Mataram (ANTARA) - Allah SWT berfirman, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya [21]: 35)
Ibnu Jarir menulis dalam tafsirnya bahwa Sahabat Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan pernyataan: “Kami (Allah) akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.”
Berbagai macam penyakit yang menimpa manusia hakikatnya merupakan bagian dari cobaan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Setiap orang pasti pernah merasakan sakit.
Banyak hal yang menjadi penyebabnya, mulai dari lemahnya sistem kekebalan tubuh (imunitas) terhadap bakteri dan virus hingga disebabkan oleh kecelakaan dan musibah atau bencana.
Kondisi sakit memang membuat seseorang merasa tidak nyaman. Tidak sedikit yang mengeluh atas sakit yang dideritanya, bahkan rasa sakit terkadang membuat sebagian orang menyerah dan berputus asa dengan penyakitnya. Mereka meminta belas kasihan dari orang lain, seakan ia paling menderita akibat sakitnya itu.
Menghadapi kondisi sakit, berobat adalah salah satu usaha untuk sembuh dari penyakit sebagai salah satu ikhtiar sebagaimana syariat memerintahkan. Tetapi, kesembuhan tak hanya bergantung pada obat-obatan.
Kesembuhan juga bergantung pada semangat dan kemauan untuk sembuh. Karena itu, dukungan moral dan semangat agar cepat sembuh kepada orang yang sedang sakit adalah hal yang penting untuk dilakukan.
Dalam pandangan Islam, manusia tidak perlu menyesali diri ketika berada dalam keadaan sakit, tetapi itu sejatinya bisa menjadi bahan untuk tadabur (mengambil pelajaran).
Sakit yang menimpa seseorang menjadi bukti betapa lemahnya makhluk bernama manusia yang ternyata tidak kuasa mengatur dan menyelamatkan dirinya sendiri. Ia perlu pertolongan dari Yang Maha Memberi kehidupan dan kesembuhan.
Sakit juga menjadi isyarat dekatnya manusia dengan kematian, sehingga persiapan menuju kehidupan abadi setelah kematian menjadi prioritas utama dalam hidupnya. Selain itu, sakitnya seseorang juga menjadi sarana baginya untuk beristirahat sejenak dari aktifitas dunia yang menyibukkan.
Dengan istirahat ia memiliki lebih banyak waktu untuk merenung, bermuhasabah diri, dan mengambil hikmah dari kehidupan yang dijalaninya. Selanjutnya ia akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, Zat Yang Maha Kuasa atas alam raya beserta seluruh isinya.
Bagi sebagian orang, sakit bisa dinikmati sebagai sebuah anugerah. Sakit bisa menjadi sumber kebaikan bagi seseorang apabila dia bersabar. Hal tersebut diungkapkan Rasulullah SAW.
Rasulullah bersabda, “Sungguh bagi orang mukmin, semua urusannya merupakan kebaikan. Jika ia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.” (H.R. Muslim).
Sakit juga bisa menjadi sarana penghapus dosa. Seperti sabda Rasulullah dalam hadits riwayat Muslim lainnya: “Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, dan kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menimpanya, melainkan akan dihapuskan dosa-dosa darinya.”
Di antara doa yang mustajab adalah yang dipanjatkan ketika dalam kondisi lemah, terdesak, dan sangat membutuhkan pertolongan Allah. Karena itu doa mereka lebih mustajab dibandingkan doa orang-orang yang sehat dan lapang.
Imam Nawawi dalam kitabnya, “Al-Azkar” mengutip hadits dari Umar Ibn Khatab, Rasulullah bersabda, “Bila kamu mengunjungi orang sakit, mintalah ia untuk mendoakanmu, karena sesungguhnya doa mereka sama dengan doa malaikat.” (HR. Ibn Majah).
Seseorang yang sedang sakit hendaknya tetap bersemangat dan tidak kehilangan energi, dan jika melihat sejarah, orang-orang besar melakukan pekerjaan-pekerjaan hebat dan fenomenal justru ketika mereka dalam kondisi sakit.
Lihatlah bagaimana Nabi Muhammad SAW ketika berada dalam kondisi sakit. Beliau secara khusus mempersiapkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk melawan Romawi.
Sementara itu Sayidina Umar bin Khattab membentuk Majelis Syura ketika beliau
dalam kondisi sakit dan kepayahan, dan Sahabat Saad bin Abi Waqash menjadi panglima perang Qadisiyah (636 M) saat ia sedang menderita sakit pinggul dan bisul di sekujur tubuhnya.
Sementara di Indonesia, Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya melawan penjajah Belanda juga saat beliau sakit, sampai-sampai harus ditandu oleh para prajuritnya.
Demikian pula Imaam Muhyiddin Hamidy (Allah Yarhamhu) selama puluhan tahun memimpin umat dengan ide-ide besarnya dalam kondisi sakit. Ide-ide besar Imaam Hamidy antara lain mengumandangkan pembebasan Al-Aqsa (Al-Aqsa Haqquna), mendirikan kantor berita MINA dan Shuffah Al-Quran Abdullah Bin Masud (SQABM).
