{jpg*2}
"Hari baru telah datang menjelang. Kehidupan terus berjalan. Pohon-pohon jadikan teman Kehidupan agar tak terhenti". Demikian sepenggal lirik lagu bertema lingkungan karya penyanyi legendaris Iwan Fals bertajuk "Pohon Untuk Kehidupan".
Tembang itu sarat pesan-pesan moral mengenai pentingnya menanam pohon dan menjaga kelestarian lingkungan.
Lagu bergenre "Pop Rock" yang sarat makna filosofis itu agaknya memberikan semangat bagi seluruh masyarakat dan pemerintah termasuk dalam konteks mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Bagi Pemerintah Kota Mataram yang kini sedang berjuang mewujudkan 30 persen RTH melalui konsep "Mataram Kota Hijau", menanam pohon itu sangat penting.
Karena itu setiap momen peringatan hari besar nasional, Pemerintah Kota Mataram selalu mengaitkan dengan kegiatan menanam pohon termasuk pada peringatan Hari Pahlawan 2012 pada Sabtu (10/11) yang juga dikaitkan dengan Bulan Menanam Indonesia.
Kegiatan penghijauan itu dilaksanakan bekerja sama dengan PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Nusa Tenggara Barat dengan menanam 700 bibit pohon trembesi (Albizia saman) di sepanjang bantaran Kali Jangkuk dalam ranga Bulan Menanam Indonesia dan Hari Pahlawan.
Kegiatan penghijauan di bantaran Kali Jangkuk Mataram, Sabtu, diawali dengan penyerahan secara simbolis bibit pohon trembesi oleh Kepala Cabang PT Jasa Rajarja (Persero) Cabang NTB Hairul Aswin SE kepada Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh.
Kepala PT Jasa Raharja (Persero) Cabang NTB Hairul Aswan mengatakan, kegiatan penghijauan ini merupakan salah satu perwujudan dari enam pilar Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sekaligus memperkenalkan keberadaan Jasa Raharja yang mengemban tugas negara dalam asuransi kecelakaan lalulintas.
"Kami berterima kasih, karena diberikan kesempatan untuk ikut menghijaukan Kota Mataram. Keterlibatan kami dalam program penhijauan ini merupakan yang pertama kali. Ini merupakan salah satu pilar program bina lingkungan yang kami laksanakan," ujarnya.
Ia menyatakan, siap mendukung program pembangunan yang digalakkan Pemerintah Kota Mataram terutama yang terkait program bina lingkungan, seperti melaksanakan penghijauan menuju Mataram Kota Hijau.
"Ini merupakan tugas sampingan kami sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), selain memberikan santunan kepada para korban kecelakaan lalulintas di jalan raya, kami juga membantu pemerintah kabupaten/kota termasuk dalam mewujudkan konsep Mataram Kota Hijau," kata Hairul.
Perlu dicontoh
Wali Kota Mataram Ahyar Abduh mengatakan keterlibatan Jasa Raharja dalam kegiatan penghijauan ini perlu dicontoh oleh banyak BUMN dan BUMD lain untuk ikut serta bersama peemrintah di Kota Mataram menunjukkan kepeduliannya terhadap ikhtiar pembangunan yang sedang dilaksanakan di daerah ini.
{jpg*3}
"Dalam hal ini, termasuk bagiamana menghijaukan Kota Mataram. Peraturan-perndangan mengamanahkan kepada semua kabupaten/kota untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau, 30 persen dari luas wilayah dan hingga kini baru tercapai sekitar 22 persen, sehingga masih cukup luas yang harus kita upayakan," ujarnya.
Karena itu, katanya, beberapa lokasi yang merupakan lahan publik akan dihijaukan termasuk di sepanjang Jalan Penghulu Agung dan di beberapa lokasi lainnya. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi target 30 persen ruang tebuka hijau.
Seusai acara penghijauan di bantaran Sungai Jangkuk, Ahyar mengatakan, pihaknya akan berupaya melakukan penghijauan di area publik maupun di sekitar kawasan pemukiman guna mencapai target 30 persen RTH.
