Mataram, (ANTARA) - Harga tomat di  Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat anlkok hanya Rp500 per kilogram dari sebelumnya mencapai Rp10.000/kg, sehingga mengakibatkan  petani menderita kerugian.

         "Petani tidak mungkin bisa untung kalau harga tomat hanya Rp500 per kg. Harga tomat minimal Rp2.000/kg baru bisa untung,'' kata Sahar (35), petani tomat yang ditemui di sawahnya yang berlokasi di Jalan Lingkar Selatan Mataram (8/2).

         Ia mengatakan, anjloknya harga tomat tersebut sejak panen pertama, sehingga tomat yang sudah matang hanya sebagian dipetik dan sebagian dibiarkan membusuk di pohonnya.

         Sahar mengatakan, kalau harga tomat hanya Rp500/kg, tidak akan mampu mengembalikan biaya produksi yang cukup besar, karena menggunakan mulsa yang harganya mencapai Rp450 ribu ukuran 10 kilogram.

        "Satu kali panen bisa mencapai 50 kilogram dan dijual dengan harga Rp25 ribu. Sepuluh kali panen saja belum mampu menutupi biaya pembelian mulsa dan ongkos pengolahan tanah sebesar Rp45 ribu per hari," ujarnya.

         Ia mengaku tertarik menanam tomat karena harga komoditas tersebut sebelumnya mencapai Rp10.000/kg. Harga yang relatif mahal itu juga memberikan pendapatan bagi buruh petik.

         "Kalau sekarang mau panen harus memetik sendiri. Jika menggunakan tenaga buruh kerugian bisa lebih besar lagi, Tomat yang saya petik juga saya jual sendiri. Beda kalau harga sedang  mahal, pedangan pengumpul sendiri yang datang ke sawah bawa buruh petik," ujarnya.

         Zaenuddin petani tomat lainnya juga mengeluhkan hal yang sama. Ia mengaku mengganti tanaman tomatnya dengan tanaman cabai merah besar yang harganya hingga sekarang masih cukup tinggi.

         Namun, ia juga khawatir harga komoditas tersebut akan anjlok karena adanya kebijakan pemerintah yang akan mengimpor cabai untuk menekan harga komoditas tersebut yang hingga saat ini masih tergolong tinggi.

         "Kalau pemerintah mengimpor cabai, tentu kami khawatir. Bisa-bisa harga cabai juga anjlok seperti tomat," ujarnya ketika dimintai tanggapannya mengenai kebijakan pemerintah mendatangkan cabai dari Malaysia dan Thailand. (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024