Mataram, 12/1 (ANTARA) - Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) periode 2013-2018 tinggal empat bulan lagi, karena jadwal pemungutan suara ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), pada 13 Mei untuk putaran pertama dan 22 Juli untuk putaran kedua.
Namun, tahapan pencalonan pasangan calon baik yang diusung partai politik dan gabungan partai politik maupun calon perseorangan dengan dukungan pemilih, sudah dalam hitungan hari.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB akan membuka pendaftaran pada 5-11 Februari 2013, yang diawali dengan pengumuman pendaftaran pasangan calon pada 3-4 Februari.
Suksesi kepala daerah di Provinsi NTB memang berbeda dengan provinsi lain yang jangankan hitungan hari, hitungan tahun pun situasi perpolitikan sudah memanas.
Baliho, spanduk dan alat peraga kampanye lainnya terkait pasangan calon yang biasanya sudah bertebaran di mana-mana, nyaris tidak tampak dalam proses suksesi di Provinsi NTB kali ini.
Para kandidat yang ingin bertarung dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB sepertinya sudah layu sebelum berkembang.
Berbeda dengan periode sebelumnya, dimana jalan-jalan protokoler di wilayah NTB diwarnai beragam baliho, dan poster pasangan calon, serta alat peraga kampanye pasangan calon lainnya, yang lebih dulu merebak di berbagai lokasi meskipun tahapan kampanye belum dimulai.
Bahkan, saat itu baliho dan alat peraga kampanye itu sudah terpampang di banyak lokasi meskipun jadwal pemilihannya masih lebih dari setahun.
Prosesi pemilihan kepala daerah di Provinsi NTB kali ini relatif "adem ayem". Jangankan baliho atau alat peraga lainnya yang berisi pasangan calon yang akan bertarung, kandidatnya pun belum berpasangan, atau masih mencari-cari.
Keinginan maju hanya ada dalam pemberitaan berbagai media massa, belum sampai pada tahapan deklarasi pasangan calon sebagai bukti komitmen bertarung dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Kecuali bakal calon perseorangan Lalu Ranggalawe dan H Muchlis yang gagah berani mendatangi KPU NTB untuk menyerahkan dokumen pendukung calon perseorangan, dan merupakan satu-satunya bakal calon perseorangan yang hendak bertarung.
Mungkin saja, Ranggalawe dan pasangannya pun agak pesimis untuk memenangkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur itu, namun ia harus menunjukkan komitmennya sebagai perintis dibolehkannya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, yang diperjuangkan hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK) lima tahun lalu.
Di kalangan partai poltik, Partai Bulan Bintang (PBB) memang sudah menyatakan akan mengusung Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PBB NTB KH Zulkifli Muhadli sebagai calon Gubernur NTB. Kini, Zulkifli masih menjabat Bupati Sumbawa Barat untuk periode keduanya.
Namun Zulkifli yang menjabat Bupati Sumbawa Barat sejak 2005 belum memiliki pasangan calon, sehingga deklarasi pun belum dilakukan, meskipun pemilihannya tinggal menghitung hari.
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) NTB juga sudah mengumumkan kandidat yang diusung untuk maju dalam pemilihan Gubernur NTB yakni H Suryadi Jaya Purnama, yang juga Ketua DPW PKS NTB.
Hanya saja, PKS pun dilanda kegamangan. Kandidat yang diusung itu tidak harus menjadi calon gubernur, bisa juga diusung sebagai calon wakil gubernur, sehingga membuka peluang berkoalisi dengan partai politik lainnya untuk menghasilkan pasangan calon.
Sedangkan partai politik dan gabungan partai politik lainnya, seperti Partai Amanat Nasional (PAN), cenderung mendukung kandidat "incumbent" dengan harapan digandeng sebagai wakil gubernur.
Bahkan, partai pemenang Pemilu 2009 di NTB yakni Golkar, yang menempati kursi terbanyak dibanding partai lainnya di DPRD NTB, juga belum menetapkan kandidat calon gubernur, apalagi wakilnya.