"Saya akan terus berupaya menambah luas RTH sekaligus untuk mewujudkan Kota Mataram sebagai kota hijau. Belum lama ini kami sudah membuka RTH di Lingkungan Karang Prawa Kelurahan Abian Tubuh Baru," kata Ahyar.
Menurut dia, program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) penting diwujudkan, karena selain menjadi paru-paru kota, RTH juga bisa menjadi pusat edukasi dan bermain bagi warga sekitar.
Karena itu pada RTH seluas 5.950 meter persegi di Kelurahan Abaintubuh Baru itu, Pemkota Mataram akan dibangun 'jogging track', lapangan sepak bola mini, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat, demikian juga di Taman Bumi Gora di sepanjang ruas Jalan Udayana yang kini menjadi tempat "pengecengan" yang ramai dikunjungi masyarakat.
Pemerintah Kota Mataram terus berupaya memenuhi kuota tersebut, antara lain dengan menyosialisasikan kepada masyarakat agar menyisihkan pekarangannya untuk RTH. Demikian halnya pada pengembang perumahan agar dapat menyiapkan RTH pada lokasi perumahan yang dibangunnya.
Ahyar mengatakan upaya mewujudkan 30 persen RTH itu mendapat dukungan baik dari masyarakat maupun dari kalangan perusahaan pengembang yang ada di Kota Mataram. Setelah pencanangan RTH di Abian Tubuh, Pemkot Mataram juga berencana untuk membuka RTH baru lagi di kawasan Jalan Lingkar Selatan sekitar delapan hektar.
Dia mengharapkan Pemerintah Propinsi NTB dan pemerintah pusat dapat segera membantu anggaran untuk pembukaan RTH di Lingkar Selatan.
Pemerintah Kota Mataram akan terus berikhtiar untuk memenuhi kewajiban merealisasikan 30 persen RTH hijau yang saat ini baru bisa direalisasikan 22 persen, baik di area publik maupun area privasi di kawasan perumahan.
"Kami mengharapkan masyarakat ikut berpartisipasi dalam menjaga dan merawat berbagai fasilitas yang disediakan di RTH.terasuk di Taman Bumi Gora Jalan Udayana Mataram. Kami akan terus berkomitmen untuk memperluas area hijau di Kota Mataram dengan sejumlah program yang melibatkan masyarakat," katanya.
Komitmen untuk menyiapkan 30 persen RTH itu tertuang dalam Perda No. 12/2011 tata ruang yang secara lebih detail menyebutkan RTH itu terdiri atas 20 persen ruang terbuka publik dan 10 persen ruang terbuka privat.
Dari pintu manapun orang luar masuk ke Kota Mataram ini akan menemukan ruang terbuka yang ditumbuhi berbagai jenis pohon.
Kalau masuk dari timur ada Taman Selagalas, demikian juga dari selatan ada taman Dasan Cermen. Sedangkan kalau dari utara ada taman Gumi Gora di Jalan Udayana serta sementara di ujung barat ada taman Loang Baloq.
Kondisi sekarang ini di Kota Mataram tidak hanya dalam konteks desain, namun di level masyarakat juga ada "komunitas hijau".
Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mulai menata rumah di bantaran sungai yang menyalahi garis sempadan sungai sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
Terkait dengan penataan ruang Pemkot Mataram mengakui masih ada bangunan yang menyalahi garis sempadan sungai. Karena itu bangunan yang ada di sekitar bantaran kali yang ada di Kota Mataram akan ditata.
Ahyar mengatakan, selama ini pembangunan rumah di sejumlah sungai kurang mendapat pengawasan, sehingga banyak bangunan yang menyalahi garis sempadan sungai.
"Sekarang ini kami mulai menata garis sempadan sungai, seperti di sebelah utara Sungai Jangkuk kita membangun badan jalan sepanjang sekitar 2 kilometer dan ditanami pohon dan ini juga akan dilakukan di sungai lain di Kota Mataram," katanya.
