Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (BPJAMSOSTEK) mengumpulkan seluruh asosiasi buruh untuk menyerap aspirasi mereka terkait polemik pembayaran manfaat jaminan hari tua (JHT).
Rapat koordinasi yang dipimpin Kepala Disnakertrans NTB I Gde Putu Aryadi, di Mataram, Jumat, diikuti oleh Kepala Cabang BPJAMSOSTEK NTB Adventus Edison Souhuwat, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) NTB I Wayan Jaman Saputra, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) NTB Yustinus Habur, dan asosiasi buruh lainnya.
"Pertemuan ini dalam rangka menyerap aspirasi dari asosiasi buruh dan para pelaku usaha. Hasil pertemuan berupa rekomendasi akan kami kirim ke pusat dilengkapi surat pengantar dari dinas," kata Kepala Disnakertrans NTB I Gede Aryadi.
Menurut dia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua masih menuai polemik dari berbagai pihak yang berbeda persepsi.
Namun, pada intinya pemerintah tetap ingin melindungi kepentingan buruh dan pengusaha, sehingga keduanya harus berjalan harmonis.
"Permenaker itu juga tidak melanggar Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum KSPSI NTB Yustinus Habur tetap menolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Sebab, waktu penerbitan regulasi tersebut tidak tepat karena para buruh masih dalam kondisi kesulitan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19. Apalagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja membutuhkan dana segar untuk bisa memanfaatkan dana JHT untuk berwirausaha.
"Waktunya yang tidak tepat. Apalagi di Lombok, buruh sudah terdampak gempa bumi dilanjutkan dengan COVID-19, ini masalahnya," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Cabang BPJAMSOSTEK NTB Adventus Edison Souhuwat menjelaskan bahwa JHT merupakan program perlindungan yang diselenggarakan oleh BPJAMSOSTEK dengan tujuan menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.
Manfaat JHT berupa uang tunai yang besarannya adalah akumulasi seluruh iuran ditambah dengan hasil pengembangannya. Namun uang tunai dari manfaat JHT dapat dibayarkan sekaligus dan sebagian.
Untuk uang tunai yang dibayarkan sekaligus apabila peserta telah memenuhi beberapa syarat.
"Untuk uang tunai yang dibayarkan sebagian dapat dibayarkan maksimal 10 persen dalam rangka persiapan memasuki masa pensiun atau 30 persen untuk kepemilikan rumah," katanya.
Ia mengatakan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dan belum mencapai usia pensiun, pihaknya sudah menyiapkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) sebagai program pengganti karena tidak bisa mengambil manfaat dana JHT sebelum usia 56 tahun.
Adapun manfaat program JKP berupa dana santunan selama tiga bulan pertama sebesar 45 persen dari upah yang dilaporkan. Kemudian pada tiga bulan kedua sebesar 25 persen.
Mantan pekerja juga mendapat manfaat berupa pelatihan keterampilan lain yang bisa mendukung untuk mendapatkan pekerjaan lagi atau berwirausaha. Selain itu, mendapatkan informasi lapangan pekerjaan atau lowongan kerja.
"Untuk manfaat pembayaran santunan selama enam bulan diberikan oleh BPJAMSOSTEK, kalau untuk manfaat JKP berupa pelatihan dan informasi lowongan kerja disajikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan," kata Adventus.
Ia juga mengatakan bagi pekerja yang habis masa kontrak tidak mendapatkan JKP karena tidak diatur dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Namun, berhak ikut program Kartu Prakerja Kemenaker.
Rapat koordinasi yang dipimpin Kepala Disnakertrans NTB I Gde Putu Aryadi, di Mataram, Jumat, diikuti oleh Kepala Cabang BPJAMSOSTEK NTB Adventus Edison Souhuwat, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) NTB I Wayan Jaman Saputra, Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) NTB Yustinus Habur, dan asosiasi buruh lainnya.
"Pertemuan ini dalam rangka menyerap aspirasi dari asosiasi buruh dan para pelaku usaha. Hasil pertemuan berupa rekomendasi akan kami kirim ke pusat dilengkapi surat pengantar dari dinas," kata Kepala Disnakertrans NTB I Gede Aryadi.
Menurut dia, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua masih menuai polemik dari berbagai pihak yang berbeda persepsi.
Namun, pada intinya pemerintah tetap ingin melindungi kepentingan buruh dan pengusaha, sehingga keduanya harus berjalan harmonis.
"Permenaker itu juga tidak melanggar Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum KSPSI NTB Yustinus Habur tetap menolak Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Sebab, waktu penerbitan regulasi tersebut tidak tepat karena para buruh masih dalam kondisi kesulitan ekonomi akibat dampak pandemi COVID-19. Apalagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja membutuhkan dana segar untuk bisa memanfaatkan dana JHT untuk berwirausaha.
"Waktunya yang tidak tepat. Apalagi di Lombok, buruh sudah terdampak gempa bumi dilanjutkan dengan COVID-19, ini masalahnya," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Kepala Cabang BPJAMSOSTEK NTB Adventus Edison Souhuwat menjelaskan bahwa JHT merupakan program perlindungan yang diselenggarakan oleh BPJAMSOSTEK dengan tujuan menjamin agar peserta menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.
Manfaat JHT berupa uang tunai yang besarannya adalah akumulasi seluruh iuran ditambah dengan hasil pengembangannya. Namun uang tunai dari manfaat JHT dapat dibayarkan sekaligus dan sebagian.
Untuk uang tunai yang dibayarkan sekaligus apabila peserta telah memenuhi beberapa syarat.
"Untuk uang tunai yang dibayarkan sebagian dapat dibayarkan maksimal 10 persen dalam rangka persiapan memasuki masa pensiun atau 30 persen untuk kepemilikan rumah," katanya.
Ia mengatakan bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja dan belum mencapai usia pensiun, pihaknya sudah menyiapkan program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) sebagai program pengganti karena tidak bisa mengambil manfaat dana JHT sebelum usia 56 tahun.
Adapun manfaat program JKP berupa dana santunan selama tiga bulan pertama sebesar 45 persen dari upah yang dilaporkan. Kemudian pada tiga bulan kedua sebesar 25 persen.
Mantan pekerja juga mendapat manfaat berupa pelatihan keterampilan lain yang bisa mendukung untuk mendapatkan pekerjaan lagi atau berwirausaha. Selain itu, mendapatkan informasi lapangan pekerjaan atau lowongan kerja.
"Untuk manfaat pembayaran santunan selama enam bulan diberikan oleh BPJAMSOSTEK, kalau untuk manfaat JKP berupa pelatihan dan informasi lowongan kerja disajikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan," kata Adventus.
Ia juga mengatakan bagi pekerja yang habis masa kontrak tidak mendapatkan JKP karena tidak diatur dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Namun, berhak ikut program Kartu Prakerja Kemenaker.