Beberapa ruas jalan dan permukiman penduduk di Kota Mataram nampaknya masih menjadi langganan banjir ketika musim hujan tiba.
Bencana alam itu seakan menjadi "sahabat" bagi sebagian warga di kota yang juga menjadi ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat ini.
Setiap tahun, pada musim penghujan, ruas jalan digenangi air. Demikian juga sejumlah permukiman penduduk tidak luput dari bencana tahunan itu. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kota Mataram untuk mengatasi musibah itu, namun belum bisa membebaskan kota ini dari bencana banjir.
"Tradisi" sebagian masyarakat yang membuang sampah di kali dan drainase diduga kuat sebagai faktor penyebab terjadinya musibah banjir itu. Sebagian warga di kota yang bermoto "Maju Religius dan Berbudaya" ini masih menjadikan saluran air sebagai "bak sampah".
Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh mengaku telah melakukan berbagai ikhtiar untuk menghentikan kebiasan sebagian masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat. Namun kenyataannya hampir semua kali dan drainase masih dipenuhi sampah.
"Persoalan lingkungan hidup dan kebersihan masih menjadi masalah besar yang kita hadapi hingga sekarang. Masalah sungai yang selalu bikin pusing, kalau sudah datang musim hujan baru kita ribut soal bencana banjir," katanya pada acara penanaman pohon di bantaran Kali Jangkuk akhir pekan lalu.
Ia menyebut Kali Unus di Kelurahan Karang Pule selalu menjadi masalah sejak dulu. Penyebabnya cukup kompleks, di antaranya karena terjadi sedimentasi dan penyempitan daerah aliran sungai akibat ulah sebagian warga.
Persoalan lain yang menjadi faktor penyebab terjadinya bencana itu, karena adanya banjir kiriman dari Kabupaten Lombok Barat. Yang menerima rsikonya tentu Kota Mataram. Ini kemungkinan akibat terjadinya penggundulan hutan di hulu Kali Unus.
"Insya Allah pada 2013 ada beberapa program yang akan kita laksanakan untuk mengurangi bencana banjir tersebut. Khusus di bagian hilir Kali Unus akan kita bangun pemecah gelombang tahun depan," kata Ahyar dengan nada optimistis.
Dia mengimbau seluruh warga Kota Mataram untuk menghentikan kebiasaan kurang baik, membuang sampah di sembarang tempat, terutama di drainase dan kali serta saluran irigasi, karena akan mengakibatkan aliran tidak lancar yang akhirnya meluap menggenangi jalan dan permukiman penduduk.
Pemerintah Kota Mataram telah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan kebiasaan sebagian masyarakat membuang sampah di sembarang tempat. Bahkan menjatuhkan sanksi bagi mereka yang membuang sampah di kali maupun drainase.
Namun, sejumlah kali di Kota Mataram masih dipenuhi sampah, seperti di Kali Ancar tidak hanya dipenuhi kantong plastik bekas dan sampah rumah tangga lainnya, tetapi juga kasur, bantal dan tikar bekas menjadi pemandangan biasa di kali yang membelah kota itu.
Karena itu tanpa adanya kesadaran dari masyarakat sendiri, relatif sulit untuk mencegah terjadinya musibah banjir. Musibah tahunan itu akan selalu menjadi ancaman bagi Kota yang berpenduduk sekitar 500.000 jiwa ini.
Untuk mengantisipasi terjadinya musibah banjir pada musim hujan 2012 Pemerintah Kota Mataram akan membersihkan sedimen dan sampah yang meyebabkan terjadinya pendangkalan Kali Unus guna mencegah terjadinya banjir yang menggenangi permukiman penduduk di Kelurahan Karang Pule, Kecamatan Ampenan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Mataram Mahmudin Tura mengatakan, program pembersihan Kali Unus itu masih menghadapi kendala, karena satu-satunya jalan untuk memasukkan alat berat hatus melalui lahan persawahan yang kini masih belum panen.
"Kami terpaksa menunggu selesai panen baru bisa masukkan alat berat untuk membersihkan sampah dan sedimen di Kali Unus agar pada musim hujan nanti permukiman warga di Keluarahan Karang Pule tidak terendam banjir seperti pada tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Langganan banjir
Kelurahan Karang Pule merupakan salah satu wilayah di Kota Mataram yang menjadi langganan banjir pada setiap musim hujan. Ini disebabkan terjadinya pendangkalan Kali Unus akibat banyaknya sampah dan terjadi sedimentasi.