Ia mengatakan penertiban bangunan rumah di sepanjang bantaran sungai di Kota Mataram termasuk di Sungai Jangkuk, akan dilakukan secara bertahap dan rumah-rumah milik masyarakat tidak akan digusur, tetapi dirlokasi dan diberikan ganti rugi.
"Saya tidak mau menertibkan rumah-rumah milik masyarakat di bantaran sungai secara repsesif. Penertiban dilakukan secara bertahap, karena masyarakat juga harus memiliki rumah, jangan hanya karena ingin kota ini tertata rapi semuanya kita menggusur masyarakat," katanya.
Menurut Ahyar, kalaupun ada yang terpaksa ditertibkan, phaknya tidak akan melakukan penggusuran, tetapi direlokasi dan ini disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
{jpg*4}
"Saya sudah merelokasi ratusan rumah warga di sepanjang Pantai Ampenan yang terkena abrasi, saat ini tingga sedikit kemudian saya membangun badan jalan dengan lebar 14 meter. Lokasi tersebut juga akan kita hijaukan agar ada ruang terbuka hijau (RTH) di sepanjang pantai tersebut," ujarnya.
Jadi, kata Ahyar, Pemkot Mataram tidak seenaknya memindahkan warga kendati mereka melanggar ketentuan sempadan sungai atau sempadan pantai. Mereka direlokasi setelah disiapkan rumah atau diberikan dana untuk membangun rumah.
"InsyAllah di sekitar Sungai Jangkuk akan dibangun badan jalan dan beberapa rumah yang menyalahi garis sempadan sungai akan direlokasi. Ada beberapa rumah yang kita relokasi pada 2012 . Warga yang direlokasi diberikan ganti rugi untuk membangun rumah di lokasi lain," kata Ahyar
{jpg*5}
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2011 tentang sungai, garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak tiga meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai dan di luar kawasan perkotaan lima meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Terkait dengan program pemeliharaan sungai Pemkot Mataram bekerja sama dengan Universitas Mataram (Unram) membuat program restorasi seluruh aliran sungai yang ada di Kota Mataram. Di sepanjang daerah aliran sungai akan ditanami pohon.
"Karena itu saya berterima kasih kepada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang NTB atas kepeduliannya terhadap lingkungan dengan melakukan penanaman pohon di sepanjang sungai Jangkuk, nantinya di sepanjang bantaran sungai ini akan hijau setelah pohon yang ditanam besar," katanya.
Ikhtiar itu menurut Ahyar tidak terlepas dari komitmen Pemkot Mataram untuk mewujudkan 30 persen RTH sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Memperketat pengawasan RTH
Terkait dengan tara ruang terutama soal RTH, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB meminta Pemerintah Kota Mataram memperketat pengawasan tata ruang dan RTH, karena hingga kini banyak terjadi pelanggaran.
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTB Ir Wedha Magma Ardhi mengatakan, untuk tingkat provinsi kawasan lindung yang harus dipertahankan 52 persen dan ruang terbuka hijau (RTH) di kabupaten/kota rata-rata 30 persen.
"Khusus di Kota Mataram RTH baru terealisasi sekitar 22 persen dari target yang telah ditetapkan 30 persen. Kita mengharapkan dalam waktu 20 tahun bisa mencapai 30 persen. Nantinya akan terdistribusi menjadi RTH publik dan RTH privat. Karena itu Pemkot Mataram harus memperketat pengawasan RTH ," katanya.
Ia mengatakam, target itu bisa dicapai dengan cara pemerintah menyiapkan cadangan lahan, seperti di Jalan Udayan Mataram membeli tanah kemudian dijadikan RTH dengan ditanami berbagai jenis pohon dan kini sudah menjadi hutan kota.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya, menurut Wedha, adalah pengendalian dan pengawasan terhadap ketentuan sepmadan bangunan agar tidak dibangun, sehingga tetap hijau. Namun kenyataan di lapangan sekarang sudah padat, semua lahan milik masyarakat dipadati bangunan.
Selain itu pelanggaran tata uang juga terjadi terlihat dengan banyaknya bangunan yang dibangun di sepanjang daerah aliran sungai (DAS).
