Mataram (ANTARA) - Kepolisian Resor Kota (Polresta) Mataram, Nusa Tenggara Barat, menangkap pria berinisial JD (33) karena diduga menguasai satu unit senjata api rakitan lengkap dengan empat butir peluru aktif kaliber 9 milimeter.
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Senin, mengatakan penangkapan JD berawal dari adanya informasi masyarakat.
"Dari tindak lanjut informasi tersebut, kami menangkap pelaku di wilayah Selagalas," kata Kadek Adi.
Kelanjutan dari penangkapan, katanya, kepolisian melakukan penggeledahan di rumah pelaku di Desa Dopang, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Dari hasil penggeledahan, lanjut Kadek Adi, polisi menemukan satu set alat isap sabu yang terbuat dari kaca dan alat timbang elektrik.
"Setelah yang bersangkutan diinterogasi diketahui bahwa dia sebagai kurir sabu yang mengaku menggunakan senjata api untuk keamanan diri," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolresta Mataram.
Terkait dengan hal tersebut, Kadek Adi memastikan bahwa Tim Resnarkoba Polresta Mataram sedang menyelidiki peran JD dalam dugaan keterlibatan peredaran narkoba.
"Jadi bagaimana proses dia bawa sabu, kemudian dilengkapi dengan senjata api, itu masih didalami dan ini kasus sudah jadi atensi pimpinan," ucap dia.
Terkait penguasan senjata api rakitan dengan empat butir peluru aktif, ia mengatakan bahwa Brimob sebagai polisi yang memiliki keahlian dalam persenjataan telah melakukan pemeriksaan secara mendalam.
Hasil pemeriksaan, kata dia, senjata api yang berada dalam penguasaan JD merupakan hasil rakitan bukan keluaran pabrik dan untuk keempat peluru masih aktif.
"Kemudian untuk cara menggunakannya dengan memasukkan satu butir peluru, kokang, dan tembak. Jadi digunakan untuk sekali tembak saja," katanya.
Terkait dengan asal pelaku hingga menguasai senjata api rakitan itu, Kadek meyakinkan bahwa hal tersebut kini masuk dalam proses pengembangan penyidikan.
"Menurut informasi sementara dari pengakuan bersangkutan, barang ini dibeli Rp400 ribu. Beli dari siapa, itu sedang kita telusuri," ucapnya.
Kasus yang kini telah masuk proses penyidikan itu, katanya, kepolisian menetapkan pelaku sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat RI Nomor 12/1951 dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara.
Ketua Bidang Organisasi Perbakin NTB Agus Hakim yang ikut hadir dalam konferensi pers mendampingi kepolisian menjelaskan bahwa kepemilikan atau penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil harus ada izin kepolisian. Begitu pula dengan syarat penggunaan peluru aktif.
Meskipun mendapatkan izin, kata dia, penggunaannya terbatas. Dalam aturan senjata api hanya bisa digunakan saat berada di tempat latihan atau perlombaan.
"Jadi tidak sembarang masyarakat sipil menguasai senjata api. Apa pun itu alasannya, harus ada izin dengan memegang bukti surat resmi dari kepolisian, dalam hal ini Polda NTB. Apalagi senjata api untuk investasi, itu harus melalui seleksi izin ketat," kata Agus.
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa di Mataram, Senin, mengatakan penangkapan JD berawal dari adanya informasi masyarakat.
"Dari tindak lanjut informasi tersebut, kami menangkap pelaku di wilayah Selagalas," kata Kadek Adi.
Kelanjutan dari penangkapan, katanya, kepolisian melakukan penggeledahan di rumah pelaku di Desa Dopang, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Dari hasil penggeledahan, lanjut Kadek Adi, polisi menemukan satu set alat isap sabu yang terbuat dari kaca dan alat timbang elektrik.
"Setelah yang bersangkutan diinterogasi diketahui bahwa dia sebagai kurir sabu yang mengaku menggunakan senjata api untuk keamanan diri," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolresta Mataram.
Terkait dengan hal tersebut, Kadek Adi memastikan bahwa Tim Resnarkoba Polresta Mataram sedang menyelidiki peran JD dalam dugaan keterlibatan peredaran narkoba.
"Jadi bagaimana proses dia bawa sabu, kemudian dilengkapi dengan senjata api, itu masih didalami dan ini kasus sudah jadi atensi pimpinan," ucap dia.
Terkait penguasan senjata api rakitan dengan empat butir peluru aktif, ia mengatakan bahwa Brimob sebagai polisi yang memiliki keahlian dalam persenjataan telah melakukan pemeriksaan secara mendalam.
Hasil pemeriksaan, kata dia, senjata api yang berada dalam penguasaan JD merupakan hasil rakitan bukan keluaran pabrik dan untuk keempat peluru masih aktif.
"Kemudian untuk cara menggunakannya dengan memasukkan satu butir peluru, kokang, dan tembak. Jadi digunakan untuk sekali tembak saja," katanya.
Terkait dengan asal pelaku hingga menguasai senjata api rakitan itu, Kadek meyakinkan bahwa hal tersebut kini masuk dalam proses pengembangan penyidikan.
"Menurut informasi sementara dari pengakuan bersangkutan, barang ini dibeli Rp400 ribu. Beli dari siapa, itu sedang kita telusuri," ucapnya.
Kasus yang kini telah masuk proses penyidikan itu, katanya, kepolisian menetapkan pelaku sebagai tersangka yang diduga melanggar Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Darurat RI Nomor 12/1951 dengan ancaman hukuman sembilan tahun penjara.
Ketua Bidang Organisasi Perbakin NTB Agus Hakim yang ikut hadir dalam konferensi pers mendampingi kepolisian menjelaskan bahwa kepemilikan atau penguasaan senjata api oleh masyarakat sipil harus ada izin kepolisian. Begitu pula dengan syarat penggunaan peluru aktif.
Meskipun mendapatkan izin, kata dia, penggunaannya terbatas. Dalam aturan senjata api hanya bisa digunakan saat berada di tempat latihan atau perlombaan.
"Jadi tidak sembarang masyarakat sipil menguasai senjata api. Apa pun itu alasannya, harus ada izin dengan memegang bukti surat resmi dari kepolisian, dalam hal ini Polda NTB. Apalagi senjata api untuk investasi, itu harus melalui seleksi izin ketat," kata Agus.