Kelurahan Karang Pule yang posisinya lebih rendah, juga mengakibatkan bajir kiriman dari Kabupaten Lombok Barat masuk ke wilayah tersebut, sementara Kali Unus tidak mampu menampung air yang volumenya cukup besar.
Permukiman lain yang menjadi langganan banjir pada setiap musim hujan adalah yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Babak, Abiantubuh, Pagesangan dan Sekarbela. Sementara banjir di kawasan Kebon Rowek bisa diatasi dengan mengalirkan air ke Kali Jangkuk.
Untuk mencegah meluapnya air dari drainase, Pemkot Mataram terus berupaya memperbaiki drainase yang rusak dan membersihkan sampah yang menyumbat saluran air tersebut.
"Kami mengharapkan pada musim hujan nanti tidak ada lagi badan jalan dan permukiman penduduk yang terendam air seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Untuk membersihkan saluran air itu Dinas PU Kota Mataram menerjunkan sebanyak 220 orang pekerja harian, 179 di antaranya bertugas membersihkan drainase, dan masing-masing 25 orang untuk membersihkan kali dan pantai serta saluran irigasi.
Dana yang dibutuhkan untuk membenahi dan membersihkan sampah dari saluran air itu ternyata tidak sedikit. Untuk upah buruh harian yang berjumlah 220 orang itu dibutuhkan dana sedikitnya Rp1,54 miliar hingga Rp1,6 miliar setiap bulan.
Karena itu, katanya, kalau masyarakat bisa menghentikan kebiasaan membuang sampah di kali, drainase dan saluran irigasi itu, maka dana miliaran rupiah itu bisa digunakan untuk keperluan lain guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Kalau bisa menghentikan kebiasaan kurang baik itu, kita tidak perlu bersusah payah membersihkan saluran air yang anggarannya miliaran rupiah. Mungkin bisa digunakan untuk keperluan lain yang lebih penting," ujarnya.
Menurut Mahmudin, produksi sampah di Kota Mataram setiap hari mencapai 1.200 meter kubik, sementara yang baru bisa ditangani 800 meter kubik, sisanya 400 meter kubik ditangani oleh masyarakat sendiri termasuk yang dibuang ke drainase, kali dan saluran irigasi.
"Karena itu kita perlu terus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak membuang sampah di saluran air dan kali agar tidak terjadi penyumbatan yang mengakibatkan air meluap," ujarnya.
Kendati berbagai upaya yang dilakukan Pemkot Mataram dalam upaya mencegah terjadinya musibah banjir, namun belum bisa dipastikan kota ini akan benar-benar bebas dari musibah tahunan itu.
Perlu kerja keras dan dana besar untuk membebaskan Kota Mataram dari bencana banjir yang menjadi ancaman setiap tahun dan yang tidak kalah pentingnya adalah masyarakat harus menyadari pentingnya memelihara kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah di kali, sungai dan saluran irigasi.
Setelah dikalkulasi ternayata Pemkot Mataram membutuhkan dana Rp100 miliar untuk membenahi drainase, membersihkan kali dan saluran irigasin agar benar-benar bebas banjir pada saat musim hujan.
"Hingga kini pembenahan drainase baru bisa ditangani sekitar 20 persen. Kita masih memerlukan dana Rp100 miliar agar Kota Mataram benar-benar bebas dari bencana banjir," kata Mahmudin.
Menurut dia, dainase yang sudah diperbaiki hingga saat ini adalah di sepanjang Jalan Udayana dan Rembiga dengan dua susun saluran air untuk mengalirkan air ke Kali Jangkuk dan pada 2013 akan dibangun drainase di sisi kiri Jalan Udayana agar wilayah tersebut benar-benar aman dari banjir.
"Alhamdulillah ini berkat koordinasi Wali Kota Mataram dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi NTB untuk mendapat anggaran. Namun drainase yang bisa kita perbaiki baru sekitar 20 persen, masih banyak saluran air yang harus kita tangani," katanya.
Dengan telah diperbaiki drainase termasuk di Jalan Erlangga, badan jalan yang tergenang air pada setiap musim hujan relatif kurang. Karena itu pihaknya akan terus berupaya membenahi saluran air yang ada di Kota Mataram agar tidak ada lagi jalan yang tergenang air.
Mahmudin mengakui hingga kini yang masih menjadi masalah adalah sejumlah kali di Kota Mataram mengalami pendangkalan akibat tumpukan sampah dan sedimen. Ini yang menyebabkan sejumlah permukiman warga masih menjalani langganan banjir pada setiap musim hujan.