Tersiar kabar, Partai Golkar cenderung menunggu kandidatnya dipinang oleh Partai Demokrat untuk mendampingi sang calon "incumbent", sehingga enggan mengusung calon gubernur.
Partai besar lainnya, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) malah jauh-jauh hari menyatakan mendukung Zainul Majdi untuk tetap memimpin NTB pada periode kedua.
Sangat mungkin, pernyataan dukungan PDIP yang lebih tempo itu, bermaksud menghendaki diajak untuk berpasangan dengan calon "incumbent" untuk posisi calon wakil gubernur.
Memang, bukan rahasia lagi jika minat bertarung para kandidat baik yang berasal dari politisi, birokrasi maupun kalangan lainnya menjadi surut lantaran calon yang tengah berkuasa (incumbent) masih terlalu tangguh untuk dikalahkan.
DR TGH M Zainul Majdi sebagai calon "incumbent" yang menjadi Gubernur NTB periode 2008-2013, menjabat Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Demokrat NTB, sehingga diusung partai pemenang Pemilu 2009 itu.
Gubernur yang berasal dari kalangan ulama yang juga merupakan gubernur termuda di Indonesia yang baru berusia 40 tahun itu, selalu disalami dan tangannya dicium oleh masyarakat yang nantinya akan memilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS), ketika berkunjung ke kabupaten/kota hingga kecamatan dan desa.
Popularitas dan elektabilitas doktor lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, yang pernah menjadi anggota Komisi X DPR itu tentu tidak diragukan lagi, karena ia juga cucu dari pendiri organisasi Islam terbesar di NTB yakni Nahdlatul Wathan (NW).
Hanya saja, sampai 121 hari menjelang pemungutan suara pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode berikutnya, atau 23 hari menjelang tahapan pendaftaran pasangan calon, Zainul belum menetapkan kandidat yang akan mendampinginya untuk periode keduanya.
"Siapa ya, wartawan saja ya," ujar Zainul sambil tersenyum, ketika dikonfirmasi siapa yang akan dipilih untuk mendampinginya.
Politisi atau birokrat
Banyak kalangan di NTB menduga Zainul sedang dilanda kegamangan dalam memilih pasangan calon. Apakah dari kalangan politisi atau birokrat.
Sejumlah kalangan di NTB kemudian mengait-ngaitkan kegamangan tersebut seperti yang dialami Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika hendak memilih calon Wakil Presiden menjelang pemilihan Presiden 2009.
Saat itu, berbagai partai politik menyodorkan calon Wakil Presiden untuk mendampingi SBY, terutama dari partai koalisi, namun akhirnya SBY memilih Boediono yang bukan dari kalangan politisi.
Apakah Zainul akan memilih kandidat dari birokrat atau politisi untuk mendampingi pada periode keduanya? Masih belum jelas, bahkan sejumlah partai besar di NTB terus berupaya menyodorkan kandidat terbaiknya.
Semula Zainul masih menimbang-nimbang siapa dari 15 nama yang paling cocok mendampingi untuk periode keduanya itu, termasuk diantaranya sejumlah kandidat dari kalangan birokrat seperti H Badrul Munir yang sekarang masih menjadi Wakil Gubernur NTB, dan H Muhammad Nur yang masih menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) NTB.
Sempat mengemuka, Zainul akan memilih kandidat dari kalangan birokrat agar memudahkan pelaksanaan program reformasi birokrasi yang dicanangkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Alasan lainnya, Zainul ingin memimpin NTB pada periode keduanya dengan aman dan damai, tanpa dibebani kerumitan persoalan birokrasi, sehinga membutuhkan pendamping yang benar-benar paham birokrasi.
Dari alasan itu, mencuat nama H Lalu Mariyun (mantan Ketua Pengadilan Tinggi Mataram), yang memang menjelang purna tugas dari institusi hukum itu terlihat sering bersama-sama Gubernur NTB.
Belakangan dari 15 nama itu sudah mengerucut menjadi tiga calon yang semuanya dari kalangan politisi, masing-masing calon yang disodorkan PAN, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Golkar.