Menurut dia, yang menjadi persoalan sekarang ini adalah pada pengawasan dan pengendalian. Pemanfaatan RTH secara tidak benar merupakan pelangaran, sekarang bagaimana pemerintah mengambil tindakan terhadap pelanggaran itu.
Regulasi yang mengatur penataan ruang adalah UU No. 26/2007, kemudian di tingkat Provinsi NTB telah ada Perda No. 3/2010 sementara di Kota Mataram Perda No. 12/2011.
"Pelanggaran tata ruang memang terjadi dimana-mana, hanya intensitasnya yang berbeda. Untuk menjatuhkan sanksi kepada pelanggar tara ruang itu belum bisa diterapkan secara tegas, karena untuk Kota Mataram perda baru mulai diberlakukan," katanya.
Namun, Wedha mengaku optimis dengan diberlakuknya undang-undang yang baru, UU No. 26/2007 itu pengendalian tata ruang akan bisa dilaksanakan, karena regulasi ini cukup tegas, pihak yang menerbitkan dan menerima izin bisa dijatuhi sanksi. Untuk tahap awal bisa dilakukan secara persuasif.
Menurut dia realisasinya bisa dilihat lima tahun kedepan, setelah dilakukan evaluasi oleh Pemerintah kota Mataram. Semua itu akan bermuara pada Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), lembaga ad hock yang dibentuk oleh Gubernur NTB yang melaksanakan proyek perencanaan dan pengendalian.
Lembaga tersebut akan memberikan masukan kepada kepala daerah terkait dengan pelanggaran tata ruang untuk selanjutnya dijatuhi sanksi.
Perjuangan Pemkot Mataram mewujudkan 30 persen RTH itu tentunya tidak akan terujud tanpa dukungan masyarakat termasuk perusahaan yang beroperasi di daerah ini. Sejatinya kebersamaan merupakan kata kunci dalam mewujudkan Mataram Kota Hijau.(*)
"Hari baru telah datang menjelang. Kehidupan terus berjalan. Pohon-pohon jadikan teman Kehidupan agar tak terhenti". Demikian sepenggal lirik lagu bertema lingkungan karya penyanyi legendaris Iwan Fals bertajuk "Pohon Untuk Kehidupan".
Tembang itu sarat pesan-pesan moral mengenai pentingnya menanam pohon dan menjaga kelestarian lingkungan.
Lagu bergenre "Pop Rock" yang sarat makna filosofis itu agaknya memberikan semangat bagi seluruh masyarakat dan pemerintah termasuk dalam konteks mewujudkan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Bagi Pemerintah Kota Mataram yang kini sedang berjuang mewujudkan 30 persen RTH melalui konsep "Mataram Kota Hijau", menanam pohon itu sangat penting.
Karena itu setiap momen peringatan hari besar nasional, Pemerintah Kota Mataram selalu mengaitkan dengan kegiatan menanam pohon termasuk pada peringatan Hari Pahlawan 2012 pada Sabtu (10/11) yang juga dikaitkan dengan Bulan Menanam Indonesia.
Kegiatan penghijauan itu dilaksanakan bekerja sama dengan PT Jasa Raharja (Persero) Cabang Nusa Tenggara Barat dengan menanam 700 bibit pohon trembesi (Albizia saman) di sepanjang bantaran Kali Jangkuk dalam ranga Bulan Menanam Indonesia dan Hari Pahlawan.
Kegiatan penghijauan di bantaran Kali Jangkuk Mataram, Sabtu, diawali dengan penyerahan secara simbolis bibit pohon trembesi oleh Kepala Cabang PT Jasa Rajarja (Persero) Cabang NTB Hairul Aswin SE kepada Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh.
Kepala PT Jasa Raharja (Persero) Cabang NTB Hairul Aswan mengatakan, kegiatan penghijauan ini merupakan salah satu perwujudan dari enam pilar Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) sekaligus memperkenalkan keberadaan Jasa Raharja yang mengemban tugas negara dalam asuransi kecelakaan lalulintas.
