Mataram (ANTARA) - Teknologi informasi dan digital telah berdampak positif dalam penggunaaan kehidupan, namun terdapat pula dampak negatifnya salah satunya adalah penyebaran berita bohong atau informasi hoaks. 

Informasi atau berita hoaks ini oleh orang atau badan hukum tertentu jadi salah satu sarana membuat kegaduhan publik, adu domba jadi bagian modus operandi dan jadi sarana kepentingan, guna tujuan tertentu maka dikemas  sebuah skema peristiwa melalui berita hoaks, berita palsu, bohong dengan maksud menyerang atau menjatuhkan martabat seseorang.

Masyarakat hendaknya lebih teliti dan berhati-hati dalam menerima informasi atau pemberitaan dari media apapun, terlebih media atau informasi dari seseorang  atau lembaga tertentu yang isinya sarat dengan muatan tendensi negatif, menyebarkan kebencian, permusuhan yang diarahkan pada  pihak lain.

Karena esensinya berita atau informasi hoaks merupakan sebuah bentuk kejahatan yang dapat menyesatkan kesadaran para pembaca atau pendengarnya dan berefek negatif, dari pemberitaan hoaks tersebut hilangnya rasa aman dan rasa tenteram warga. Malah yang ada kecurigaan, was-was, dan ketegangan.

Lebih lanjut informasi atau berita yang bermuatan kebohongan dimaksud akan terus bergulir dan terjadilah hadap-hadapan argumen yang adu domba, sebuah peristiwa kerja yang saling melelahkan, selanjutnya bentuk adu domba tadi menjadi manajemen konflik dan terjadi perpecahan dalam komunitas masyarakat.

Karenanya pemerintah dan stakeholder perlu terus melakukan upaya penyadaran paham dan komitmen nasionalisme ketimuran yang hidup dalam roh Pancasila, yaitu, persatuan bangsa sehingga ditemukan keseimbangan perlindungan hukum atas hak pribadi dan hak masyarakat.

Selain itu, diterapkan pula bagi pelaku  yang tidak mau sadar diri, apalagi perbuatannya tersebut dilakukan dengan sengaja maka dikenakan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Undang Undang ITE  bagi pelaku dan pihak yang turut serta untuk melakukan atau menyebarkan berita bohong dikenakan  pidana 6 Tahun penjara (Vide Pasal 28 Jo Pasal 45 UU ITE).

Termasuk perlu juga dipersiapkan sesuai perkembangan masyarakat, membuat formulasi hukum terbaru ke depan untuk membatasi akun-akun yang tidak ada maknanya yang hanya melemparkan isu dan berita yang tidak valid yang hanya memancing kegaduhan opini melalui ruang komentar akunnya.
 
Sering sekali akun bersifat "hit and run" dan via akun dadakan dan berisi slot komentar ini yang jadi pemicu kegaduhan dalam masyarakat sehingga, harus ada regulasi pembatasan guna pengendalian akun-akun yang tidak bertanggung jawab, sehingga pendirian akun harus diberikan secara sangat selektif.

Ada tahapan verifikasi dengan mempertimbangkan tujuan dan muatan akun, usia pemohon akun, apalagi bagi pemohon akun yang  punya contain untuk komentar yang hanya produksi info atau berita yang memicu kegaduhan dan keretakan nasionalisme. 

Hal ini harus dievaluasi dan diberikan sanksi bagi pemilik atau penyedia akun, mereka ini harus ditarik untuk dimintai pertanggungjawaban individu ataupun korporasi dengan penerapan sanksi kumulatif (tidak hanya sanksi pidana, denda, namun sanksi pencabutan izin termasuk membuat nama nama pemilik akun dan pembiaya akun tersebut dalam black list akun hoaks).

Ini dilakukan guna melindungi kepentingan yang lebih besar, semangat dan komitnen berbangsa dan rasa nasionalisme. 

Sehingga harus ada  penguatan regulasi dan unit khusus yang memantau dan menilai akun-akun pendaftaran atau akun-akun yang berdomisili di wilayah Indonesia. Apalagi yang bertendensi hoaks yang dapat merusak persatuan bangsa. 

Jika tujuan dari akun tersebut tidak ada manfaatnya yang hanya memunculkan berita hoaks atau hanya mengelola informasi manajemen konflik yang jauh dari tujuan bangsa, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi segenap tumpah darah.

Karenanya, apapun yang dilakukan oleh para pelaku penyebar hoaks tidak dapat dibenarkan sebab ini adalah salah satu "kejahatan tercela kekinian atau kebiadaban kemanusiaan kekinian" yang merendahkan martabat orang lain,  mempermalukan orang lain dengan cerita bohong, memfitnah, dan perbuatan ini bertentangan dengan rasa kemanusiaan, ketertiban dan keamanan masyarakat serta bukan pula perilaku manusia yang beradab.

Azmi Syahputra
Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno
 

Pewarta : Azmi Syahputra (Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno)
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024