Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) menyatakan sistem informasi dokumen lingkungan hidup Amdalnet bisa mempercepat persetujuan lingkungan di Indonesia. Kepala Badan Standardisasi Instrumen Kementerian LHK Ary Sudijanto mengatakan sistem Amdalnet sudah terintegrasi dengan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) terhitung sejak 4 Agustus 2021, namun saat itu baru untuk kegiatan dengan tingkat risiko rendah dengan tingkat risiko menengah rendah.
"Untuk tingkat risiko rendah dan tingkat risiko menengah rendah, service level agreement-nya itu adalah dua jam. Jadi dua jam setelah pelaku usaha selesai mengisi isian yang ada di OSS RBA, maka perizinan berusahanya harus terbit," kata Ari di Gedung Mandala Wanabakti, Jakarta, Selasa.
Sampai akhir 2022 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan ada sekitar 2,8 juta Nomor Induk Berusaha (NIB) yang sudah diterbitkan dan dipastikan dipastikan sudah memiliki surat pernyataan kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (SPPL) karena SPPL sudah diintegrasikan ke sana.
Adapun untuk izin risiko menengah rendah hampir 400 ribu NIB sejak 4 Agustus 2022. "Sebanyak 370 ribu sekian itu juga sudah bisa memenuhi service level agreement dua jam. Hit-nya satu hari itu bisa diselesaikan 57.800 permohonan diselesaikan dan itu pelaku usaha tidak lagi menyusun dokumen UKL-UPL," jelas Ari.
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) disusunkan oleh Amdalnet. Pelaku usaha hanya mengisi isian yang ada di OSS. Data dari isian OSS akan diambil dan ditarik oleh Amdalnet. Lalu Amdalnet yang akan menyusunkan UKL-UPL. Setelah UKL-UPL selesai kemudian dilemparkan kembali ke dalam OSS RBA.
"Nanti OSS RBA menerbitkan persetujuan lingkungan dan perizinan berusahanya, itu dalam waktu maksimal dua jam. Sekarang yang akan kita integrasikan dengan yang diluncurkan pada hari ini itu adalah untuk yang tingkat risiko menengah tinggi dan tinggi," ujar Ari.
Lebih lanjut ia berharap dokumen UKL-UPL bisa menyesuaikan dengan service level agreement yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. "Jadi UKL-UPL nanti harapannya prosesnya bisa lima hari setelah selesai diisi. Sementara untuk Amdal itu nanti di kerangka acuan ada 30 hari sejak masuk. Kemudian nanti di Amdal dan RKL-RPL itu 50 hari," kata Ari.
"Walaupun berdasarkan surat edaran atau arahan dari Presiden, kita berdasarkan ini akan coba selesaikan keseluruhan, termasuk dengan perbaikan yang ada di pemrakarsa bisa diselesaikan dalam waktu 125 hari," imbuhnya.
Baca juga: Pemprov NTB dorong Raperda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Baca juga: Dinkes ajak warga Biak jaga kebersihan lingkungan
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan sistem Amdalnet mampu mengatasi kelemahan prosedur birokrasi di Indonesia mulai dari lamanya proses persetujuan lingkungan, biaya pengurusan dokumen lingkungan yang mahal, kualitas dokumen lingkungan yang belum sesuai harapan hingga jumlah permohonan persetujuan lingkungan yang meningkat pesat.
Percepatan layanan persetujuan lingkungan melalui Amdalnet merupakan langkah strategis Kementerian LHK sebagai implikasi atas terbitnya Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Untuk tingkat risiko rendah dan tingkat risiko menengah rendah, service level agreement-nya itu adalah dua jam. Jadi dua jam setelah pelaku usaha selesai mengisi isian yang ada di OSS RBA, maka perizinan berusahanya harus terbit," kata Ari di Gedung Mandala Wanabakti, Jakarta, Selasa.
Sampai akhir 2022 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) melaporkan ada sekitar 2,8 juta Nomor Induk Berusaha (NIB) yang sudah diterbitkan dan dipastikan dipastikan sudah memiliki surat pernyataan kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (SPPL) karena SPPL sudah diintegrasikan ke sana.
Adapun untuk izin risiko menengah rendah hampir 400 ribu NIB sejak 4 Agustus 2022. "Sebanyak 370 ribu sekian itu juga sudah bisa memenuhi service level agreement dua jam. Hit-nya satu hari itu bisa diselesaikan 57.800 permohonan diselesaikan dan itu pelaku usaha tidak lagi menyusun dokumen UKL-UPL," jelas Ari.
Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) disusunkan oleh Amdalnet. Pelaku usaha hanya mengisi isian yang ada di OSS. Data dari isian OSS akan diambil dan ditarik oleh Amdalnet. Lalu Amdalnet yang akan menyusunkan UKL-UPL. Setelah UKL-UPL selesai kemudian dilemparkan kembali ke dalam OSS RBA.
"Nanti OSS RBA menerbitkan persetujuan lingkungan dan perizinan berusahanya, itu dalam waktu maksimal dua jam. Sekarang yang akan kita integrasikan dengan yang diluncurkan pada hari ini itu adalah untuk yang tingkat risiko menengah tinggi dan tinggi," ujar Ari.
Lebih lanjut ia berharap dokumen UKL-UPL bisa menyesuaikan dengan service level agreement yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. "Jadi UKL-UPL nanti harapannya prosesnya bisa lima hari setelah selesai diisi. Sementara untuk Amdal itu nanti di kerangka acuan ada 30 hari sejak masuk. Kemudian nanti di Amdal dan RKL-RPL itu 50 hari," kata Ari.
"Walaupun berdasarkan surat edaran atau arahan dari Presiden, kita berdasarkan ini akan coba selesaikan keseluruhan, termasuk dengan perbaikan yang ada di pemrakarsa bisa diselesaikan dalam waktu 125 hari," imbuhnya.
Baca juga: Pemprov NTB dorong Raperda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Baca juga: Dinkes ajak warga Biak jaga kebersihan lingkungan
Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan sistem Amdalnet mampu mengatasi kelemahan prosedur birokrasi di Indonesia mulai dari lamanya proses persetujuan lingkungan, biaya pengurusan dokumen lingkungan yang mahal, kualitas dokumen lingkungan yang belum sesuai harapan hingga jumlah permohonan persetujuan lingkungan yang meningkat pesat.
Percepatan layanan persetujuan lingkungan melalui Amdalnet merupakan langkah strategis Kementerian LHK sebagai implikasi atas terbitnya Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.