"Kami berterima kasih, karena diberikan kesempatan untuk ikut menghijaukan Kota Mataram. Keterlibatan kami dalam program penhijauan ini merupakan yang pertama kali. Ini merupakan salah satu pilar program bina lingkungan yang kami laksanakan," ujarnya.
Ia menyatakan, siap mendukung program pembangunan yang digalakkan Pemerintah Kota Mataram terutama yang terkait program bina lingkungan, seperti melaksanakan penghijauan menuju Mataram Kota Hijau.
"Ini merupakan tugas sampingan kami sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), selain memberikan santunan kepada para korban kecelakaan lalulintas di jalan raya, kami juga membantu pemerintah kabupaten/kota termasuk dalam mewujudkan konsep Mataram Kota Hijau," kata Hairul.
Perlu dicontoh
Wali Kota Mataram Ahyar Abduh mengatakan keterlibatan Jasa Raharja dalam kegiatan penghijauan ini perlu dicontoh oleh banyak BUMN dan BUMD lain untuk ikut serta bersama peemrintah di Kota Mataram menunjukkan kepeduliannya terhadap ikhtiar pembangunan yang sedang dilaksanakan di daerah ini.
{jpg*3}
"Dalam hal ini, termasuk bagiamana menghijaukan Kota Mataram. Peraturan-perndangan mengamanahkan kepada semua kabupaten/kota untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau, 30 persen dari luas wilayah dan hingga kini baru tercapai sekitar 22 persen, sehingga masih cukup luas yang harus kita upayakan," ujarnya.
Karena itu, katanya, beberapa lokasi yang merupakan lahan publik akan dihijaukan termasuk di sepanjang Jalan Penghulu Agung dan di beberapa lokasi lainnya. Upaya ini dilakukan untuk memenuhi target 30 persen ruang tebuka hijau.
Seusai acara penghijauan di bantaran Sungai Jangkuk, Ahyar mengatakan, pihaknya akan berupaya melakukan penghijauan di area publik maupun di sekitar kawasan pemukiman guna mencapai target 30 persen RTH.
"Saya akan terus berupaya menambah luas RTH sekaligus untuk mewujudkan Kota Mataram sebagai kota hijau. Belum lama ini kami sudah membuka RTH di Lingkungan Karang Prawa Kelurahan Abian Tubuh Baru," kata Ahyar.
Menurut dia, program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) penting diwujudkan, karena selain menjadi paru-paru kota, RTH juga bisa menjadi pusat edukasi dan bermain bagi warga sekitar.
Karena itu pada RTH seluas 5.950 meter persegi di Kelurahan Abaintubuh Baru itu, Pemkota Mataram akan dibangun 'jogging track', lapangan sepak bola mini, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat, demikian juga di Taman Bumi Gora di sepanjang ruas Jalan Udayana yang kini menjadi tempat "pengecengan" yang ramai dikunjungi masyarakat.
Pemerintah Kota Mataram terus berupaya memenuhi kuota tersebut, antara lain dengan menyosialisasikan kepada masyarakat agar menyisihkan pekarangannya untuk RTH. Demikian halnya pada pengembang perumahan agar dapat menyiapkan RTH pada lokasi perumahan yang dibangunnya.
Ahyar mengatakan upaya mewujudkan 30 persen RTH itu mendapat dukungan baik dari masyarakat maupun dari kalangan perusahaan pengembang yang ada di Kota Mataram. Setelah pencanangan RTH di Abian Tubuh, Pemkot Mataram juga berencana untuk membuka RTH baru lagi di kawasan Jalan Lingkar Selatan sekitar delapan hektar.
Dia mengharapkan Pemerintah Propinsi NTB dan pemerintah pusat dapat segera membantu anggaran untuk pembukaan RTH di Lingkar Selatan.
Pemerintah Kota Mataram akan terus berikhtiar untuk memenuhi kewajiban merealisasikan 30 persen RTH hijau yang saat ini baru bisa direalisasikan 22 persen, baik di area publik maupun area privasi di kawasan perumahan.
