Mataram (ANTARA) - Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Nusa Tenggara Barat, Zamroni Azis mengingatkan masyarakat untuk saling hormat menghormati di tengah perbedaan penetapan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah.

"Kalaupun ada perbedaan, mari kita saling hormat menghormati. Kita saling hargai karena masing-masing punya cara tersendiri," kata Zamroni Azis di Mataram, Jumat.

Menurut dia, meski ada perbedaan soal penetapan Hari Raya Idul Fitri, dirinya meminta masyarakat di provinsi itu untuk tidak mempersoalkan-nya.

"Jangan pernah perbedaan itu menjadi persoalan di tengah masyarakat. Jangan pernah sesuatu yang beda dipaksa untuk sama. Kemudian jangan pernah dilaksanakan sesuatu yang sama untuk berbeda," ujarnya mengingatkan.

Oleh karena itu, dirinya kembali menegaskan masing-masing pihak sudah memberikan jawaban dan keputusan tentang penetapan Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah.

"Saya kira mari kita jalankan keputusan itu, saling harga menghargai, hormat menghormati kalau satu Syawal hari Jumat (21/4) dan hari Sabtu (22/4) kita hormati. Mudah-mudahan pahala selama bulan Ramadhan ini dapat diterima Allah SWT," katanya.

Sebelumnya pada Jumat (21/4), ribuan warga memadati pelaksanaan shalat Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah di halaman kampus Universitas Muhammadiyah Mataram.

Pelaksanaan shalat Hari Raya Idul Fitri 1444 Hijriah di halaman kampus Universitas Muhammadiyah Mataram (Ummat) itu dimulai pukul 07.00 Wita. Bertindak sebagai Imam Ketua Lembaga Pengkajian Pengembangan Pengamalan Al Islam dan Kemuhammadiyahan (LP3IK) Ummat, Muhammad Anugerah Arifin dan Khatib Ketua Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah NTB, Falahuddin.

Ketua Pengurus Wilayah (PW) Muhammadiyah NTB, Falahuddin dalam ceramahnya mengajak sesama umat Islam maupun masyarakat untuk tidak mempermasalahkan adanya perbedaan hari raya Idul Fitri. Justru, menurutnya adanya perbedaan tersebut menjadi semangat memperkokoh persatuan dan kesatuan antar umat Islam.

Sebab, dalam konteks persatuan berbangsa dan bernegara persatuan harus dimaknai bukan dalam arti penyeragaman melainkan dalam arti kebhinekaan. Karena itu dalam toleransi tidak hanya dalam kata dan retorika tetapi harus menjadi praktis di lapangan.

"Toleransi tidak hanya antarpemeluk agama melainkan sesama agama yakni umat Islam. Kalau dalam praktek ritual harian saja ada varian-variannya ada perbedaan-perbedaan-nya, ada yang menggunakan qunut dan ada yang tidak qunut dan ada yang menggunakan usalli dan ada yang tidak, itu adalah bagian dari varian-varian dan perbedaan dalam internal ibadah sesama agama, apalagi shalat Idul Fitri yang semuanya tidak mungkin dielakkan perbedaan itu," terang Falahuddin.

Karena itu adanya perbedaan tersebut, menurut Falahuddin, masyarakat tidak perlu risih dalam perbedaan tersebut seperti pada penentuan awal bulan Syawal 1444 Hijriah.

"Untuk itu kami imbau kepada sesama umat Islam membangun kesepahaman, saling menghargai terhadap perbedaan mazhas dan cara pandang dalam beragama. Tidak boleh ada saling hujat menghujat apalagi saling mengkreditkan, saling menyalahkan yang akan mengkroposkan persatuan umat Islam itu sendiri," katanya.
 

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024