Mataram (ANTARA) - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nusa Tenggara Barat mengungkapkan hingga saat ini belum ada menerima laporan pengaduan dari pekerja soal Tunjangan Hari Raya (THR) menjelang 10 hari Idul Fitri 1414 Hijriah.
"Kalau pengaduan ke provinsi, sampai sekarang belum ada," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Putu Gede Aryadi di Mataram, Senin.
Ia mengatakan pihaknya sudah membuka posko pengaduan dan pelayanan konsultasi THR Idul Fitri 1444 Hijriah. Termasuk yang sudah dibentuk oleh kabupaten dan kota di NTB.
Pembentukan posko layanan pengaduan THR itu untuk memastikan perusahaan melaksanakan pembayaran hak karyawan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
"Sampai sekarang belum ada laporan pengaduan, tapi kalau pun ada pengaduan tidak langsung ditindak. Dilakukan dulu mediasi dengan mempertemukan antara pekerja dan pengusaha agar bisa menerapkan ketentuan THR keagamaan," ujarnya.
Selain posko pengaduan, pihaknya juga menerima konsultasi bagi karyawan yang ingin bertanya bagaimana menghitung besaran THR yang didapat.
"Kami juga turun melakukan sosialisasi ke perusahaan dan pekerja terkait teknis pemberian THR keagamaan," terang Aryadi.
Aryadi menegaskan pihaknya sudah meminta perusahaan yang ada bisa membayar THR secara tepat waktu sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Harapan kita H-7 atau H-5 perusahaan sudah selesai memberikan THR," ujarnya.
Menurutnya pemberian THR ini sesuai dengan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2023 bagi pekerja/buruh di perusahaan. Di mana THR dibayar penuh dan tidak boleh dicicil.
"Kenapa lebih cepat, supaya ada kepastian sehingga pekerja juga lebih tenang bekerja. Semakin lebih cepat diberikan lebih cepat berbelanja untuk keperluan Lebaran sehingga perputaran ekonomi lebih cepat," katanya.
Untuk besaran THR, kata Gede Aryadi, pengusaha wajib memberikan kepada pekerja atau buruh sesuai aturan perundangan. Misalnya, untuk pekerja yang sudah bekerja selama 12 bulan atau lebih, maka diberikan THR sebesar satu bulan gaji.
Sedangkan, bagi pekerja yang masa kerjanya di bawah 12 bulan, tetap diberikan THR sesuai dengan hitungan proporsional.
"Contoh baru kerja satu bulan, tetap diberikan THR. Cara hitung-nya ada, 30 hari kerja," ujar Gede Aryadi.
Menurutnya pemerintah menetapkan sanksi bagi perusahaan yang tidak membayar maupun mencicil THR yang tertuang dalam PP 36/2021.
Ada empat sanksi yang dikenakan mulai dari ringan sampai berat, di antaranya sanksi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.
"Kalau H-7 atau H-5 belum dibayar, silahkan bagi pekerja buat laporan pengaduan. Kami sudah membuat posko pengaduan di Kantor Disnakertrans. Kalau ada pekerja yang merasa dirugikan oleh perusahaan, silahkan melapor," katanya.
"Kalau pengaduan ke provinsi, sampai sekarang belum ada," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) NTB, I Putu Gede Aryadi di Mataram, Senin.
Ia mengatakan pihaknya sudah membuka posko pengaduan dan pelayanan konsultasi THR Idul Fitri 1444 Hijriah. Termasuk yang sudah dibentuk oleh kabupaten dan kota di NTB.
Pembentukan posko layanan pengaduan THR itu untuk memastikan perusahaan melaksanakan pembayaran hak karyawan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
"Sampai sekarang belum ada laporan pengaduan, tapi kalau pun ada pengaduan tidak langsung ditindak. Dilakukan dulu mediasi dengan mempertemukan antara pekerja dan pengusaha agar bisa menerapkan ketentuan THR keagamaan," ujarnya.
Selain posko pengaduan, pihaknya juga menerima konsultasi bagi karyawan yang ingin bertanya bagaimana menghitung besaran THR yang didapat.
"Kami juga turun melakukan sosialisasi ke perusahaan dan pekerja terkait teknis pemberian THR keagamaan," terang Aryadi.
Aryadi menegaskan pihaknya sudah meminta perusahaan yang ada bisa membayar THR secara tepat waktu sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Harapan kita H-7 atau H-5 perusahaan sudah selesai memberikan THR," ujarnya.
Menurutnya pemberian THR ini sesuai dengan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah Nomor M/2/HK.04.00/III/2023 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan 2023 bagi pekerja/buruh di perusahaan. Di mana THR dibayar penuh dan tidak boleh dicicil.
"Kenapa lebih cepat, supaya ada kepastian sehingga pekerja juga lebih tenang bekerja. Semakin lebih cepat diberikan lebih cepat berbelanja untuk keperluan Lebaran sehingga perputaran ekonomi lebih cepat," katanya.
Untuk besaran THR, kata Gede Aryadi, pengusaha wajib memberikan kepada pekerja atau buruh sesuai aturan perundangan. Misalnya, untuk pekerja yang sudah bekerja selama 12 bulan atau lebih, maka diberikan THR sebesar satu bulan gaji.
Sedangkan, bagi pekerja yang masa kerjanya di bawah 12 bulan, tetap diberikan THR sesuai dengan hitungan proporsional.
"Contoh baru kerja satu bulan, tetap diberikan THR. Cara hitung-nya ada, 30 hari kerja," ujar Gede Aryadi.
Menurutnya pemerintah menetapkan sanksi bagi perusahaan yang tidak membayar maupun mencicil THR yang tertuang dalam PP 36/2021.
Ada empat sanksi yang dikenakan mulai dari ringan sampai berat, di antaranya sanksi teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan usaha.
"Kalau H-7 atau H-5 belum dibayar, silahkan bagi pekerja buat laporan pengaduan. Kami sudah membuat posko pengaduan di Kantor Disnakertrans. Kalau ada pekerja yang merasa dirugikan oleh perusahaan, silahkan melapor," katanya.