Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani meminta jajarannya untuk merespon cepat isu pekerja migran di luar negeri. "Harus miliki sensitivitas masalah-masalah di lapangan. Terutama dalam merespon aduan PMI, seperti aduan dari PMI di Korea Selatan," katanya dalam rapat pimpinan BP2MI di Jakarta, Jumat.
Pernyataan keras Benny itu, menyikapi kasus meninggalnya Purwanto PMI asal Cilacap atas insiden kebakaran di Korea Selatan. Benny menegaskan respon dan gerakan lebih cepat untuk melayani PMI.
Jangan sampai, kata dia, pihak Istana Negara lebih dahulu tahu informasi tentang PMI, dibanding BP2MI sebagai lembaga yang menaungi PMI. Jika sampai bobol mendapatkan informasi, Benny khawatir, imbasnya lembaga BP2MI dibubarkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, ia meminta, para pejabat BP2MI minimal rajin membaca berita. "Membaca berita setiap pagi, itu yang saya minta dan sarankan," ujarnya.
Benny menjelaskan, Purwanto merupakan PMI G to G Manufacturing asal Cilacap yang mengalami luka bakar di sekujur tubuh mencapai 77 persen. Purwanto meninggal pada Senin (6/3/2023) lalu, setelah koma 10 hari di rumah sakit.
Baca juga: Stafsus Presiden Jokowi apresiasi kinerja BP2MI
Baca juga: BP2MI deteksi jalur baru penyelundupan pekerja migran ilegal
"Masalahnya sekarang adalah, pertama pemulangan. Kedua pembiayaan, biayanya sampai 28 juta won atau sekitar Rp300 juta. Saya minta ini disikapi segera apa jalan keluarnya," kata Benny dalam rapat itu.
Lebih lanjut, Benny juga sempat menyinggung persoalan asuransi PMI yang sampai saat ini belum terselesaikan. Ia berharap, pemerintah dan BP2MI bisa segera menemukan solusi. "Peristiwa kebakaran terjadi saat mereka tidur. Mereka tak dapat asuransi kecelakaan kerja. Asuransi kesehatan hanya bisa menampung sebagian dari biaya perawatan rumah sakit disana," jelasnya.
Dia mengungkapkan biaya rumah sakit yang masih harus dibayar secara mandiri itu 13 juta won, biaya pemulangan 9 - 10 juta won. Total 22 - 23 juta won atau Rp268-300 juta.
Pernyataan keras Benny itu, menyikapi kasus meninggalnya Purwanto PMI asal Cilacap atas insiden kebakaran di Korea Selatan. Benny menegaskan respon dan gerakan lebih cepat untuk melayani PMI.
Jangan sampai, kata dia, pihak Istana Negara lebih dahulu tahu informasi tentang PMI, dibanding BP2MI sebagai lembaga yang menaungi PMI. Jika sampai bobol mendapatkan informasi, Benny khawatir, imbasnya lembaga BP2MI dibubarkan oleh pemerintah. Oleh sebab itu, ia meminta, para pejabat BP2MI minimal rajin membaca berita. "Membaca berita setiap pagi, itu yang saya minta dan sarankan," ujarnya.
Benny menjelaskan, Purwanto merupakan PMI G to G Manufacturing asal Cilacap yang mengalami luka bakar di sekujur tubuh mencapai 77 persen. Purwanto meninggal pada Senin (6/3/2023) lalu, setelah koma 10 hari di rumah sakit.
Baca juga: Stafsus Presiden Jokowi apresiasi kinerja BP2MI
Baca juga: BP2MI deteksi jalur baru penyelundupan pekerja migran ilegal
"Masalahnya sekarang adalah, pertama pemulangan. Kedua pembiayaan, biayanya sampai 28 juta won atau sekitar Rp300 juta. Saya minta ini disikapi segera apa jalan keluarnya," kata Benny dalam rapat itu.
Lebih lanjut, Benny juga sempat menyinggung persoalan asuransi PMI yang sampai saat ini belum terselesaikan. Ia berharap, pemerintah dan BP2MI bisa segera menemukan solusi. "Peristiwa kebakaran terjadi saat mereka tidur. Mereka tak dapat asuransi kecelakaan kerja. Asuransi kesehatan hanya bisa menampung sebagian dari biaya perawatan rumah sakit disana," jelasnya.
Dia mengungkapkan biaya rumah sakit yang masih harus dibayar secara mandiri itu 13 juta won, biaya pemulangan 9 - 10 juta won. Total 22 - 23 juta won atau Rp268-300 juta.