Jakarta (ANTARA) - Founding Partner AC Ventures Pandu Sjahrir mengingatkan perusahaan rintisan di bidang teknologi untuk semakin serius dalam mengutamakan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).
Menurut Pandu, jika tata kelola tidak dioptimalkan dengan baik, akan berpengaruh kepada valuasi perusahaan itu sendiri. "Saya senang melihat fundamental perusahaan-perusahaan teknologi yang besar sudah back to basic, back to fundamental. Itu lebih bagus dibanding tahun lalu. Jadi gak ada lagi bahasa ‘bakar uang’ karena investor menginginkan untuk menjaga fundamental bisnis, arus kas, dan pengaturan perusahaan yang baik," ujar Pandu dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Pandu menyampaikan, sudah banyak perusahaan besar, termasuk perusahaan teknologi yang bangkrut karena tata kelola perusahaan yang buruk. Investor seperti dirinya pun telah berulang kali mengingatkan agar perusahaan teknologi, baik skala besar maupun start up, memiliki laporan keuangan dan audit internal yang baik.
"Valuasi perusahaan bisa turun jika good governance jelek. Perusahaan publik teknologi di global dapat mengalaminya. Ada, kok, yang mengalami penurunan valuasi 50-70 persen," kata Pandu.
Kondisi fundamental perekonomian Indonesia, lanjut Pandu, masih positif dan harapannya tahun depan tidak terkena resesi. Sejumlah perusahaan teknologi di Indonesia sekarang juga masih ada yang mampu meraih pertumbuhan pendapatan 50 persen meski mereka tidak melakukan aksi ”bakar uang”.
"Dulu, ada perusahaan teknologi meraih pertumbuhan tinggi setelah ’bakar uang’. Sekarang dan ke depan, kami harap tidak begitu," ujar Pandu yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Harian Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) periode 2021-2025.
Lebih jauh, Pandu mengatakan bahwa potensi ekosistem startup di Indonesia masih besar. AC Ventures menyiapkan modal hingga 250 juta dolar AS untuk melakukan investasi di perusahaan early stage. Sementara Indies Capital, di mana Pandu juga menjabat sebagai Managing Partner, menyiapkan sekitar 200 juta dolar AS untuk late stage.
Baca juga: Mobil terbang diujicoba di IKN
Baca juga: Kementerian PUPR bangun kembali SD dengan teknologi RISHA
Meski demikian, Pandu menekankan bahwa investasi ke depan perlu untuk sungguh-sungguh memperhatikan masalah lingkungan (environmental), sosial (social) dan tata kelola (governance). Karena studi yang dilakukan menunjukkan bahwa penerapan ESG telah secara dominan berdampak positif terhadap pengembalian ekuitas.
"Segmen yang akan diinvestasikan saya suka seperti e-commerce, fintech, e-commerce, logistik, tapi memang harus ada ESG element karena itu jadi sangat penting untuk masuk perusahaan Tbk, apalagi kalau yang udah late stage," kata Pandu.
Menurut Pandu, jika tata kelola tidak dioptimalkan dengan baik, akan berpengaruh kepada valuasi perusahaan itu sendiri. "Saya senang melihat fundamental perusahaan-perusahaan teknologi yang besar sudah back to basic, back to fundamental. Itu lebih bagus dibanding tahun lalu. Jadi gak ada lagi bahasa ‘bakar uang’ karena investor menginginkan untuk menjaga fundamental bisnis, arus kas, dan pengaturan perusahaan yang baik," ujar Pandu dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Pandu menyampaikan, sudah banyak perusahaan besar, termasuk perusahaan teknologi yang bangkrut karena tata kelola perusahaan yang buruk. Investor seperti dirinya pun telah berulang kali mengingatkan agar perusahaan teknologi, baik skala besar maupun start up, memiliki laporan keuangan dan audit internal yang baik.
"Valuasi perusahaan bisa turun jika good governance jelek. Perusahaan publik teknologi di global dapat mengalaminya. Ada, kok, yang mengalami penurunan valuasi 50-70 persen," kata Pandu.
Kondisi fundamental perekonomian Indonesia, lanjut Pandu, masih positif dan harapannya tahun depan tidak terkena resesi. Sejumlah perusahaan teknologi di Indonesia sekarang juga masih ada yang mampu meraih pertumbuhan pendapatan 50 persen meski mereka tidak melakukan aksi ”bakar uang”.
"Dulu, ada perusahaan teknologi meraih pertumbuhan tinggi setelah ’bakar uang’. Sekarang dan ke depan, kami harap tidak begitu," ujar Pandu yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus Harian Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) periode 2021-2025.
Lebih jauh, Pandu mengatakan bahwa potensi ekosistem startup di Indonesia masih besar. AC Ventures menyiapkan modal hingga 250 juta dolar AS untuk melakukan investasi di perusahaan early stage. Sementara Indies Capital, di mana Pandu juga menjabat sebagai Managing Partner, menyiapkan sekitar 200 juta dolar AS untuk late stage.
Baca juga: Mobil terbang diujicoba di IKN
Baca juga: Kementerian PUPR bangun kembali SD dengan teknologi RISHA
Meski demikian, Pandu menekankan bahwa investasi ke depan perlu untuk sungguh-sungguh memperhatikan masalah lingkungan (environmental), sosial (social) dan tata kelola (governance). Karena studi yang dilakukan menunjukkan bahwa penerapan ESG telah secara dominan berdampak positif terhadap pengembalian ekuitas.
"Segmen yang akan diinvestasikan saya suka seperti e-commerce, fintech, e-commerce, logistik, tapi memang harus ada ESG element karena itu jadi sangat penting untuk masuk perusahaan Tbk, apalagi kalau yang udah late stage," kata Pandu.