PPP NTB ajak seluruh kader bersatu pasca-rekonsiliasi DPP

id NTB,Dualisme PPP,PPP NTB,Islah PPP

PPP NTB ajak seluruh kader bersatu pasca-rekonsiliasi DPP

Sekretaris DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Nusa Tenggara Barat Moh Akri. ANTARA/Nur Imansyah

Mataram (ANTARA) - Sekretaris Wilayah DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Nusa Tenggara Barat, Moh Akri mengajak seluruh pengurus dan kader di wilayah itu untuk kembali bersatu pascaputusan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menerbitkan surat keputusan (SK) baru mengenai kepengurusan yang menyatukan kubu Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto.

"Dengan islah itu tidak ada lagi kubu-kubu-an. PPP sekarang bersatu mempersiapkan diri menyambut Pemilu 2029," ujar Moh Akri di Mataram, Selasa.

Akri mengatakan salah satu kesepakatan dalam islah DPP tersebut selama enam bulan DPW maupun DPC tidak diperbolehkan mengambil langkah politik apa pun di daerah. Sebab PPP tetap mengacu pada Peraturan Organisasi (PO) DPP PPP.

Dia juga tidak ingin menanggapi apa yang pernah disampaikan Ketua DPW PPP NTB Muzihir baru -baru ini, meskipun ancaman keras mengarah kepada dirinya. Bagi Akri semua itu proses politik yang sudah biasa terjadi di tubuh PPP.

"Saya anggap itu bagian dari dinamika politik. Sah-sah saja pak ketua berkomentar demikian, mengancam, hendak memecat dan lain lain. Barangkali pak ketua lagi pusing banyak kerjaan. Jadi saya tidak ingin menanggapi beliau," ujar Akri.

Baca juga: SK baru Menhum akhiri dualisme di PPP

Menurut dia, tidak ada lagi kubu-kubu-an di daerah. Saat ini semua pihak dalam posisi merangkul bukan memukul. Justru, menurut dia, jika tetap memukul itu semua bisa merusak konsentrasi politik ke depan.

"Jangan sampai PPP dianggap kerdil bahkan misi besar memenangkan Pemilu akan terkuras habis lantaran saling singgung satu sama lain. Pemimpin itu semestinya merangkul, bukan memukul. Mari sama-sama kita bersatu," ujar Ketua Ketua Komisi I DPRD NTB ini.

Akri mengimbau kader PPP di bawah untuk kembali melakukan kerja-kerja politik. Islah DPP menandakan semua dinamika sudah selesai, dan kader diharapkan fokus bekerja untuk rakyat.

"Prinsip kita sama-sama merangkul satu sama lain. Tentunya kita tidak dalam rangka saling memukul tanda kutip. Enam bulan ke depan kita fokus kerja sambil nunggu instruksi DPP," katanya.

Ia mengatakan kerja-kerja politik untuk 2029 tidak lah ringan, sebab tahun depan merupakan ajang konsolidasi. Tahun 2027 dilanjutkan agenda verifikasi, dan baru tahun 2028 kader dituntut untuk melakukan kerja-kerja elektoral.

"Dengan time line tersebut menjadi alasan penting DPP mengapa kisruh Muktamar XI itu tidak diperpanjang-panjang lagi. Nah kita di daerah pun demikian," ujarnya.

Baca juga: Tak ada intervensi pemerintah soal keputusan Ketum PPP

Menurut dia, sebaiknya menyiapkan kerja-kerja politik, sebab kader ini salah satu pekerja elekrotal, dan dinamika yang ada disikapi dewasa saja.

"Bahwa ini dinamika dan terjadi juga di tingkat pusat. Sekarang sudah selesai. Tidak ada lagi intrik-intrik, pemecatan apalagi PAW yang disuarakan di daerah," ujarnya.

Akri menegaskan pesan penting islah DPP bahwa semua kader tidak ada yang saling memukul, dan tidak ada Muswil dan Muscab selama enam bulan ke depan di NTB.

Sebelumnya Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menerbitkan SK baru mengenai kepengurusan PPP, yang menyatukan kubu Muhammad Mardiono dan Agus Suparmanto.

"Hari ini saya mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Hukum yang baru di mana Muhammad Mardiono tetap menjadi Ketua Umum PPP, kemudian Agus menjadi Wakil Ketua Umum, Taj Yasin menjadi Sekretaris Jenderal, dan Fauzan menjadi Bendahara Umum," ujar Supratman, Senin.

Supratman mengatakan total terdapat enam orang yang didaftarkan sebagai pengurus dalam SK Menkum mengenai kepengurusan PPP.

Baca juga: PPP NTB mengevaluasi kader tak dukung Mardiono
Baca juga: Rommy: Tak benar Mardiono terpilih sebagai Ketum PPP secara aklamasi
Baca juga: Plt. Mardiono terpilih secara aklamasi Ketum PPP

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.