Mataram (ANTARA) - Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, menyiapkan dana sekitar Rp1 miliar untuk pulsa internet bagi 999 orang tim pendamping keluarga berisiko "stunting" atau balita kerdil.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kota Mataram HM Carnoto di Mataram, Jumat, mengatakan, sebanyak 999 orang tim pendamping keluarga berisiko "stunting" itu tersebar di 50 kelurahan se-Kota Mataram. "Tim tersebut berasal dari tiga unsur yakni kader kesehatan, kader PKK, dan bidan. Mereka mendapatkan uang pulsa masing-masing Rp100 ribu per bulan," katanya.
Menurutnya, uang pulsa sebesar Rp1 miliar lebih itu bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2022 dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Total alokasi anggaran DAU tahun 2022 dari BKKBN sekitar Rp6 miliar untuk program upaya percepatan penanggulangan kasus balita kerdil di Kota Mataram baik kegiatan fisik maupun non fisik. "Pulsa untuk tim pendamping ini, ditransfer langsung dari PT Telkom Indonesia. Bukan dari kita," katanya menjelaskan.
Dikatakan, pemberian uang pulsa kepada ratusan tim pendamping keluarga stunting itu dimaksudkan untuk mempermudah laporan hasil kerja mereka melalui aplikasi yang ada. "Dengan demikian, tidak ada alasan bagi tim untuk tidak melaporkan hasil pendataan yang dilakukan," katanya.
Dikatakan, tim pendamping keluarga berisiko stunting diturunkan untuk mendapatkan data riil keluarga yang masuk kriteria berisiko stunting "by name by address". Beberapa kriteria keluarga berisiko memiliki balita kerdil meliputi, usia ibu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat jarak kelahiran atau bisa disebut 4T.
Data yang dihasilkan tim pendamping keluarga tersebut akan menjadi data base untuk berbagai program intervensi jangka panjang. Jika sudah ada data, DP2KB bisa melakukan intervensi menyeluruh bekerja sama dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait sesuai bidang masing-masing.
Baca juga: Turunkan angka stunting, Pemerintah Desa Ubung siapkan dana Rp30 Juta
Baca juga: Cegah stunting, Desa Ubung luncurkan Program "Pang Gizi"
Misalnya, dari Dinas Kesehatan saat ini sudah melaksanakan program pemberian makanan tambahan bagi balita untuk meningkatkan gizi. Dinas Perkim misalnya terkait dengan penanganan kondisi tempat tinggal, dan lainnya. "Penanganan stunting harus dilakukan secara bersama dan berkolaborasi dengan pihak terkait, tidak bisa dari kita (DP2KB-red) saja," katanya.
Carnoto menambahkan, data kasus balita kerdil di Kota Mataram dari hasil kegiatan penimbangan balita bulan Agustus 2022, tercatat 17,33 persen dari 94 persen data balita yang sudah di input. Kasus balita kerdil di Kota Mataram sebesar 17,33 persen itu sudah menurun dibandingkan tahun sebelumnya 2021 yang mencapai 24,3 persen.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kota Mataram HM Carnoto di Mataram, Jumat, mengatakan, sebanyak 999 orang tim pendamping keluarga berisiko "stunting" itu tersebar di 50 kelurahan se-Kota Mataram. "Tim tersebut berasal dari tiga unsur yakni kader kesehatan, kader PKK, dan bidan. Mereka mendapatkan uang pulsa masing-masing Rp100 ribu per bulan," katanya.
Menurutnya, uang pulsa sebesar Rp1 miliar lebih itu bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) tahun 2022 dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Total alokasi anggaran DAU tahun 2022 dari BKKBN sekitar Rp6 miliar untuk program upaya percepatan penanggulangan kasus balita kerdil di Kota Mataram baik kegiatan fisik maupun non fisik. "Pulsa untuk tim pendamping ini, ditransfer langsung dari PT Telkom Indonesia. Bukan dari kita," katanya menjelaskan.
Dikatakan, pemberian uang pulsa kepada ratusan tim pendamping keluarga stunting itu dimaksudkan untuk mempermudah laporan hasil kerja mereka melalui aplikasi yang ada. "Dengan demikian, tidak ada alasan bagi tim untuk tidak melaporkan hasil pendataan yang dilakukan," katanya.
Dikatakan, tim pendamping keluarga berisiko stunting diturunkan untuk mendapatkan data riil keluarga yang masuk kriteria berisiko stunting "by name by address". Beberapa kriteria keluarga berisiko memiliki balita kerdil meliputi, usia ibu terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat jarak kelahiran atau bisa disebut 4T.
Data yang dihasilkan tim pendamping keluarga tersebut akan menjadi data base untuk berbagai program intervensi jangka panjang. Jika sudah ada data, DP2KB bisa melakukan intervensi menyeluruh bekerja sama dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait sesuai bidang masing-masing.
Baca juga: Turunkan angka stunting, Pemerintah Desa Ubung siapkan dana Rp30 Juta
Baca juga: Cegah stunting, Desa Ubung luncurkan Program "Pang Gizi"
Misalnya, dari Dinas Kesehatan saat ini sudah melaksanakan program pemberian makanan tambahan bagi balita untuk meningkatkan gizi. Dinas Perkim misalnya terkait dengan penanganan kondisi tempat tinggal, dan lainnya. "Penanganan stunting harus dilakukan secara bersama dan berkolaborasi dengan pihak terkait, tidak bisa dari kita (DP2KB-red) saja," katanya.
Carnoto menambahkan, data kasus balita kerdil di Kota Mataram dari hasil kegiatan penimbangan balita bulan Agustus 2022, tercatat 17,33 persen dari 94 persen data balita yang sudah di input. Kasus balita kerdil di Kota Mataram sebesar 17,33 persen itu sudah menurun dibandingkan tahun sebelumnya 2021 yang mencapai 24,3 persen.