Bahkan, tersiar kabar akan segera dilakukan deklarasi pasangan calon yang diusung Partai Demokrat dan partai koalisinya, yang dijadwalkan pertengahan Januari 2013.
Menurut sejumlah kalangan, kandidat dari PAN yang belakangan menguat yakni Muhammad Syafrudin ST, putra Bima, NTB yang masih menjadi anggota DPR, dan kandidat dari Hanura yang menguat yakni Harun Al Rasyid (mantan Gubernur NTB), dan kandidat dari Golkar yakni Muhammad Amin MSi (Sekretaris DPD I Partai Golkar NTB).
Dari ketiga kandidat itu, Syafrudin lebih berpeluang, jika Ketua Umum PAN Hatta Rajasa berperan aktif dalam lobi-lobi politik.
Saat SBY memilih Boediono dan mengesampingkan kandidat yang disodorkan parpol, terutama parpol koalisi, Hatta yang saat itu menjabat Menteri Sekretaris Negara berperan sebagai utusan khusus SBY untuk berbicara kepada partai-partai politik di Istana Negara.
Hatta mengajak partai-partai politik mitra koalisi Partai Demokrat itu untuk mendukung pilihan SBY. Meskipun sempat mencuat ancaman akan mundur dari koalisi, namun semuanya terkendali.
"Sebagai bagian dari masyarakat NTB, menurut saya Syafrudin yang paling berpeluang digandeng TGB (sebutan akrab untuk Zainul Majdi), karena peran Pak Hatta. Ini menurut saya sebagai masyarakat, bukan kapasitas sebagai bagian dari KPU," ujar Fauzan Khalid, yang masih menjabat Ketua KPU Provinsi NTB itu.
Siapa yang akan mendampingi Zainul dalam pasangan calon yang diusung Partai Demokrat NTB dan mitra koalisinya, baru akan terjawab setelah deklarasi pasangan calon dilakukan, sebelum tahapan pendaftaran, yang masih tersisa 23 hari lagi. (*)
Namun, tahapan pencalonan pasangan calon baik yang diusung partai politik dan gabungan partai politik maupun calon perseorangan dengan dukungan pemilih, sudah dalam hitungan hari.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi NTB akan membuka pendaftaran pada 5-11 Februari 2013, yang diawali dengan pengumuman pendaftaran pasangan calon pada 3-4 Februari.
Suksesi kepala daerah di Provinsi NTB memang berbeda dengan provinsi lain yang jangankan hitungan hari, hitungan tahun pun situasi perpolitikan sudah memanas.
Baliho, spanduk dan alat peraga kampanye lainnya terkait pasangan calon yang biasanya sudah bertebaran di mana-mana, nyaris tidak tampak dalam proses suksesi di Provinsi NTB kali ini.
Para kandidat yang ingin bertarung dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB sepertinya sudah layu sebelum berkembang.
Berbeda dengan periode sebelumnya, dimana jalan-jalan protokoler di wilayah NTB diwarnai beragam baliho, dan poster pasangan calon, serta alat peraga kampanye pasangan calon lainnya, yang lebih dulu merebak di berbagai lokasi meskipun tahapan kampanye belum dimulai.
Bahkan, saat itu baliho dan alat peraga kampanye itu sudah terpampang di banyak lokasi meskipun jadwal pemilihannya masih lebih dari setahun.
Prosesi pemilihan kepala daerah di Provinsi NTB kali ini relatif "adem ayem". Jangankan baliho atau alat peraga lainnya yang berisi pasangan calon yang akan bertarung, kandidatnya pun belum berpasangan, atau masih mencari-cari.
Keinginan maju hanya ada dalam pemberitaan berbagai media massa, belum sampai pada tahapan deklarasi pasangan calon sebagai bukti komitmen bertarung dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Kecuali bakal calon perseorangan Lalu Ranggalawe dan H Muchlis yang gagah berani mendatangi KPU NTB untuk menyerahkan dokumen pendukung calon perseorangan, dan merupakan satu-satunya bakal calon perseorangan yang hendak bertarung.