Ikhtiar lain yang dilakukan Pemkot Mataram adalah melaksanakan program restorasi sungai bekerja sama dengan Universitas Mataram (Unram) untuk mencegah degradasi akibat pemanfaatan bantaran sungai oleh masyarakat untuk berbagai keperluan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Mataram H Mutawalli mengatakan, selama ini bantaran sungai yang ada di daerah ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti membangun rumah, bahkan menjadikan sungai sebagai bak sampah.
"Kondisi ini mengakibatkan terjadinya degradasi atau penurunan kemampuan sungai untuk mendukung berbagai fungsi. Karena itu kami melaksanakan program restorasi sungai, yakni mengembalikan fungsi alami yang telah terdegradasi oleh intervensi manusia," katanya.
Restorasi sungai adalah perubahan paradigma dalam ilmu rekayasa sungai (river engineering) yaitu perubahan dari pola penyelesaian berdasarkan aspek teknik sipil hidro secara parsial menjadi penyelesaian terintegrasi aspek hidraulik, fisik, ekologi, dan sosial.
Dalam program restorasi sungai itu, menurut Mutawalli, pihaknya akan membangun jalan di kiri dan kanan sepanjang bantaran sungai, seperti di Sungai Jangkuk akan dibangun jalan dengan lebar enam meter dan kini sudah ditanami pohon trembesi. Jalan itu nantinya dilengkapi dengan lampu dan pot bunga.
"Unram diminta memberikan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai, sementara kita melaksanakan pembangunan fisik, seperti membangun jalan di bantaran sungai," katanya.
Dia mengatakan, pihak Unram akan mengarahkan mahasiswanya yang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) untuk terlibat secara langsung, seperti membersihkan sungai dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya memelihara kebersihan sungai.
"Kami juga mengarahkan para mahasiswa untuk membentuk kelompok masyarakat di sepanjang bantaran sungai yang nantinya terlibat dalam pemeliharaan sungai dan mengimbau mereka untuk tidak membuang sampah di sungai," kata Mutawalli. (*)
Bencana alam itu seakan menjadi "sahabat" bagi sebagian warga di kota yang juga menjadi ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat ini.
Setiap tahun, pada musim penghujan, ruas jalan digenangi air. Demikian juga sejumlah permukiman penduduk tidak luput dari bencana tahunan itu. Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Kota Mataram untuk mengatasi musibah itu, namun belum bisa membebaskan kota ini dari bencana banjir.
"Tradisi" sebagian masyarakat yang membuang sampah di kali dan drainase diduga kuat sebagai faktor penyebab terjadinya musibah banjir itu. Sebagian warga di kota yang bermoto "Maju Religius dan Berbudaya" ini masih menjadikan saluran air sebagai "bak sampah".
Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh mengaku telah melakukan berbagai ikhtiar untuk menghentikan kebiasan sebagian masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat. Namun kenyataannya hampir semua kali dan drainase masih dipenuhi sampah.
"Persoalan lingkungan hidup dan kebersihan masih menjadi masalah besar yang kita hadapi hingga sekarang. Masalah sungai yang selalu bikin pusing, kalau sudah datang musim hujan baru kita ribut soal bencana banjir," katanya pada acara penanaman pohon di bantaran Kali Jangkuk akhir pekan lalu.
Ia menyebut Kali Unus di Kelurahan Karang Pule selalu menjadi masalah sejak dulu. Penyebabnya cukup kompleks, di antaranya karena terjadi sedimentasi dan penyempitan daerah aliran sungai akibat ulah sebagian warga.
Persoalan lain yang menjadi faktor penyebab terjadinya bencana itu, karena adanya banjir kiriman dari Kabupaten Lombok Barat. Yang menerima rsikonya tentu Kota Mataram. Ini kemungkinan akibat terjadinya penggundulan hutan di hulu Kali Unus.
"Insya Allah pada 2013 ada beberapa program yang akan kita laksanakan untuk mengurangi bencana banjir tersebut. Khusus di bagian hilir Kali Unus akan kita bangun pemecah gelombang tahun depan," kata Ahyar dengan nada optimistis.
Dia mengimbau seluruh warga Kota Mataram untuk menghentikan kebiasaan kurang baik, membuang sampah di sembarang tempat, terutama di drainase dan kali serta saluran irigasi, karena akan mengakibatkan aliran tidak lancar yang akhirnya meluap menggenangi jalan dan permukiman penduduk.
