Badung (ANTARA) - Menkumham RI Yasonna H. Laoly mengatakan kebijakan pemberlakuan visa kunjungan saat kedatangan atau Visa on Arrival (VoA) untuk warga negara asing (WNA) asal Rusia dan Ukraina harus dibahas bersama dengan berbagai pihak yang berkepentingan.
Ditemui di sela-sela kegiatannya di Nusa Dua, Bali, Jumat, Yasonna menjelaskan sejauh ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI belum membuat keputusan terkait kebijakan VoA bagi WNA asal Rusia dan Ukraina di Indonesia.
"Gubernur (Bali) sudah berkirim surat dan itu harus kami putuskan bersama-sama dengan kementerian/lembaga. Dalam waktu dekat, saya akan mengundang Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Pemerintah Provinsi Bali, Asosiasi Agen Tur dan Perjalanan (Asita), dan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), untuk kami putuskan bersama-sama," kata Yasonna.
Dia mengatakan Kemenkumham tidak dapat menerapkan kebijakan VoA bagi WNA asal Rusia dan Ukraina secara sepihak, karena berdampak pada berbagai aspek termasuk sektor pariwisata dan hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara lain.
"Jadi, yang ada di Indonesia itu bukan hanya WNA Rusia dan Ukraina saja, tetapi di sini yang terbanyak itu juga dari Australia. Oleh karena itu, kami harus membahasnya secara bersama-sama dan komprehensif," ucapnya.
Terkait pelanggaran hukum yang dilakukan sejumlah WNA di Bali, Yasonna mengatakan pihak Imigrasi Kemenkumham bersama aparat kepolisian dan Pemprov Bali melalui Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) telah aktif mengawasi dan menindak WNA bermasalah tersebut.
Tidak hanya itu, Timpora juga secara aktif memberi pembinaan kepada WNA di Indonesia. "Faktanya, selama COVID-19, mereka (WNA) ada juga yang membantu kehidupan ekonomi. Sekarang memang ada yang melakukan tindakan-tindakan (pelanggaran), itu kami bekerja sama Imigrasi, polda, pemerintah daerah, Timpora. Kami harus juga mendidik mereka," kata Yasonna.
Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster telah mengusulkan kepada Kemenkumham dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) agar fasilitas VoA bagi WNA asal Rusia dan Ukraina dicabut. Koster menilai kebanyakan warga dari kedua negara datang ke Bali hanya untuk menghindari perang di negara mereka.
Menurut Koster, banyak WNA dari Rusia dan Ukraina memanfaatkan VoA tidak hanya untuk berwisata, tetapi juga untuk bekerja. Bahkan, tambahnya, banyak WNA dari dua negara itu justru melanggar aturan selama tinggal di Bali.
Baca juga: Pemerintah Indonesia tegaskan pentingnya kolaboratif pengawasan perbatasan
Baca juga: Menkumham sebut enam fokus utama Ditjen Imigrasi
"Pelanggaran (dari WNA negara lain) tidak sesignifikan WNA dari dua negara ini," kata Koster. Sementara itu, ditemui secara terpisah, Menteri Kehakiman Rusia Konstantin Anatolievich Chuychenko menyampaikan VoA merupakan mekanisme yang dapat memudahkan wisatawan untuk berkunjung.
Tidak hanya itu, menurut Chuychenko, VoA juga dapat memudahkan kerja sama antarnegara, terutama terkait penindakan kejahatan lintas batas. "VoA ini mekanisme yang penting untuk memudahkan kunjungan wisatawan sekaligus memudahkan dua negara untuk menindak kejahatan, karena ada informasi kunjungan yang dapat diberikan masing-masing negara," kata Chuychenko.
Menteri Kehakiman Rusia Konstantin Anatolievich Chuychenko memberikan keterangan usai penandatanganan perjanjian kerja sama ekstradisi antara Indonesia dan Rusia di Nusa Dua, Bali, Jumat (31/3/2023). (ANTARA/Genta Tenri Mawangi)
Dia juga menyebutkan jumlah kunjungan WNA Rusia ke Indonesia, khususnya Bali, pada masa setelah pandemi justru lebih rendah dibandingkan saat sebelum pandemi. "Sebelum pandemi, ada lebih dari 100.000 orang. Sekarang jumlahnya kurang dari itu," kata dia.
