Mataram (ANTARA) - Pemilik panti pijat di Batulayar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, berinisial IR (46) ditetapkan pihak kepolisian sebagai tersangka kasus prostitusi.
Kasubbag Humas Polres Lombok Barat AKP Agus Pudjianto melalui sambungan teleponnya, Jumat, membenarkan bahwa perempuan asal Penimbung, Kecamatan Gunung Sari, kabupaten Lombok Barat, itu ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidik.
"Dari hasil gelar perkaranya, tersangka IR dijerat dengan Pasal 296 dan atau Pasal 506 KUHP tentang Prostitusi Juncto Pasal 56 KUHP yang ancaman hukumannya paling berat satu tahun empat bulan penjara," kata Agus.
Menurut keterangan Penyidik Satreskrim Polres Lombok Barat, lanjutnya, IR yang menjadi pemilik panti pijat diduga ikut berperan sebagai muncikari, yakni menawarkan jasa "pijat plus-plus" kepada konsumennya dengan tarif berbeda dari pijat biasa.
"IR selaku pemilik, menarik tarif yang berbeda sesuai dengan layanan yang diinginkan oleh pengunjung. Dia memberikan akses agar setiap tamu yang datang bisa melakukan perbuatan asusila," ujarnya.
Pelayanan "pijat plus-plus" itu dilakukan langsung di lokasi. Tarif yang ditawarkan untuk sekali pelayanan, sedikitnya Rp500 ribu.
"Untuk tarif pijat biasa, Rp150 ribu. Tetapi kalau mau lebih, 'pijat plus-plus', dikenakan tambahan Rp500 ribu. Uang diberikan via transfer ke rekening yang telah ditentukan IR," ucap dia.
Panti pijat dengan pelayanan asusila ini terbongkar dari hasil penyelidikan kepolisian. Tim Puma Polres Lombok Barat menggerebek lokasi milik IR pada Senin (29/3) lalu.
Dari giat tersebut, polisi mengamankan sepasang pria dan wanita bukan status suami istri tengah berada dalam sebuah ruangan. Polisi menduga, perempuan sedang melayani pengunjung yang menggunakan jasa "pijat plus-plus".
"Untuk keduanya telah dimintai keterangan, status mereka masih sebagai saksi," kata Agus.
Selain keduanya, polisi turut mengamankan barang bukti yang menguatkan adanya dugaan prostitusi di panti pijat milik IR.
Barang bukti tersebut berupa seprai yang terdapat bekas noda sperma, kondom, handuk dan dua lembar bukti transfer pemesanan jasa "pijat plus-plus".
"Telepon genggam dan uang tunai Rp500 ribu serta buku register tamu juga turut diamankan," ucapnya.
Kasubbag Humas Polres Lombok Barat AKP Agus Pudjianto melalui sambungan teleponnya, Jumat, membenarkan bahwa perempuan asal Penimbung, Kecamatan Gunung Sari, kabupaten Lombok Barat, itu ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidik.
"Dari hasil gelar perkaranya, tersangka IR dijerat dengan Pasal 296 dan atau Pasal 506 KUHP tentang Prostitusi Juncto Pasal 56 KUHP yang ancaman hukumannya paling berat satu tahun empat bulan penjara," kata Agus.
Menurut keterangan Penyidik Satreskrim Polres Lombok Barat, lanjutnya, IR yang menjadi pemilik panti pijat diduga ikut berperan sebagai muncikari, yakni menawarkan jasa "pijat plus-plus" kepada konsumennya dengan tarif berbeda dari pijat biasa.
"IR selaku pemilik, menarik tarif yang berbeda sesuai dengan layanan yang diinginkan oleh pengunjung. Dia memberikan akses agar setiap tamu yang datang bisa melakukan perbuatan asusila," ujarnya.
Pelayanan "pijat plus-plus" itu dilakukan langsung di lokasi. Tarif yang ditawarkan untuk sekali pelayanan, sedikitnya Rp500 ribu.
"Untuk tarif pijat biasa, Rp150 ribu. Tetapi kalau mau lebih, 'pijat plus-plus', dikenakan tambahan Rp500 ribu. Uang diberikan via transfer ke rekening yang telah ditentukan IR," ucap dia.
Panti pijat dengan pelayanan asusila ini terbongkar dari hasil penyelidikan kepolisian. Tim Puma Polres Lombok Barat menggerebek lokasi milik IR pada Senin (29/3) lalu.
Dari giat tersebut, polisi mengamankan sepasang pria dan wanita bukan status suami istri tengah berada dalam sebuah ruangan. Polisi menduga, perempuan sedang melayani pengunjung yang menggunakan jasa "pijat plus-plus".
"Untuk keduanya telah dimintai keterangan, status mereka masih sebagai saksi," kata Agus.
Selain keduanya, polisi turut mengamankan barang bukti yang menguatkan adanya dugaan prostitusi di panti pijat milik IR.
Barang bukti tersebut berupa seprai yang terdapat bekas noda sperma, kondom, handuk dan dua lembar bukti transfer pemesanan jasa "pijat plus-plus".
"Telepon genggam dan uang tunai Rp500 ribu serta buku register tamu juga turut diamankan," ucapnya.