Mungkin saja, Ranggalawe dan pasangannya pun agak pesimis untuk memenangkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur itu, namun ia harus menunjukkan komitmennya sebagai perintis dibolehkannya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, yang diperjuangkan hingga ke Mahkamah Konstitusi (MK) lima tahun lalu.
Di kalangan partai poltik, Partai Bulan Bintang (PBB) memang sudah menyatakan akan mengusung Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PBB NTB KH Zulkifli Muhadli sebagai calon Gubernur NTB. Kini, Zulkifli masih menjabat Bupati Sumbawa Barat untuk periode keduanya.
Namun Zulkifli yang menjabat Bupati Sumbawa Barat sejak 2005 belum memiliki pasangan calon, sehingga deklarasi pun belum dilakukan, meskipun pemilihannya tinggal menghitung hari.
Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) NTB juga sudah mengumumkan kandidat yang diusung untuk maju dalam pemilihan Gubernur NTB yakni H Suryadi Jaya Purnama, yang juga Ketua DPW PKS NTB.
Hanya saja, PKS pun dilanda kegamangan. Kandidat yang diusung itu tidak harus menjadi calon gubernur, bisa juga diusung sebagai calon wakil gubernur, sehingga membuka peluang berkoalisi dengan partai politik lainnya untuk menghasilkan pasangan calon.
Sedangkan partai politik dan gabungan partai politik lainnya, seperti Partai Amanat Nasional (PAN), cenderung mendukung kandidat "incumbent" dengan harapan digandeng sebagai wakil gubernur.
Bahkan, partai pemenang Pemilu 2009 di NTB yakni Golkar, yang menempati kursi terbanyak dibanding partai lainnya di DPRD NTB, juga belum menetapkan kandidat calon gubernur, apalagi wakilnya.
Tersiar kabar, Partai Golkar cenderung menunggu kandidatnya dipinang oleh Partai Demokrat untuk mendampingi sang calon "incumbent", sehingga enggan mengusung calon gubernur.
Partai besar lainnya, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) malah jauh-jauh hari menyatakan mendukung Zainul Majdi untuk tetap memimpin NTB pada periode kedua.
Sangat mungkin, pernyataan dukungan PDIP yang lebih tempo itu, bermaksud menghendaki diajak untuk berpasangan dengan calon "incumbent" untuk posisi calon wakil gubernur.
Memang, bukan rahasia lagi jika minat bertarung para kandidat baik yang berasal dari politisi, birokrasi maupun kalangan lainnya menjadi surut lantaran calon yang tengah berkuasa (incumbent) masih terlalu tangguh untuk dikalahkan.
DR TGH M Zainul Majdi sebagai calon "incumbent" yang menjadi Gubernur NTB periode 2008-2013, menjabat Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Partai Demokrat NTB, sehingga diusung partai pemenang Pemilu 2009 itu.
Gubernur yang berasal dari kalangan ulama yang juga merupakan gubernur termuda di Indonesia yang baru berusia 40 tahun itu, selalu disalami dan tangannya dicium oleh masyarakat yang nantinya akan memilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS), ketika berkunjung ke kabupaten/kota hingga kecamatan dan desa.
Popularitas dan elektabilitas doktor lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir, yang pernah menjadi anggota Komisi X DPR itu tentu tidak diragukan lagi, karena ia juga cucu dari pendiri organisasi Islam terbesar di NTB yakni Nahdlatul Wathan (NW).
Hanya saja, sampai 121 hari menjelang pemungutan suara pada pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTB periode berikutnya, atau 23 hari menjelang tahapan pendaftaran pasangan calon, Zainul belum menetapkan kandidat yang akan mendampinginya untuk periode keduanya.
"Siapa ya, wartawan saja ya," ujar Zainul sambil tersenyum, ketika dikonfirmasi siapa yang akan dipilih untuk mendampinginya.
