Kejati NTB kembangkan kasus korupsi NCC

id korupsi ncc, kejati ntb, pendalaman kasus,rosiady sayuti, dolly suthajaya, ntb convention center, bangun guna serah, aset daerah

Kejati NTB kembangkan kasus korupsi NCC

Kepala Kejati NTB Wahyudi. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengembangkan penanganan kasus dugaan korupsi kerja sama pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa lahan untuk pembangunan NTB Convention Center di Kota Mataram.

Kepala Kejati NTB Wahyudi di Mataram, Kamis, menjelaskan bahwa pihaknya mengembangkan kasus ini atas adanya putusan pengadilan terhadap dua terdakwa.

"Ada informasi ya berkembang dan berlanjut tidak terputus, tetap didalami. Berjalan semua kita transparan," katanya.

Pada saat Enen Saribanon menduduki jabatan Kepala Kejati NTB sebelum Wahyudi menjabat, pernah menyampaikan adanya potensi penetapan tersangka baru.

Enen yang berbicara pada medio Juni 2025, menjelang dua terdakwa dalam kasus ini menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Mataram, memberikan gambaran bahwa peran tersangka baru tersebut ada tersirat dalam dakwaan.

Wahyudi tidak menampik penelusuran tersangka baru dalam kasus ini harus dilihat dalam kacamata hukum.

"Yang namanya penyidikan itu ada rangkaian dari penyidik untuk membuat terang perkara, dari gelap ke terang," ucap dia.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kasus NCC dan warisan kelalaian

Dua terdakwa dalam perkara ini adalah Sekretaris Daerah Provinsi NTB era kepemimpinan TGH. Zainul Majdi periode kedua, yakni Rosyadi Husaeni Sayuti dan Direktur Utama PT Lombok Plaza Doly Sutahajaya Nasution, selaku pihak kedua yang melakukan kerja sama dengan pemerintah untuk pembangunan dan pengelolaan NCC.

Dalam dakwaan, Rosyadi saat baru menjabat sebagai Sekda NTB tahun 2016 terungkap meneken kontrak perjanjian kerja sama pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa lahan untuk pembangunan NTB Convention Center yang bermasalah dengan PT Lombok Plaza.

Rosiady Sayuti mewakili Gubernur NTB yang saat itu TGB, melakukan penandatanganan kerja sama dengan Direktur Utama PT Lombok Plaza Doly Sutahajaya Nasution yang menjadi terdakwa kedua dalam perkara ini.

Roasyadi didakwa telah mengesampingkan kewajiban PT Lombok Plaza dalam kesepakatan tanggal 10 Juni 2013 yang diketahui sebagian besar belum terlaksana.

Baca juga: Bayang panjang di gedung NCC yang tak terbangun

Dalam dakwaan, disebutkan kewajiban tersebut di antaranya meliputi penyiapan dana awal sebesar 5 persen dari nilai investasi Rp360 miliar untuk 30 tahun pada Bank NTB senilai Rp21 miliar.

Sampai batas waktu yang ditentukan, yakni 30 hari usai perjanjian kerja sama ditandatangani, pihak perusahaan tidak membayar jaminan pelaksanaan.

Kemudian, relokasi bangunan pengganti Balai Laboratorium Kesehatan Masyarakat Pulau Lombok yang terlaksana tidak sesuai dengan kesepakatan serta Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: 605/MENKES/SK/VII/2008 tanggal 10 Juli 2008 tentang Standar Balai Laboratorium Kesehatan dan Balai Besar Laboratorium Kesehatan.

Pembangunan gedung pengganti itu ada awalnya disepakati dengan nilai pembangunan Rp12 miliar. Namun, dalam pelaksanaan pembangunan pada tahun 2014-2015, gedung tersebut terbangun dengan nilai pekerjaan mencapai Rp5 miliar.

Dalam persoalan ini, Doly sebagai Direktur Utama PT Lombok Plaza punya peran penting dengan memerintahkan konsultan perencana mengubah rancangan anggaran biaya pembangunan tanpa sepengetahuan pihak pemerintah maupun addendum perjanjian.

Baca juga: Mantan Sekdaprov NTB Rosiady dihukum 8 tahun terkait korupsi NCC

Selain itu, PT Lombok Plaza juga tidak pernah membayar kontribusi tahunan pertama sebesar Rp750 juta yang seharusnya terbayar paling lambat dua hari kerja sebelum penandatanganan bangun guna serah (BGS).

Dengan uraian dakwaan ini, jaksa mendakwa perbuatan terdakwa Rosiady dan Doly telah mengakibatkan negara mengalami kerugian dengan nilai mencapai Rp15 miliar.

Perbuatan kedua terdakwa dinyatakan dalam dakwaan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dari laman SIPP Pengadilan Negeri Mataram, putusan banding Rosiady dengan nomor: 27/PID.TPK/2025/PT MTR, tanggal 2 Desember 2025, majelis hakim banding yang diketuai Gede Ariawan menerima permintaan banding terdakwa dan penuntut umum.

Majelis hakim turut mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Mataram Nomor 19/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Mtr tanggal 10 Oktober 2025, yang dimintakan banding.

Dengan putusan tersebut, majelis hakim dalam amar menyatakan terdakwa Rosiady telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer penuntut umum.

Baca juga: Mantan Sekdaprov NTB Rosiady dihukum 8 tahun terkait korupsi NCC

Majelis hakim banding menjatuhkan pidana hukuman enam tahun penjara dengan pidana denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan pengganti denda.

Majelis hakim banding dalam amar putusan turut menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan serta menetapkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.

Putusan tingkat banding ini lebih rendah dibandingkan putusan pada pengadilan tingkat pertama yang menjatuhkan pidana hukuman delapan tahun dengan pidana denda Rp400 juta subsider lima bulan kurungan pengganti denda.

Putusan banding terhadap Rosiady juga terbit bersamaan dengan terdakwa Dolly Suthajaya. Putusan untuk Dolly mirip dengan Rosiady. Hal yang berbeda hanya ada penambahan uang pengganti yang dibebankan kepada Dolly senilai Rp7,25 miliar subsider satu tahun penjara.

Perkara yang menjerat pihak yang bekerja sama ini berkaitan dengan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan proyek yang tidak berjalan sesuai perjanjian.

Akibat adanya permasalahan tersebut, proyek pembangunan gedung di atas lahan seluas 3,2 hektare di Jalan Bung Karno, Kota Mataram, itu telah menimbulkan kerugian negara Rp7,25 miliar.

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.