"Kami mengharapkan masyarakat ikut berpartisipasi dalam menjaga dan merawat berbagai fasilitas yang disediakan di RTH.terasuk di Taman Bumi Gora Jalan Udayana Mataram. Kami akan terus berkomitmen untuk memperluas area hijau di Kota Mataram dengan sejumlah program yang melibatkan masyarakat," katanya.
Komitmen untuk menyiapkan 30 persen RTH itu tertuang dalam Perda No. 12/2011 tata ruang yang secara lebih detail menyebutkan RTH itu terdiri atas 20 persen ruang terbuka publik dan 10 persen ruang terbuka privat.
Dari pintu manapun orang luar masuk ke Kota Mataram ini akan menemukan ruang terbuka yang ditumbuhi berbagai jenis pohon.
Kalau masuk dari timur ada Taman Selagalas, demikian juga dari selatan ada taman Dasan Cermen. Sedangkan kalau dari utara ada taman Gumi Gora di Jalan Udayana serta sementara di ujung barat ada taman Loang Baloq.
Kondisi sekarang ini di Kota Mataram tidak hanya dalam konteks desain, namun di level masyarakat juga ada "komunitas hijau".
Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, mulai menata rumah di bantaran sungai yang menyalahi garis sempadan sungai sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku.
Terkait dengan penataan ruang Pemkot Mataram mengakui masih ada bangunan yang menyalahi garis sempadan sungai. Karena itu bangunan yang ada di sekitar bantaran kali yang ada di Kota Mataram akan ditata.
Ahyar mengatakan, selama ini pembangunan rumah di sejumlah sungai kurang mendapat pengawasan, sehingga banyak bangunan yang menyalahi garis sempadan sungai.
"Sekarang ini kami mulai menata garis sempadan sungai, seperti di sebelah utara Sungai Jangkuk kita membangun badan jalan sepanjang sekitar 2 kilometer dan ditanami pohon dan ini juga akan dilakukan di sungai lain di Kota Mataram," katanya.
Ia mengatakan penertiban bangunan rumah di sepanjang bantaran sungai di Kota Mataram termasuk di Sungai Jangkuk, akan dilakukan secara bertahap dan rumah-rumah milik masyarakat tidak akan digusur, tetapi dirlokasi dan diberikan ganti rugi.
"Saya tidak mau menertibkan rumah-rumah milik masyarakat di bantaran sungai secara repsesif. Penertiban dilakukan secara bertahap, karena masyarakat juga harus memiliki rumah, jangan hanya karena ingin kota ini tertata rapi semuanya kita menggusur masyarakat," katanya.
Menurut Ahyar, kalaupun ada yang terpaksa ditertibkan, phaknya tidak akan melakukan penggusuran, tetapi direlokasi dan ini disesuaikan dengan ketersediaan anggaran.
{jpg*4}
"Saya sudah merelokasi ratusan rumah warga di sepanjang Pantai Ampenan yang terkena abrasi, saat ini tingga sedikit kemudian saya membangun badan jalan dengan lebar 14 meter. Lokasi tersebut juga akan kita hijaukan agar ada ruang terbuka hijau (RTH) di sepanjang pantai tersebut," ujarnya.
Jadi, kata Ahyar, Pemkot Mataram tidak seenaknya memindahkan warga kendati mereka melanggar ketentuan sempadan sungai atau sempadan pantai. Mereka direlokasi setelah disiapkan rumah atau diberikan dana untuk membangun rumah.
"InsyAllah di sekitar Sungai Jangkuk akan dibangun badan jalan dan beberapa rumah yang menyalahi garis sempadan sungai akan direlokasi. Ada beberapa rumah yang kita relokasi pada 2012 . Warga yang direlokasi diberikan ganti rugi untuk membangun rumah di lokasi lain," kata Ahyar
{jpg*5}
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 38/2011 tentang sungai, garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak tiga meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai dan di luar kawasan perkotaan lima meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
Terkait dengan program pemeliharaan sungai Pemkot Mataram bekerja sama dengan Universitas Mataram (Unram) membuat program restorasi seluruh aliran sungai yang ada di Kota Mataram. Di sepanjang daerah aliran sungai akan ditanami pohon.
