Mataram, 27/11 (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengumumkan hasil eksaminasi yang dilakukan bersama Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) Nusa Tenggara Barat (NTB) atas putusan hukum perkara dugaan korupsi yang melibatkan Susno Duadji.
Hasil eksaminasi itu diumumkan ke publik oleh tim eksaminator yang dikoordinir Donal Fariz Isnan dari Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, di Sekretariat Somasi NTB, di Mataram, Selasa.
Putusan yang dieksaminasi atau ditelaah secara hukum itu yakni putusan Nomor 1260/Pid. B/2010 PN Jaksel, tanggal 24 Maret 2011, dengan terdakwa Susno Duadji.
"Eksaminasi ini merupakan bentuk keterlibatan masyarakat terhadap akses informasi peradilan, setidak-tidaknya masyarakat memperoleh infomasi secara utuh mengenai alur proses maupun fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan terhadap suatu putusan peradilan." ujar Donal, yang didampingi D A Malik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NTB dan Yudi Rahmadi dari Somasi NTB.
Ketiganya merupakan tim eksaminator yang telah menelaah putusan peradilan atas perkara Susno Duadji, terdakwa penggelapan modal usaha penangkaran ikan arwana dan modal indukan ikan arwana, serta tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang terkait pemotongan dana pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2008.
Dari hasil eksaminasi itu, mereka menemukan fakta-fakta bahwa Susno Duadji telah didakwa dengan dakwaan komulatif alternatif terhadap pidana "menerima hadiah atau janji" terkait kedua kasus yang melibatkan Susno itu.
Dari sembilan pasal yang didakwakan kepada Susno, lima pasal diantaranya berkaitan dengan "menerima hadiah atau janji" sedangkan empat pasal berkaitan dengan pembuatan yang menimbulkan kerugian keuangan negara.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian mengadili terdakwa denga amar putusan yakni menyatakan Susno DUadji telah terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pertama, kelima dan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua.
Pengadilan menjatukan kepada terdakwa pidana penjara selama 3,5 tahun (tiga tahun enam bulan) dan denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pindana kurungan enam bulan.
"Terdapat disparitas (perbedaan) putusan pengadilan itu dengan tuntutan jaksa yakni penjara selama tujuh tahun dan denda Rp500 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp8,6 miliar lebih. Namun perbedaan sikap itu dalam tertib hukum acara pidana dibenarkan menurut hukum, mengingat dalam memberikan putusan anasir-anasir yang meringankan terdakwa juga menjadi pertimbangan atau penilaian tersendiri bagi hakim dalam memutuskan perkara tersebut," ujarnya.
Selain itu, terdapat perbedaan pandangan antara jaksa dan hakim mengenai dakwaan sebagaimana dapat dilihat dalam surat tuntutan jaksa dan putusan pengadilan. Perbedaan tersebut secara formil sebenarnya cukup mendasar sebab beresiko akan batalnya suatu putusan.
"Kami melihat bahwa penggalian kebenaran materiil dalam perkara itu telah dilakukan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat dilihat dari lebih dari 100 orang saksi yang dihadirkan dalam persidangan guna memberi keterangan, dan terdapat 300 lebih alat bukti surat yang dihadirkan jaksa dalam membuktian dakwaannya," ujarnya.
Dari telaah kami, kata Donal, rumusan perbuatan, pertanggungjawaban dan pemindanaan yang diberikan kepada Susno Duadji, telah menunjukkan proses peradilan yang "fear" dan berimbang, sebab baik Susno maupun penasehat hukumnya serta JPU telah diberikan kesempatan secara berimbang dalam menggali kebenaran materiil terhadap peristiwa yang dituduhkan kepada Susno Duadji.
"Dalam menyimpulkan hasil eksaminasi, kami juga menanggalkan anasir-anasir, dan fokus pada telaah berkas. Ada 48 keping CD dan 'hardcopy', dan telaah atas kasus itu dilakukan sebulan sebelum putusan pengadilan," ujarnya.
Menurut Donal, perkara Susno Duadji belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkra) atau masih di tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sehingga, sehingga hasil eksaminasi itu dapat menjadi rekomendasi kepada MA terkait perkara tersebut.
"Pada intinya kami sependapat dengan putusan peradilan itu, namun kami meminta MA konsekuen dengan putusan peradilan pertama dan banding. Bila memungkinkan hukumannya ditambah menjadi hukuman maksimum untuk dua perkara yang menimpa Susno. Tapi itu cuma rekomendasi, ada keyakinan hakim," ujarnya. (*)
Hasil eksaminasi itu diumumkan ke publik oleh tim eksaminator yang dikoordinir Donal Fariz Isnan dari Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, di Sekretariat Somasi NTB, di Mataram, Selasa.
