Lombok Barat (ANTARA) - Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram, Kementerian Pertanian (Kementan), memperkuat pemahaman aparat dari berbagai institusi di Nusa Tenggara Barat, terkait pengawasan lalu lintas tumbuhan dan satwa liar (TSL) yang berpotensi membawa hama dan penyakit.
"Kami merasa perlu melakukan sosialiasi karena kami melihat masih ada masyarakat yang belum memenuhi persyaratan melalulintaskan TSL," kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram Arinaung, di sela sosialisasi peraturan perkarantinaan tentang pengawasan dan pengendalian TSL, di Kabupaten Lombok Barat, Kamis.
Ia mengatakan peraturan mengenai pengawasan lalu lintas TSL tersebut wajib disampaikan kepada masyarakat demi melindungi kelestarian dan kekayaan sumber daya alam di wilayah NTB, di samping menjaga daerah tetap aman dari sisi kesehatan.
Para pihak yang diberikan penguatan pemahaman berasal dari unsur Balai Karantina Pertanian yang bertugas di seluruh pelabuhan di NTB. Selain itu, dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Kepolisian Daerah NTB.
Arinaung menambahkan dari unsur pengawas di pelabuhan, yakni Bea Cukai, Komandan Detasemen Polisi Militer TNI AL (Dandenpomal) Lanal Mataram, ASDP Cabang Lembar, Pelindo Cabang Lembar serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Lembar..
"Kami juga mengundang penangkar satwa di Lombok, pengedar dan pengepul satwa, pengelola kebun binatang dan pedagang di pasar burung serta komunitas peduli burung Kicau Mania," ujarnya.
Ia mengatakan para perwakilan institusi dan dari unsur masyarakat itu diberikan pemahaman, terutama mengenai Undang-Undang Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Regulasi tersebut, katanya, setiap TSL yang akan dilalulintaskan melalui pelabuhan atau bandara wajib memiliki dokumen berupa surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri, yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Yang masih sering ditemukan adalah masyarakat yang belum memenuhi persyaratan melalulintaskan burung. Jika ada temuan, kami berkoordinasi dengan BKSDA NTB," kata Arinaung.
"Kami merasa perlu melakukan sosialiasi karena kami melihat masih ada masyarakat yang belum memenuhi persyaratan melalulintaskan TSL," kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Mataram Arinaung, di sela sosialisasi peraturan perkarantinaan tentang pengawasan dan pengendalian TSL, di Kabupaten Lombok Barat, Kamis.
Ia mengatakan peraturan mengenai pengawasan lalu lintas TSL tersebut wajib disampaikan kepada masyarakat demi melindungi kelestarian dan kekayaan sumber daya alam di wilayah NTB, di samping menjaga daerah tetap aman dari sisi kesehatan.
Para pihak yang diberikan penguatan pemahaman berasal dari unsur Balai Karantina Pertanian yang bertugas di seluruh pelabuhan di NTB. Selain itu, dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Kepolisian Daerah NTB.
Arinaung menambahkan dari unsur pengawas di pelabuhan, yakni Bea Cukai, Komandan Detasemen Polisi Militer TNI AL (Dandenpomal) Lanal Mataram, ASDP Cabang Lembar, Pelindo Cabang Lembar serta Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Lembar..
"Kami juga mengundang penangkar satwa di Lombok, pengedar dan pengepul satwa, pengelola kebun binatang dan pedagang di pasar burung serta komunitas peduli burung Kicau Mania," ujarnya.
Ia mengatakan para perwakilan institusi dan dari unsur masyarakat itu diberikan pemahaman, terutama mengenai Undang-Undang Nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan.
Regulasi tersebut, katanya, setiap TSL yang akan dilalulintaskan melalui pelabuhan atau bandara wajib memiliki dokumen berupa surat angkut tumbuhan dan satwa dalam negeri, yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
"Yang masih sering ditemukan adalah masyarakat yang belum memenuhi persyaratan melalulintaskan burung. Jika ada temuan, kami berkoordinasi dengan BKSDA NTB," kata Arinaung.