Beijing (ANTARA) - China masih mengharapkan pihak-pihak yang terlibat dalam perang Ukraina dan Rusia dapat mewujudkan gencatan senjata dan deeskalasi.
"Posisi China terkait masalah Ukraina konsisten dan jelas yaitu mewujudkan gencatan senjata secepat mungkin dan mengupayakan penyelesaian lewat jalur politik sehingga memenuhi kepentingan semua pihak, dalam hal ini keharusan terbesar adalah mendorong deeskalasi sesegera mungkin," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Senin.
Hal tersebut menyusul keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Minggu (17/11) yang menyebut memberikan izin kepada Ukraina menggunakan sistem rudal taktis jarak jauh (army tactical missile system atau ATACMS) buatan AS untuk "serangan terbatas" ke dalam wilayah Rusia.
Rudal ATACMs yang diproduksi Lockheed Martin itu merupakan rudal balistik yang dirancang untuk diluncurkan dari sistem roket peluncur multilaras (MLRS) untuk menghantam target-target yang berada jauh di belakang garis depan seperti gudang amunisi, markas besar dan titik kumpul pasukan.
Prancis sebelumnya juga secara terbuka memberikan izin Ukraina menggunakan rudal jarak jauh Prancis untuk menyerang target militer di dalam wilayah Rusia. Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Noel Barrot mengatakan, Presiden Perancis Emmanuel Macron terbuka untuk mempertimbangkan "lampu hijau" penggunaan rudal Prancis untuk menyerang Rusia.
Perancis dan Inggris telah menyediakan rudal jarak jauh Storm Shadow dan SCALP untuk Ukraina tapi kedua negara tersebut menahan diri untuk tidak mengizinkan penggunaannya di wilayah Rusia tanpa persetujuan AS.
"China selalu mendorong dan mendukung semua upaya yang mendukung penyelesaian krisis secara damai, dan siap untuk terus memainkan peran konstruktif dengan caranya sendiri untuk penyelesaian politik krisis Ukraina," tambah Lin Jian.
MLRS biasanya digunakan angkatan darat untuk melancarkan serangan artileri.
ATACMs dapat melaju dengan kecepatan sangat cepat sehingga sulit dicegat dan mencapai lokasi berjarak 300 kilometer dengan dipandu sistem GPS serta membawa hulu ledak peledak seberat 227 kilogram. Rudal tersebut juga bisa membawa amunisi yang terbuka di atas target untuk menyebarkan ratusan bom kecil.
Seorang pejabat senior AS mengatakan, strategi tersebut bertujuan untuk membatasi keterlibatan lebih dalam pasukan Korea Utara dalam serangan Rusia ke Ukraina yang berlangsung sejak Februari 2022.
Baca juga: Pemerintah China harap pemerintahan baru Jepang bangun hubungan konstruktif
Intelijen Korea Selatan mengatakan 3.000 orang Korea Utara telah dikirim ke Rusia dan sekitar 10.000 orang diperkirakan dikerahkan pada bulan Desember 2024 sedangkan AS mengonfirmasi bahwa setidaknya 3.000 orang Korea Utara telah dikirim ke Rusia timur pada Oktober 2024.
Sebelumnya, Washington menolak sistem rudal ATACMS digunakan Ukraina ke teritori Rusia karena khawatir atas kemungkinan balasan dari Kremlin.
Baca juga: Pemerintah China protes keras UU Zona Maritim Filipina
Keputusan Biden tersebut menandai pergeseran penting dalam kebijakan AS di tengah meningkatnya kompleksitas di konflik Ukraina, serta terjadi dua bulan menjelang berakhirnya masa jabatnya.
Sedangkan presiden AS terpilih Donald Trump, mengisyaratkan akan memangkas bantuan militer untuk Ukraina yang berpotensi melemahkan saat menghadapi Rusia.
Trump telah berjanji mengakhiri perang Rusia-Ukraina selekas mungkin, meski hingga saat ini belum diketahui strategi apa yang akan ia tempuh untuk mencapai tujuan itu.