Putusan yang dieksaminasi atau ditelaah secara hukum itu yakni putusan Nomor 1260/Pid. B/2010 PN Jaksel, tanggal 24 Maret 2011, dengan terdakwa Susno Duadji.
"Eksaminasi ini merupakan bentuk keterlibatan masyarakat terhadap akses informasi peradilan, setidak-tidaknya masyarakat memperoleh infomasi secara utuh mengenai alur proses maupun fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan terhadap suatu putusan peradilan." ujar Donal, yang didampingi D A Malik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NTB dan Yudi Rahmadi dari Somasi NTB.
Ketiganya merupakan tim eksaminator yang telah menelaah putusan peradilan atas perkara Susno Duadji, terdakwa penggelapan modal usaha penangkaran ikan arwana dan modal indukan ikan arwana, serta tindak pidana korupsi penyalahgunaan wewenang terkait pemotongan dana pemilu Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat tahun 2008.
Dari hasil eksaminasi itu, mereka menemukan fakta-fakta bahwa Susno Duadji telah didakwa dengan dakwaan komulatif alternatif terhadap pidana "menerima hadiah atau janji" terkait kedua kasus yang melibatkan Susno itu.
Dari sembilan pasal yang didakwakan kepada Susno, lima pasal diantaranya berkaitan dengan "menerima hadiah atau janji" sedangkan empat pasal berkaitan dengan pembuatan yang menimbulkan kerugian keuangan negara.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemudian mengadili terdakwa denga amar putusan yakni menyatakan Susno DUadji telah terbukti secara syah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pertama, kelima dan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan kedua.
Pengadilan menjatukan kepada terdakwa pidana penjara selama 3,5 tahun (tiga tahun enam bulan) dan denda Rp200 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pindana kurungan enam bulan.
"Terdapat disparitas (perbedaan) putusan pengadilan itu dengan tuntutan jaksa yakni penjara selama tujuh tahun dan denda Rp500 juta, dan membayar uang pengganti sebesar Rp8,6 miliar lebih. Namun perbedaan sikap itu dalam tertib hukum acara pidana dibenarkan menurut hukum, mengingat dalam memberikan putusan anasir-anasir yang meringankan terdakwa juga menjadi pertimbangan atau penilaian tersendiri bagi hakim dalam memutuskan perkara tersebut," ujarnya.
Selain itu, terdapat perbedaan pandangan antara jaksa dan hakim mengenai dakwaan sebagaimana dapat dilihat dalam surat tuntutan jaksa dan putusan pengadilan. Perbedaan tersebut secara formil sebenarnya cukup mendasar sebab beresiko akan batalnya suatu putusan.
"Kami melihat bahwa penggalian kebenaran materiil dalam perkara itu telah dilakukan dengan sungguh-sungguh. Hal ini dapat dilihat dari lebih dari 100 orang saksi yang dihadirkan dalam persidangan guna memberi keterangan, dan terdapat 300 lebih alat bukti surat yang dihadirkan jaksa dalam membuktian dakwaannya," ujarnya.
Dari telaah kami, kata Donal, rumusan perbuatan, pertanggungjawaban dan pemindanaan yang diberikan kepada Susno Duadji, telah menunjukkan proses peradilan yang "fear" dan berimbang, sebab baik Susno maupun penasehat hukumnya serta JPU telah diberikan kesempatan secara berimbang dalam menggali kebenaran materiil terhadap peristiwa yang dituduhkan kepada Susno Duadji.
"Dalam menyimpulkan hasil eksaminasi, kami juga menanggalkan anasir-anasir, dan fokus pada telaah berkas. Ada 48 keping CD dan 'hardcopy', dan telaah atas kasus itu dilakukan sebulan sebelum putusan pengadilan," ujarnya.
Menurut Donal, perkara Susno Duadji belum memiliki kekuatan hukum tetap (inkra) atau masih di tingkat kasasi di Mahkamah Agung, sehingga, sehingga hasil eksaminasi itu dapat menjadi rekomendasi kepada MA terkait perkara tersebut.
"Pada intinya kami sependapat dengan putusan peradilan itu, namun kami meminta MA konsekuen dengan putusan peradilan pertama dan banding. Bila memungkinkan hukumannya ditambah menjadi hukuman maksimum untuk dua perkara yang menimpa Susno. Tapi itu cuma rekomendasi, ada keyakinan hakim," ujarnya. (*)