Oleh karena itu, dia mengatakan siap membantu Indonesia untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing dari negaranya berkunjung ke Tanah Air. "Mempertimbangkan persahabatan dua negara, kami berkewajiban melakukan apapun agar wisatawan yang datang bisa tambah dua kali lipat ke depannya," ujar Chuychenko.
Ditemui di sela-sela kegiatannya di Nusa Dua, Bali, Jumat, Yasonna menjelaskan sejauh ini Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI belum membuat keputusan terkait kebijakan VoA bagi WNA asal Rusia dan Ukraina di Indonesia.
"Gubernur (Bali) sudah berkirim surat dan itu harus kami putuskan bersama-sama dengan kementerian/lembaga. Dalam waktu dekat, saya akan mengundang Kementerian Luar Negeri RI, Kementerian Pariwisata, Kementerian Perhubungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Pemerintah Provinsi Bali, Asosiasi Agen Tur dan Perjalanan (Asita), dan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), untuk kami putuskan bersama-sama," kata Yasonna.
Dia mengatakan Kemenkumham tidak dapat menerapkan kebijakan VoA bagi WNA asal Rusia dan Ukraina secara sepihak, karena berdampak pada berbagai aspek termasuk sektor pariwisata dan hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara lain.
"Jadi, yang ada di Indonesia itu bukan hanya WNA Rusia dan Ukraina saja, tetapi di sini yang terbanyak itu juga dari Australia. Oleh karena itu, kami harus membahasnya secara bersama-sama dan komprehensif," ucapnya.
Terkait pelanggaran hukum yang dilakukan sejumlah WNA di Bali, Yasonna mengatakan pihak Imigrasi Kemenkumham bersama aparat kepolisian dan Pemprov Bali melalui Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) telah aktif mengawasi dan menindak WNA bermasalah tersebut.
Tidak hanya itu, Timpora juga secara aktif memberi pembinaan kepada WNA di Indonesia. "Faktanya, selama COVID-19, mereka (WNA) ada juga yang membantu kehidupan ekonomi. Sekarang memang ada yang melakukan tindakan-tindakan (pelanggaran), itu kami bekerja sama Imigrasi, polda, pemerintah daerah, Timpora. Kami harus juga mendidik mereka," kata Yasonna.
Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster telah mengusulkan kepada Kemenkumham dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) agar fasilitas VoA bagi WNA asal Rusia dan Ukraina dicabut. Koster menilai kebanyakan warga dari kedua negara datang ke Bali hanya untuk menghindari perang di negara mereka.
Menurut Koster, banyak WNA dari Rusia dan Ukraina memanfaatkan VoA tidak hanya untuk berwisata, tetapi juga untuk bekerja. Bahkan, tambahnya, banyak WNA dari dua negara itu justru melanggar aturan selama tinggal di Bali.
Baca juga: Pemerintah Indonesia tegaskan pentingnya kolaboratif pengawasan perbatasan
Baca juga: Menkumham sebut enam fokus utama Ditjen Imigrasi
"Pelanggaran (dari WNA negara lain) tidak sesignifikan WNA dari dua negara ini," kata Koster. Sementara itu, ditemui secara terpisah, Menteri Kehakiman Rusia Konstantin Anatolievich Chuychenko menyampaikan VoA merupakan mekanisme yang dapat memudahkan wisatawan untuk berkunjung.
Tidak hanya itu, menurut Chuychenko, VoA juga dapat memudahkan kerja sama antarnegara, terutama terkait penindakan kejahatan lintas batas. "VoA ini mekanisme yang penting untuk memudahkan kunjungan wisatawan sekaligus memudahkan dua negara untuk menindak kejahatan, karena ada informasi kunjungan yang dapat diberikan masing-masing negara," kata Chuychenko.
Dia juga menyebutkan jumlah kunjungan WNA Rusia ke Indonesia, khususnya Bali, pada masa setelah pandemi justru lebih rendah dibandingkan saat sebelum pandemi. "Sebelum pandemi, ada lebih dari 100.000 orang. Sekarang jumlahnya kurang dari itu," kata dia.
Oleh karena itu, dia mengatakan siap membantu Indonesia untuk meningkatkan jumlah wisatawan asing dari negaranya berkunjung ke Tanah Air. "Mempertimbangkan persahabatan dua negara, kami berkewajiban melakukan apapun agar wisatawan yang datang bisa tambah dua kali lipat ke depannya," ujar Chuychenko.