"Karena itu saya berterima kasih kepada PT Jasa Raharja (Persero) Cabang NTB atas kepeduliannya terhadap lingkungan dengan melakukan penanaman pohon di sepanjang sungai Jangkuk, nantinya di sepanjang bantaran sungai ini akan hijau setelah pohon yang ditanam besar," katanya.
Ikhtiar itu menurut Ahyar tidak terlepas dari komitmen Pemkot Mataram untuk mewujudkan 30 persen RTH sebagaimana diamanatkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Memperketat pengawasan RTH
Terkait dengan tara ruang terutama soal RTH, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi NTB meminta Pemerintah Kota Mataram memperketat pengawasan tata ruang dan RTH, karena hingga kini banyak terjadi pelanggaran.
Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi NTB Ir Wedha Magma Ardhi mengatakan, untuk tingkat provinsi kawasan lindung yang harus dipertahankan 52 persen dan ruang terbuka hijau (RTH) di kabupaten/kota rata-rata 30 persen.
"Khusus di Kota Mataram RTH baru terealisasi sekitar 22 persen dari target yang telah ditetapkan 30 persen. Kita mengharapkan dalam waktu 20 tahun bisa mencapai 30 persen. Nantinya akan terdistribusi menjadi RTH publik dan RTH privat. Karena itu Pemkot Mataram harus memperketat pengawasan RTH ," katanya.
Ia mengatakam, target itu bisa dicapai dengan cara pemerintah menyiapkan cadangan lahan, seperti di Jalan Udayan Mataram membeli tanah kemudian dijadikan RTH dengan ditanami berbagai jenis pohon dan kini sudah menjadi hutan kota.
Selain itu yang tidak kalah pentingnya, menurut Wedha, adalah pengendalian dan pengawasan terhadap ketentuan sepmadan bangunan agar tidak dibangun, sehingga tetap hijau. Namun kenyataan di lapangan sekarang sudah padat, semua lahan milik masyarakat dipadati bangunan.
Selain itu pelanggaran tata uang juga terjadi terlihat dengan banyaknya bangunan yang dibangun di sepanjang daerah aliran sungai (DAS).
Menurut dia, yang menjadi persoalan sekarang ini adalah pada pengawasan dan pengendalian. Pemanfaatan RTH secara tidak benar merupakan pelangaran, sekarang bagaimana pemerintah mengambil tindakan terhadap pelanggaran itu.
Regulasi yang mengatur penataan ruang adalah UU No. 26/2007, kemudian di tingkat Provinsi NTB telah ada Perda No. 3/2010 sementara di Kota Mataram Perda No. 12/2011.
"Pelanggaran tata ruang memang terjadi dimana-mana, hanya intensitasnya yang berbeda. Untuk menjatuhkan sanksi kepada pelanggar tara ruang itu belum bisa diterapkan secara tegas, karena untuk Kota Mataram perda baru mulai diberlakukan," katanya.
Namun, Wedha mengaku optimis dengan diberlakuknya undang-undang yang baru, UU No. 26/2007 itu pengendalian tata ruang akan bisa dilaksanakan, karena regulasi ini cukup tegas, pihak yang menerbitkan dan menerima izin bisa dijatuhi sanksi. Untuk tahap awal bisa dilakukan secara persuasif.
Menurut dia realisasinya bisa dilihat lima tahun kedepan, setelah dilakukan evaluasi oleh Pemerintah kota Mataram. Semua itu akan bermuara pada Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD), lembaga ad hock yang dibentuk oleh Gubernur NTB yang melaksanakan proyek perencanaan dan pengendalian.
Lembaga tersebut akan memberikan masukan kepada kepala daerah terkait dengan pelanggaran tata ruang untuk selanjutnya dijatuhi sanksi.
Perjuangan Pemkot Mataram mewujudkan 30 persen RTH itu tentunya tidak akan terujud tanpa dukungan masyarakat termasuk perusahaan yang beroperasi di daerah ini. Sejatinya kebersamaan merupakan kata kunci dalam mewujudkan Mataram Kota Hijau.(*)