Ia juga membangun masjid An-Nubuwwah (di Lampung) sebagai pusat ibadah serta pendidikan dan pelayanan umat. Kemudian ide-ide lainnya tercetus ketika ia sedang dalam keadaan sakit.
Seorang ilmuwan Inggris, Stephen Hawking (wafat: 2017) menulis 15 buku fenomenal, juga ketika ia berada dalam kondisi lumpih akibat penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Teori yang ia temukan “Black Hole” menjadi referensi para ilmuwan dunia dalam penelitian tentang ilmu kosmologi.
Karena itu, masa pandemi bukan hambatan bagi siapapun untuk terus berkarya. Bagi para pejuang dakwah, aktivis, relawan dan orang-orang yang terjun melayani umat, hal itu menjadi tantangan tersendiri untuk dapat memberi yang terbaik dan masa depan yang lebih baik.
Pandemi tidak boleh menjadi alasan untuk tidak produktif dan berhenti berkarya. Salah satu syaratnya adalah harus mau dan bisa beradaptasi dengan melakukan inovasi dan transformasi digital.
Maka, jangan pernah tunduk oleh pandemi Covid-19, Jangan pernah menyerah oleh kesulitan dan tantangan. Terus hadapi dengan penuh tawakal dan kesempurnaan ikhtiar. Allah akan memberi yang terbaik sesuai dengan usaha yang kita lakukan.
Ingatlah kata pepatah yang menjadi hafalan wajib para santri di Pondok Pesantren Gontor, “Man Jadda wa Jada (barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti ia akan berhasil).”
Akhirnya, mari kita doakan saudara-saudara kita yang sedang sakit agar Allah sembuhkan mereka dengan kesembuhan yang sempurna. Semoga Allah angkat wabah COVID-19 dari bumi Indonesia dan dari seluruh negeri, sehingga umat manusia bisa kembali beraktivitas dan beribadah seperti sedia kala.
*Ditulis oleh Imaamul Muslimin, KH. Yakhsyallah Mansur pada Selasa, 12 Jumadil Akhir 1442 H/26 Januari 2021 M di Rumah Sakit Fatmawati lantai 6, No 22. Penulis masih dalam kondisi sakit COVID-19.
Ibnu Jarir menulis dalam tafsirnya bahwa Sahabat Ibnu Abbas menafsirkan ayat ini dengan pernyataan: “Kami (Allah) akan menguji kalian dengan kesulitan dan kesenangan, kesehatan dan penyakit, kekayaan dan kefakiran, halal dan haram, ketaatan dan kemaksiatan, petunjuk dan kesesatan.”
Berbagai macam penyakit yang menimpa manusia hakikatnya merupakan bagian dari cobaan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Setiap orang pasti pernah merasakan sakit.
Banyak hal yang menjadi penyebabnya, mulai dari lemahnya sistem kekebalan tubuh (imunitas) terhadap bakteri dan virus hingga disebabkan oleh kecelakaan dan musibah atau bencana.
Kondisi sakit memang membuat seseorang merasa tidak nyaman. Tidak sedikit yang mengeluh atas sakit yang dideritanya, bahkan rasa sakit terkadang membuat sebagian orang menyerah dan berputus asa dengan penyakitnya. Mereka meminta belas kasihan dari orang lain, seakan ia paling menderita akibat sakitnya itu.
Menghadapi kondisi sakit, berobat adalah salah satu usaha untuk sembuh dari penyakit sebagai salah satu ikhtiar sebagaimana syariat memerintahkan. Tetapi, kesembuhan tak hanya bergantung pada obat-obatan.
Kesembuhan juga bergantung pada semangat dan kemauan untuk sembuh. Karena itu, dukungan moral dan semangat agar cepat sembuh kepada orang yang sedang sakit adalah hal yang penting untuk dilakukan.
Dalam pandangan Islam, manusia tidak perlu menyesali diri ketika berada dalam keadaan sakit, tetapi itu sejatinya bisa menjadi bahan untuk tadabur (mengambil pelajaran).
Sakit yang menimpa seseorang menjadi bukti betapa lemahnya makhluk bernama manusia yang ternyata tidak kuasa mengatur dan menyelamatkan dirinya sendiri. Ia perlu pertolongan dari Yang Maha Memberi kehidupan dan kesembuhan.
Sakit juga menjadi isyarat dekatnya manusia dengan kematian, sehingga persiapan menuju kehidupan abadi setelah kematian menjadi prioritas utama dalam hidupnya. Selain itu, sakitnya seseorang juga menjadi sarana baginya untuk beristirahat sejenak dari aktifitas dunia yang menyibukkan.
Dengan istirahat ia memiliki lebih banyak waktu untuk merenung, bermuhasabah diri, dan mengambil hikmah dari kehidupan yang dijalaninya. Selanjutnya ia akan lebih mendekatkan diri kepada Allah, Zat Yang Maha Kuasa atas alam raya beserta seluruh isinya.
Bagi sebagian orang, sakit bisa dinikmati sebagai sebuah anugerah. Sakit bisa menjadi sumber kebaikan bagi seseorang apabila dia bersabar. Hal tersebut diungkapkan Rasulullah SAW.
