Wina (ANTARA) - Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, pada Rabu (3/8/2022) mengumumkan akan sedikit meningkatkan produksinya pada September tahun ini, meskipun ada seruan untuk kenaikan lebih cepat guna mengendalikan harga minyak mentah yang tinggi.
Aliansi minyak memutuskan untuk meningkatkan produksi sebesar 100.000 barel per hari (bph) untuk September, menurut pernyataan OPEC yang dirilis setelah Pertemuan Tingkat Menteri OPEC dan nonOPEC ke-31.
Pertemuan itu mencatat "fundamental pasar minyak yang dinamis dan berkembang pesat" serta "ketersediaan yang sangat terbatas" dari kapasitas cadangan karena kurangnya investasi jangka panjang di sektor minyak, kata pernyataan itu.
OPEC+ memperingatkan bahwa investasi yang tidak mencukupi ke sektor hulu industri minyak akan "berdampak pada ketersediaan pasokan yang memadai pada waktu yang tepat untuk memenuhi permintaan yang meningkat setelah tahun 2023."
Keputusan aliansi pada Rabu (3/8/2022) datang karena harga minyak mentah tetap tinggi di tengah berlanjutnya pasokan yang ketat dan ketegangan geopolitik. Meskipun minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent telah turun di tengah kekhawatiran resesi sejak pertemuan tingkat menteri OPEC+ terakhir pada akhir Juni, kedua tolok ukur tersebut masih berada di sekitar 100 dolar AS per barel dalam beberapa pekan terakhir, terus mendorong inflasi di banyak negara.
OPEC+ memangkas produksi minyak secara besar-besaran pada tahun 2020 ketika pandemi COVID-19 menekan permintaan. Sejak Juli 2021, grup tersebut telah mengurangi pemotongan produksi dengan meningkatkan produksi sebesar 400.000 menjadi 648.000 barel per hari setiap bulan.
Secara teori, total produksi aliansi seharusnya telah kembali ke tingkat pra-pandemi pada akhir Agustus, tetapi beberapa anggotanya dilaporkan telah berjuang untuk memenuhi kuota mereka. Laporan bulanan terbaru OPEC menunjukkan bahwa Angola dan Nigeria turun secara signifikan di belakang target produksi mereka pada bulan Juni.
OPEC+ sejauh ini telah menahan tekanan dari Amerika Serikat dan konsumen minyak utama lainnya, yang selama berbulan-bulan telah menekan kelompok tersebut untuk membuka keran lebih lebar guna menjinakkan harga minyak mentah yang melambung tinggi dan inflasi yang melonjak.
Presiden AS Joe Biden mengunjungi Arab Saudi pada pertengahan Juli dalam upaya untuk mendesak pemimpin de facto OPEC untuk memompa lebih banyak minyak, tetapi Riyadh telah berulang kali menekankan komitmennya pada aliansi OPEC+. Pertemuan tingkat menteri OPEC+ berikutnya akan diadakan pada 5 September.
Aliansi minyak memutuskan untuk meningkatkan produksi sebesar 100.000 barel per hari (bph) untuk September, menurut pernyataan OPEC yang dirilis setelah Pertemuan Tingkat Menteri OPEC dan nonOPEC ke-31.
Pertemuan itu mencatat "fundamental pasar minyak yang dinamis dan berkembang pesat" serta "ketersediaan yang sangat terbatas" dari kapasitas cadangan karena kurangnya investasi jangka panjang di sektor minyak, kata pernyataan itu.
OPEC+ memperingatkan bahwa investasi yang tidak mencukupi ke sektor hulu industri minyak akan "berdampak pada ketersediaan pasokan yang memadai pada waktu yang tepat untuk memenuhi permintaan yang meningkat setelah tahun 2023."
Keputusan aliansi pada Rabu (3/8/2022) datang karena harga minyak mentah tetap tinggi di tengah berlanjutnya pasokan yang ketat dan ketegangan geopolitik. Meskipun minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent telah turun di tengah kekhawatiran resesi sejak pertemuan tingkat menteri OPEC+ terakhir pada akhir Juni, kedua tolok ukur tersebut masih berada di sekitar 100 dolar AS per barel dalam beberapa pekan terakhir, terus mendorong inflasi di banyak negara.
OPEC+ memangkas produksi minyak secara besar-besaran pada tahun 2020 ketika pandemi COVID-19 menekan permintaan. Sejak Juli 2021, grup tersebut telah mengurangi pemotongan produksi dengan meningkatkan produksi sebesar 400.000 menjadi 648.000 barel per hari setiap bulan.
Baca juga: Minyak jatuh tertekan peningkatan persediaan AS
Baca juga: Harga minyak naik tipis menjelang pertemuan OPEC+
Secara teori, total produksi aliansi seharusnya telah kembali ke tingkat pra-pandemi pada akhir Agustus, tetapi beberapa anggotanya dilaporkan telah berjuang untuk memenuhi kuota mereka. Laporan bulanan terbaru OPEC menunjukkan bahwa Angola dan Nigeria turun secara signifikan di belakang target produksi mereka pada bulan Juni.
OPEC+ sejauh ini telah menahan tekanan dari Amerika Serikat dan konsumen minyak utama lainnya, yang selama berbulan-bulan telah menekan kelompok tersebut untuk membuka keran lebih lebar guna menjinakkan harga minyak mentah yang melambung tinggi dan inflasi yang melonjak.
Presiden AS Joe Biden mengunjungi Arab Saudi pada pertengahan Juli dalam upaya untuk mendesak pemimpin de facto OPEC untuk memompa lebih banyak minyak, tetapi Riyadh telah berulang kali menekankan komitmennya pada aliansi OPEC+. Pertemuan tingkat menteri OPEC+ berikutnya akan diadakan pada 5 September.
