, penjaminan, asuransi, dan trade finance.

Dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) sebesar 22,8 persen, LPEI optimis untuk terus mendukung pengembangan ekspor Indonesia di berbagai sektor.