Pemerintah Kota Mataram telah melakukan berbagai upaya untuk menghentikan kebiasaan sebagian masyarakat membuang sampah di sembarang tempat. Bahkan menjatuhkan sanksi bagi mereka yang membuang sampah di kali maupun drainase.
Namun, sejumlah kali di Kota Mataram masih dipenuhi sampah, seperti di Kali Ancar tidak hanya dipenuhi kantong plastik bekas dan sampah rumah tangga lainnya, tetapi juga kasur, bantal dan tikar bekas menjadi pemandangan biasa di kali yang membelah kota itu.
Karena itu tanpa adanya kesadaran dari masyarakat sendiri, relatif sulit untuk mencegah terjadinya musibah banjir. Musibah tahunan itu akan selalu menjadi ancaman bagi Kota yang berpenduduk sekitar 500.000 jiwa ini.
Untuk mengantisipasi terjadinya musibah banjir pada musim hujan 2012 Pemerintah Kota Mataram akan membersihkan sedimen dan sampah yang meyebabkan terjadinya pendangkalan Kali Unus guna mencegah terjadinya banjir yang menggenangi permukiman penduduk di Kelurahan Karang Pule, Kecamatan Ampenan.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Mataram Mahmudin Tura mengatakan, program pembersihan Kali Unus itu masih menghadapi kendala, karena satu-satunya jalan untuk memasukkan alat berat hatus melalui lahan persawahan yang kini masih belum panen.
"Kami terpaksa menunggu selesai panen baru bisa masukkan alat berat untuk membersihkan sampah dan sedimen di Kali Unus agar pada musim hujan nanti permukiman warga di Keluarahan Karang Pule tidak terendam banjir seperti pada tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Langganan banjir
Kelurahan Karang Pule merupakan salah satu wilayah di Kota Mataram yang menjadi langganan banjir pada setiap musim hujan. Ini disebabkan terjadinya pendangkalan Kali Unus akibat banyaknya sampah dan terjadi sedimentasi.
Kelurahan Karang Pule yang posisinya lebih rendah, juga mengakibatkan bajir kiriman dari Kabupaten Lombok Barat masuk ke wilayah tersebut, sementara Kali Unus tidak mampu menampung air yang volumenya cukup besar.
Permukiman lain yang menjadi langganan banjir pada setiap musim hujan adalah yang berada di daerah aliran sungai (DAS) Babak, Abiantubuh, Pagesangan dan Sekarbela. Sementara banjir di kawasan Kebon Rowek bisa diatasi dengan mengalirkan air ke Kali Jangkuk.
Untuk mencegah meluapnya air dari drainase, Pemkot Mataram terus berupaya memperbaiki drainase yang rusak dan membersihkan sampah yang menyumbat saluran air tersebut.
"Kami mengharapkan pada musim hujan nanti tidak ada lagi badan jalan dan permukiman penduduk yang terendam air seperti tahun-tahun sebelumnya," katanya.
Untuk membersihkan saluran air itu Dinas PU Kota Mataram menerjunkan sebanyak 220 orang pekerja harian, 179 di antaranya bertugas membersihkan drainase, dan masing-masing 25 orang untuk membersihkan kali dan pantai serta saluran irigasi.
Dana yang dibutuhkan untuk membenahi dan membersihkan sampah dari saluran air itu ternyata tidak sedikit. Untuk upah buruh harian yang berjumlah 220 orang itu dibutuhkan dana sedikitnya Rp1,54 miliar hingga Rp1,6 miliar setiap bulan.
Karena itu, katanya, kalau masyarakat bisa menghentikan kebiasaan membuang sampah di kali, drainase dan saluran irigasi itu, maka dana miliaran rupiah itu bisa digunakan untuk keperluan lain guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Kalau bisa menghentikan kebiasaan kurang baik itu, kita tidak perlu bersusah payah membersihkan saluran air yang anggarannya miliaran rupiah. Mungkin bisa digunakan untuk keperluan lain yang lebih penting," ujarnya.
Menurut Mahmudin, produksi sampah di Kota Mataram setiap hari mencapai 1.200 meter kubik, sementara yang baru bisa ditangani 800 meter kubik, sisanya 400 meter kubik ditangani oleh masyarakat sendiri termasuk yang dibuang ke drainase, kali dan saluran irigasi.
