Lombok Barat, NTB, 2/4 (ANTARA) - Atase Ketenagakerjaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia Agus Triyanto A.S., menyebut sedikitnya 30 orang Warga Negara Indonesia terancam hukuman mati di negeri Jiran.

     "Kalau tahun ini ada 30-an orang yang terancam hukuman mati di Malaysia. Tahun lalu mencapai 177 orang," kata Agus seusai pertemuan koordinasi dengan Asosiasi Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Nusa Tenggara Barat (NTB), di Senggigi, Lombok Barat, Sabtu.

      Kasus terbaru, kata Agus, dialami Walfrida Soik (17), Tenaga Kerja Wanita (TKW) asal Desa Raimanus, Kecamatan Raimanuk, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang saat ini berada di Penjara Pengkalan Cepa, Kota Bharu, karena dalam proses hukum dengan tuduhan membunuh majikannya bernama Puan Yeap.

     Anak dari pasangan Ricardus Mau dan Maria Kolo itu, direkrut oleh seorang calo Perusahaan Pengerah Jasa TKI yakni Dominikus Neak, penyuluh KB pada Kantor Kecamatan Raimanus yang bekerja untuk sebuah penampungan TKI di seputaran Tenau Kabupaten Kupang.

     Walfrida kemudian "dijual" ke AP Master-Malaysia pada November 2009, dan diberangkatkan ke Malaysia tanpa sepengetahuan keluarganya.

     Selanjutnya Walfrida ditampung oleh Agensi Pekerjaan Master Sdn. Bhd/Lenny Interprise kemudian dipaksa bekerja pada Lee Che Keng /Mr. Lee/A Weng sebagai penjaga Puan Yeap yang sedang sakit (parkinson) dan baru saja menjalani operasi bedah otak.

     Padahal, AP Master mengetahui kalau kondisi kejiwaan Walfrida sedang terganggu akibat sering disiksa.

     Walfrida akhirnya bersedia dipekerjakan menjaga Puan Yeap dan berujung terjadinya pembunuhan pada 8 Desember 2009 di Kampung Lubuk Tapah, Pasir Mas, Kelantan, Malaysia, hingga kasus pembunuhan itu disidangkan pada 8 Januari 2011.

     Agus mengatakan, KBRI di Malaysia menyewa pengacara handal untuk membela Walfrida di pengadilan, agar luput dari hukuman mati.

     "Sidang lanjutan akan digelar 20 April mendatang, dan kami akan berupaya semaksimal mungkin untuk membela Wilfrida," ujarnya.

     Ia mengatakan, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Malaysia terus berupaya dengan berbagai cara agar Warga Negara Indonesia yang terlibat tindak pidana di negeri Jiran itu tidak dihukum mati.

     "Memang selama ini banyak yang diancam hukuman mati, dan hukum di sana memungkinkan, tetapi kita tetap membuat perlindungan semaksimal mungkin," ujarnya.

     Menurut Agus, dalam lima tahun terakhir ini tidak ada seorang pun Warga Negara Indonesia yang dihukum mati di Malaysia, berkat kerja keras KBRI dalam memperjuangkan hak hidup warga Indonesia yang terlibat masalah hukum.

    Upaya nyata yang dilakukan KBRI di Malaysia, kata Agus, antara lain menggunakan pengacara handal baik dari kalangan internal (Indonesia) maupun pengacara bayaran dari Malaysia.

     "Lawyer (pengacara) itu bertugas semenjak di tingkat Mahkamah Rendah, Mahkamah Tinggi hingga Mahmakah Rayuan (Mahkamah Agung). Kalau ada ancaman hukuman mati maka kita meminta pengampunan Mahkamah Rayuan itu, dan seorang Duta Besar yang melakukan itu," ujarnya.

     Agus mencontohkan, ancaman hukuman mati yang menimpa empat orang WNI di Malaysia pada 2010, yang kemudian luput dari hukuman mati itu setelah ada upaya KBRI di Malaysia. (*/Devi)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024