Melihat MotoGP Mandalika dari kacamata bisnis

id motogp mandalika,motogp indonesia,motogp 2025,sirkuit mandalika Oleh Zefanya Andryan Girsang *)

Melihat MotoGP Mandalika dari kacamata bisnis

Wakil Menteri Pariwisata Ni Luh Enik Ermawati meninjau booth UMKM binaan ITDC di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), Minggu (5/10/2025). (ANTARA/Nur Imansyah.)

Mataram (ANTARA) - Penyelenggaraan MotoGP Mandalika 2025 kembali menjadi sorotan nasional. Selama tiga hari pelaksanaan (3–5 Oktober 2025), tercatat 140.324 penonton memadati Pertamina Mandalika International Circuit.

Angka itu menunjukkan pertumbuhan positif 36,5 persen dalam tiga tahun terakhir dari sebelumnya hanya 102.929 penonton pada 2023, lalu bertambah menjadi 121.252 penonton pada 2024. Pertumbuhan tersebut tentu menjadi sinyal baik bagi daya tarik ajang balap bergengsi tersebut.

Di balik euforia dan lonjakan jumlah penonton, muncul pertanyaan penting: apakah pertumbuhan kuantitas penonton ini juga berbanding lurus dengan peningkatan keuntungan finansial?

Menurut keterangan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) serta Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), MotoGP Mandalika 2025 diperkirakan menggerakkan perputaran ekonomi hingga Rp4,8 triliun.

Angka itu meliputi kontribusi terhadap sektor perhotelan, kuliner, transportasi, hingga UMKM lokal. Dari perspektif ekonomi makro, dampak ini memang signifikan.

Namun, dari sisi bisnis penyelenggara, belum tentu pertumbuhan ekonomi daerah tersebut otomatis berarti keuntungan bagi entitas pengelola.

Ajang internasional seperti MotoGP Mandalika menuntut biaya operasional yang sangat besar, mulai dari biaya lisensi atau hosting fee, logistik, keamanan, promosi, hingga infrastruktur pendukung. Dengan kata lain, penonton yang ramai tidak selalu berarti panitia memperoleh keuntungan finansial.


Struktur bisnis dan tantangan keuangan

Secara korporasi, penyelenggara utama MotoGP Mandalika adalah PT MGPA Nusantara Jaya (MGPA), anak perusahaan dari PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau ITDC—BUMN yang mengelola kawasan The Mandalika di Lombok Tengah.

MGPA bertugas mengelola sirkuit sekaligus menjadi promotor resmi ajang balap. Sayangnya, hingga kini tidak ada laporan keuangan publik yang dirilis oleh MGPA, sehingga sulit untuk mengetahui kondisi riil neraca laba-rugi balapan MotoGP Mandalika.

Berdasarkan laporan keuangan ITDC tahun 2023, perusahaan induk mencatat rugi bersih sebesar Rp278,41 miliar, meningkat 32,6 persen dibandingkan tahun 2022 yang juga merugi Rp209,97 miliar.

Apakah kerugian ini berkaitan langsung dengan penyelenggaraan MotoGP Mandalika? Belum ada penjelasan resmi.

Namun, tidak menutup kemungkinan sebagian beban keuangan ITDC berasal dari biaya operasional dan investasi besar yang dikeluarkan untuk mempertahankan eksistensi ajang tersebut.

Jika menelusuri laporan tahunan ITDC dari 2015 hingga 2020, perusahaan itu sempat mencatatkan laba bersih positif, meski tren menurun dari Rp87,23 miliar pada 2015 menjadi Rp22,97 miliar pada 2020.

Sejak 2021, grafik berubah drastis. ITDC mulai mencatatkan kerugian Rp163,9 miliar, yang kemungkinan besar disebabkan oleh dampak pandemi Covid-19 terhadap industri pariwisata.

Tren negatif itu berlanjut sampai tahun 2023. Hingga tulisan ini dibuat, laporan tahunan ITDC 2024 belum tersedia untuk publik, sehingga belum dapat diketahui apakah kondisi keuangan perusahaan mulai membaik atau justru semakin tertekan.


Biaya besar, pendapatan terbatas

Salah satu komponen biaya terbesar dalam penyelenggaraan MotoGP adalah hosting fee yang dibayarkan kepada Dorna Sports, pemegang lisensi resmi MotoGP.

Pada tahun 2024, jumlah biaya tersebut dilaporkan mencapai Rp231 miliar, dan besar kemungkinan nominal yang serupa juga berlaku pada penyelenggaraan 2025. Sementara itu, pendapatan dari tiket tampak belum mampu menutupi biaya tersebut.

Berdasarkan data dari Badan Pendapatan Daerah (Bappenda) Lombok Tengah, pajak hiburan dari penjualan tiket MotoGP Mandalika 2024 hanya sebesar Rp3 miliar.

Angka itu diperoleh dari pungutan 10 persen dari total penjualan tiket, yang berarti pendapatan kotor dari tiket sekitar Rp30 miliar—jauh di bawah nilai hosting fee yang harus dibayarkan.

Sumber pendapatan lain seperti sponsorship, hak siar, dan merchandise juga tidak diungkap secara publik. Namun diyakini bahwa tanpa dukungan dana dari APBN atau BUMN, sulit bagi ajang sebesar itu untuk berjalan mandiri.


Bisnis, bukan sekadar ajang promosi

Dari kacamata bisnis, MotoGP Mandalika sejatinya adalah sebuah produk—sebuah event komersial yang idealnya menghasilkan keuntungan. Seperti produk lainnya, ajang balapan tersebut hanya bisa berkelanjutan jika pendapatan lebih besar dari pengeluaran.

Pemerintah memang mendapatkan efek jangka pendek berupa peningkatan kunjungan wisatawan dan perputaran ekonomi daerah. Akan tetapi, untuk mewujudkan keberlanjutan sebagai ajang yang bisa berdiri di atas kaki sendiri tanpa ketergantungan pada subsidi negara, model bisnisnya perlu ditata ulang.

Peningkatan interaktivitas digital, strategi promosi berbasis data, diversifikasi sumber pendapatan (seperti hospitality packages, fan experience, dan penjualan hak komersial), serta penguatan kemitraan dengan sektor swasta bisa menjadi kunci menuju kemandirian finansial ajang tersebut.


Antara prestise dan profit

Tidak dapat dipungkiri, MotoGP Mandalika telah mengangkat citra NTB di mata dunia. Lombok kini dikenal tidak hanya sebagai destinasi wisata pantai, tetapi juga sebagai destinasi wisata olahraga kelas dunia.

Jika ingin berkelanjutan, keberhasilan penyelenggaraan tidak bisa hanya diukur dari jumlah penonton atau liputan media, melainkan dari seberapa sehat neraca keuangan.

Pertanyaan besar pun tersisa: Apakah MandalikaGP dapat terus digelar sebagai ajang bisnis yang menghasilkan keuntungan, ataukah akan tetap bergantung pada subsidi APBN setiap tahun?

Sebuah pekerjaan rumah besar bagi ITDC dan MGPA untuk membuktikan bahwa MotoGP Mandalika bukan hanya kebanggaan nasional, tetapi juga investasi yang berkelanjutan secara bisnis.

*) Penulis merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram. Ia merupakan lulusan Master of Tourism and Sport Management dari Nicolaus Copernicus University di Polandia.



COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.