"Karena itu kita perlu terus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tidak membuang sampah di saluran air dan kali agar tidak terjadi penyumbatan yang mengakibatkan air meluap," ujarnya.
Kendati berbagai upaya yang dilakukan Pemkot Mataram dalam upaya mencegah terjadinya musibah banjir, namun belum bisa dipastikan kota ini akan benar-benar bebas dari musibah tahunan itu.
Perlu kerja keras dan dana besar untuk membebaskan Kota Mataram dari bencana banjir yang menjadi ancaman setiap tahun dan yang tidak kalah pentingnya adalah masyarakat harus menyadari pentingnya memelihara kebersihan lingkungan dengan tidak membuang sampah di kali, sungai dan saluran irigasi.
Setelah dikalkulasi ternayata Pemkot Mataram membutuhkan dana Rp100 miliar untuk membenahi drainase, membersihkan kali dan saluran irigasin agar benar-benar bebas banjir pada saat musim hujan.
"Hingga kini pembenahan drainase baru bisa ditangani sekitar 20 persen. Kita masih memerlukan dana Rp100 miliar agar Kota Mataram benar-benar bebas dari bencana banjir," kata Mahmudin.
Menurut dia, dainase yang sudah diperbaiki hingga saat ini adalah di sepanjang Jalan Udayana dan Rembiga dengan dua susun saluran air untuk mengalirkan air ke Kali Jangkuk dan pada 2013 akan dibangun drainase di sisi kiri Jalan Udayana agar wilayah tersebut benar-benar aman dari banjir.
"Alhamdulillah ini berkat koordinasi Wali Kota Mataram dengan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi NTB untuk mendapat anggaran. Namun drainase yang bisa kita perbaiki baru sekitar 20 persen, masih banyak saluran air yang harus kita tangani," katanya.
Dengan telah diperbaiki drainase termasuk di Jalan Erlangga, badan jalan yang tergenang air pada setiap musim hujan relatif kurang. Karena itu pihaknya akan terus berupaya membenahi saluran air yang ada di Kota Mataram agar tidak ada lagi jalan yang tergenang air.
Mahmudin mengakui hingga kini yang masih menjadi masalah adalah sejumlah kali di Kota Mataram mengalami pendangkalan akibat tumpukan sampah dan sedimen. Ini yang menyebabkan sejumlah permukiman warga masih menjalani langganan banjir pada setiap musim hujan.
Ikhtiar lain yang dilakukan Pemkot Mataram adalah melaksanakan program restorasi sungai bekerja sama dengan Universitas Mataram (Unram) untuk mencegah degradasi akibat pemanfaatan bantaran sungai oleh masyarakat untuk berbagai keperluan.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Mataram H Mutawalli mengatakan, selama ini bantaran sungai yang ada di daerah ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluan, seperti membangun rumah, bahkan menjadikan sungai sebagai bak sampah.
"Kondisi ini mengakibatkan terjadinya degradasi atau penurunan kemampuan sungai untuk mendukung berbagai fungsi. Karena itu kami melaksanakan program restorasi sungai, yakni mengembalikan fungsi alami yang telah terdegradasi oleh intervensi manusia," katanya.
Restorasi sungai adalah perubahan paradigma dalam ilmu rekayasa sungai (river engineering) yaitu perubahan dari pola penyelesaian berdasarkan aspek teknik sipil hidro secara parsial menjadi penyelesaian terintegrasi aspek hidraulik, fisik, ekologi, dan sosial.
Dalam program restorasi sungai itu, menurut Mutawalli, pihaknya akan membangun jalan di kiri dan kanan sepanjang bantaran sungai, seperti di Sungai Jangkuk akan dibangun jalan dengan lebar enam meter dan kini sudah ditanami pohon trembesi. Jalan itu nantinya dilengkapi dengan lampu dan pot bunga.
"Unram diminta memberikan sosialisasi dan pemberdayaan masyarakat yang tinggal di sekitar daerah aliran sungai, sementara kita melaksanakan pembangunan fisik, seperti membangun jalan di bantaran sungai," katanya.
Dia mengatakan, pihak Unram akan mengarahkan mahasiswanya yang melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) untuk terlibat secara langsung, seperti membersihkan sungai dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya memelihara kebersihan sungai.
"Kami juga mengarahkan para mahasiswa untuk membentuk kelompok masyarakat di sepanjang bantaran sungai yang nantinya terlibat dalam pemeliharaan sungai dan mengimbau mereka untuk tidak membuang sampah di sungai," kata Mutawalli. (*)