Politisi atau birokrat
Banyak kalangan di NTB menduga Zainul sedang dilanda kegamangan dalam memilih pasangan calon. Apakah dari kalangan politisi atau birokrat.
Sejumlah kalangan di NTB kemudian mengait-ngaitkan kegamangan tersebut seperti yang dialami Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ketika hendak memilih calon Wakil Presiden menjelang pemilihan Presiden 2009.
Saat itu, berbagai partai politik menyodorkan calon Wakil Presiden untuk mendampingi SBY, terutama dari partai koalisi, namun akhirnya SBY memilih Boediono yang bukan dari kalangan politisi.
Apakah Zainul akan memilih kandidat dari birokrat atau politisi untuk mendampingi pada periode keduanya? Masih belum jelas, bahkan sejumlah partai besar di NTB terus berupaya menyodorkan kandidat terbaiknya.
Semula Zainul masih menimbang-nimbang siapa dari 15 nama yang paling cocok mendampingi untuk periode keduanya itu, termasuk diantaranya sejumlah kandidat dari kalangan birokrat seperti H Badrul Munir yang sekarang masih menjadi Wakil Gubernur NTB, dan H Muhammad Nur yang masih menjabat Sekretaris Daerah (Sekda) NTB.
Sempat mengemuka, Zainul akan memilih kandidat dari kalangan birokrat agar memudahkan pelaksanaan program reformasi birokrasi yang dicanangkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Alasan lainnya, Zainul ingin memimpin NTB pada periode keduanya dengan aman dan damai, tanpa dibebani kerumitan persoalan birokrasi, sehinga membutuhkan pendamping yang benar-benar paham birokrasi.
Dari alasan itu, mencuat nama H Lalu Mariyun (mantan Ketua Pengadilan Tinggi Mataram), yang memang menjelang purna tugas dari institusi hukum itu terlihat sering bersama-sama Gubernur NTB.
Belakangan dari 15 nama itu sudah mengerucut menjadi tiga calon yang semuanya dari kalangan politisi, masing-masing calon yang disodorkan PAN, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dan Golkar.
Bahkan, tersiar kabar akan segera dilakukan deklarasi pasangan calon yang diusung Partai Demokrat dan partai koalisinya, yang dijadwalkan pertengahan Januari 2013.
Menurut sejumlah kalangan, kandidat dari PAN yang belakangan menguat yakni Muhammad Syafrudin ST, putra Bima, NTB yang masih menjadi anggota DPR, dan kandidat dari Hanura yang menguat yakni Harun Al Rasyid (mantan Gubernur NTB), dan kandidat dari Golkar yakni Muhammad Amin MSi (Sekretaris DPD I Partai Golkar NTB).
Dari ketiga kandidat itu, Syafrudin lebih berpeluang, jika Ketua Umum PAN Hatta Rajasa berperan aktif dalam lobi-lobi politik.
Saat SBY memilih Boediono dan mengesampingkan kandidat yang disodorkan parpol, terutama parpol koalisi, Hatta yang saat itu menjabat Menteri Sekretaris Negara berperan sebagai utusan khusus SBY untuk berbicara kepada partai-partai politik di Istana Negara.
Hatta mengajak partai-partai politik mitra koalisi Partai Demokrat itu untuk mendukung pilihan SBY. Meskipun sempat mencuat ancaman akan mundur dari koalisi, namun semuanya terkendali.
"Sebagai bagian dari masyarakat NTB, menurut saya Syafrudin yang paling berpeluang digandeng TGB (sebutan akrab untuk Zainul Majdi), karena peran Pak Hatta. Ini menurut saya sebagai masyarakat, bukan kapasitas sebagai bagian dari KPU," ujar Fauzan Khalid, yang masih menjabat Ketua KPU Provinsi NTB itu.
Siapa yang akan mendampingi Zainul dalam pasangan calon yang diusung Partai Demokrat NTB dan mitra koalisinya, baru akan terjawab setelah deklarasi pasangan calon dilakukan, sebelum tahapan pendaftaran, yang masih tersisa 23 hari lagi. (*)