Aliansi minyak memutuskan untuk meningkatkan produksi sebesar 100.000 barel per hari (bph) untuk September, menurut pernyataan OPEC yang dirilis setelah Pertemuan Tingkat Menteri OPEC dan nonOPEC ke-31.
Pertemuan itu mencatat "fundamental pasar minyak yang dinamis dan berkembang pesat" serta "ketersediaan yang sangat terbatas" dari kapasitas cadangan karena kurangnya investasi jangka panjang di sektor minyak, kata pernyataan itu.
OPEC+ memperingatkan bahwa investasi yang tidak mencukupi ke sektor hulu industri minyak akan "berdampak pada ketersediaan pasokan yang memadai pada waktu yang tepat untuk memenuhi permintaan yang meningkat setelah tahun 2023."
Keputusan aliansi pada Rabu (3/8/2022) datang karena harga minyak mentah tetap tinggi di tengah berlanjutnya pasokan yang ketat dan ketegangan geopolitik. Meskipun minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent telah turun di tengah kekhawatiran resesi sejak pertemuan tingkat menteri OPEC+ terakhir pada akhir Juni, kedua tolok ukur tersebut masih berada di sekitar 100 dolar AS per barel dalam beberapa pekan terakhir, terus mendorong inflasi di banyak negara.
OPEC+ memangkas produksi minyak secara besar-besaran pada tahun 2020 ketika pandemi COVID-19 menekan permintaan. Sejak Juli 2021, grup tersebut telah mengurangi pemotongan produksi dengan meningkatkan produksi sebesar 400.000 menjadi 648.000 barel per hari setiap bulan.
Secara teori, total produksi aliansi seharusnya telah kembali ke tingkat pra-pandemi pada akhir Agustus, tetapi beberapa anggotanya dilaporkan telah berjuang untuk memenuhi kuota mereka. Laporan bulanan terbaru OPEC menunjukkan bahwa Angola dan Nigeria turun secara signifikan di belakang target produksi mereka pada bulan Juni.
OPEC+ sejauh ini telah menahan tekanan dari Amerika Serikat dan konsumen minyak utama lainnya, yang selama berbulan-bulan telah menekan kelompok tersebut untuk membuka keran lebih lebar guna menjinakkan harga minyak mentah yang melambung tinggi dan inflasi yang melonjak.
Presiden AS Joe Biden mengunjungi Arab Saudi pada pertengahan Juli dalam upaya untuk mendesak pemimpin de facto OPEC untuk memompa lebih banyak minyak, tetapi Riyadh telah berulang kali menekankan komitmennya pada aliansi OPEC+. Pertemuan tingkat menteri OPEC+ berikutnya akan diadakan pada 5 September.
Aliansi minyak memutuskan untuk meningkatkan produksi sebesar 100.000 barel per hari (bph) untuk September, menurut pernyataan OPEC yang dirilis setelah Pertemuan Tingkat Menteri OPEC dan nonOPEC ke-31.
Pertemuan itu mencatat "fundamental pasar minyak yang dinamis dan berkembang pesat" serta "ketersediaan yang sangat terbatas" dari kapasitas cadangan karena kurangnya investasi jangka panjang di sektor minyak, kata pernyataan itu.
OPEC+ memperingatkan bahwa investasi yang tidak mencukupi ke sektor hulu industri minyak akan "berdampak pada ketersediaan pasokan yang memadai pada waktu yang tepat untuk memenuhi permintaan yang meningkat setelah tahun 2023."
Keputusan aliansi pada Rabu (3/8/2022) datang karena harga minyak mentah tetap tinggi di tengah berlanjutnya pasokan yang ketat dan ketegangan geopolitik. Meskipun minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan Brent telah turun di tengah kekhawatiran resesi sejak pertemuan tingkat menteri OPEC+ terakhir pada akhir Juni, kedua tolok ukur tersebut masih berada di sekitar 100 dolar AS per barel dalam beberapa pekan terakhir, terus mendorong inflasi di banyak negara.
OPEC+ memangkas produksi minyak secara besar-besaran pada tahun 2020 ketika pandemi COVID-19 menekan permintaan. Sejak Juli 2021, grup tersebut telah mengurangi pemotongan produksi dengan meningkatkan produksi sebesar 400.000 menjadi 648.000 barel per hari setiap bulan.
Baca juga: Minyak jatuh tertekan peningkatan persediaan AS
Baca juga: Harga minyak naik tipis menjelang pertemuan OPEC+
Secara teori, total produksi aliansi seharusnya telah kembali ke tingkat pra-pandemi pada akhir Agustus, tetapi beberapa anggotanya dilaporkan telah berjuang untuk memenuhi kuota mereka. Laporan bulanan terbaru OPEC menunjukkan bahwa Angola dan Nigeria turun secara signifikan di belakang target produksi mereka pada bulan Juni.
OPEC+ sejauh ini telah menahan tekanan dari Amerika Serikat dan konsumen minyak utama lainnya, yang selama berbulan-bulan telah menekan kelompok tersebut untuk membuka keran lebih lebar guna menjinakkan harga minyak mentah yang melambung tinggi dan inflasi yang melonjak.
Presiden AS Joe Biden mengunjungi Arab Saudi pada pertengahan Juli dalam upaya untuk mendesak pemimpin de facto OPEC untuk memompa lebih banyak minyak, tetapi Riyadh telah berulang kali menekankan komitmennya pada aliansi OPEC+. Pertemuan tingkat menteri OPEC+ berikutnya akan diadakan pada 5 September.