Rasulullah bersabda, “Sungguh bagi orang mukmin, semua urusannya merupakan kebaikan. Jika ia mendapat kegembiraan, maka dia bersyukur dan itu merupakan kebaikan baginya, dan jika mendapat kesusahan, maka dia bersabar dan ini merupakan kebaikan baginya.” (H.R. Muslim).
Sakit juga bisa menjadi sarana penghapus dosa. Seperti sabda Rasulullah dalam hadits riwayat Muslim lainnya: “Tidaklah menimpa seorang mukmin rasa sakit yang terus menerus, kepayahan, dan kesedihan, bahkan sampai kesusahan yang menimpanya, melainkan akan dihapuskan dosa-dosa darinya.”
Di antara doa yang mustajab adalah yang dipanjatkan ketika dalam kondisi lemah, terdesak, dan sangat membutuhkan pertolongan Allah. Karena itu doa mereka lebih mustajab dibandingkan doa orang-orang yang sehat dan lapang.
Imam Nawawi dalam kitabnya, “Al-Azkar” mengutip hadits dari Umar Ibn Khatab, Rasulullah bersabda, “Bila kamu mengunjungi orang sakit, mintalah ia untuk mendoakanmu, karena sesungguhnya doa mereka sama dengan doa malaikat.” (HR. Ibn Majah).
Seseorang yang sedang sakit hendaknya tetap bersemangat dan tidak kehilangan energi, dan jika melihat sejarah, orang-orang besar melakukan pekerjaan-pekerjaan hebat dan fenomenal justru ketika mereka dalam kondisi sakit.
Lihatlah bagaimana Nabi Muhammad SAW ketika berada dalam kondisi sakit. Beliau secara khusus mempersiapkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid untuk melawan Romawi.
Sementara itu Sayidina Umar bin Khattab membentuk Majelis Syura ketika beliau
dalam kondisi sakit dan kepayahan, dan Sahabat Saad bin Abi Waqash menjadi panglima perang Qadisiyah (636 M) saat ia sedang menderita sakit pinggul dan bisul di sekujur tubuhnya.
Sementara di Indonesia, Jenderal Sudirman memimpin perang gerilya melawan penjajah Belanda juga saat beliau sakit, sampai-sampai harus ditandu oleh para prajuritnya.
Demikian pula Imaam Muhyiddin Hamidy (Allah Yarhamhu) selama puluhan tahun memimpin umat dengan ide-ide besarnya dalam kondisi sakit. Ide-ide besar Imaam Hamidy antara lain mengumandangkan pembebasan Al-Aqsa (Al-Aqsa Haqquna), mendirikan kantor berita MINA dan Shuffah Al-Quran Abdullah Bin Masud (SQABM).
Ia juga membangun masjid An-Nubuwwah (di Lampung) sebagai pusat ibadah serta pendidikan dan pelayanan umat. Kemudian ide-ide lainnya tercetus ketika ia sedang dalam keadaan sakit.
Seorang ilmuwan Inggris, Stephen Hawking (wafat: 2017) menulis 15 buku fenomenal, juga ketika ia berada dalam kondisi lumpih akibat penyakit amyotrophic lateral sclerosis (ALS). Teori yang ia temukan “Black Hole” menjadi referensi para ilmuwan dunia dalam penelitian tentang ilmu kosmologi.
Karena itu, masa pandemi bukan hambatan bagi siapapun untuk terus berkarya. Bagi para pejuang dakwah, aktivis, relawan dan orang-orang yang terjun melayani umat, hal itu menjadi tantangan tersendiri untuk dapat memberi yang terbaik dan masa depan yang lebih baik.
Pandemi tidak boleh menjadi alasan untuk tidak produktif dan berhenti berkarya. Salah satu syaratnya adalah harus mau dan bisa beradaptasi dengan melakukan inovasi dan transformasi digital.
Maka, jangan pernah tunduk oleh pandemi Covid-19, Jangan pernah menyerah oleh kesulitan dan tantangan. Terus hadapi dengan penuh tawakal dan kesempurnaan ikhtiar. Allah akan memberi yang terbaik sesuai dengan usaha yang kita lakukan.
Ingatlah kata pepatah yang menjadi hafalan wajib para santri di Pondok Pesantren Gontor, “Man Jadda wa Jada (barang siapa yang bersungguh-sungguh, pasti ia akan berhasil).”
Akhirnya, mari kita doakan saudara-saudara kita yang sedang sakit agar Allah sembuhkan mereka dengan kesembuhan yang sempurna. Semoga Allah angkat wabah COVID-19 dari bumi Indonesia dan dari seluruh negeri, sehingga umat manusia bisa kembali beraktivitas dan beribadah seperti sedia kala.
*Ditulis oleh Imaamul Muslimin, KH. Yakhsyallah Mansur pada Selasa, 12 Jumadil Akhir 1442 H/26 Januari 2021 M di Rumah Sakit Fatmawati lantai 6, No 22. Penulis masih dalam kondisi sakit COVID-19.