Mataram, (Antara NTB)- Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, kembali akan memanggil perwakilan dari REI (Real Estate Indonesia) di daerah ini untuk mematangkan konsep peraturan wali kota tentang lahan pemakaman.

"Sebelum konsep peraturan wali kota (perwal) tersebut ditandatangani Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh, kita perlu duduk bersama lagi dengan REI," kata Kepala Dinas Tata Kota Mataram H Lalu Junaidi di Mataram, Jumat.

Ia mengatakan, pertemuan dengan REI dimaksudkan untuk mematangkan kesepakan terhadap kontribusi para pengembang untuk mengeluarkan sebesar lima persen dari 30 persen kewajiban menyediakan ruang terbuka hijau menjadi lahan pemakaman.

Menurut dia, sejauh ini kendati konsep perwal tersebut sudah dinilai final dan drafnya sudah dibagi ke pihak-pihak terkait, namun di dalamnya belum diatur bagaimana cara pengembang menyerahkan lima persen kontribusinya mengeluarkan lahan pemakaman itu.

"Untuk itulah, kita perlu melakukan pertemuan dan mematangkan lagi beberapa rencana yang sudah pernah terlontar dalam rapat penyiapan lahan pemakaman oleh pengembang pada akhir tahun lalu," ujarnya.

Dia mengatakan, dalam rapat di akhir tahun 2014 itu beberapa opsi ditawarkan yakni pengembang akan mengumpulkan sendiri kontribusi itu bersama beberapa rekannya kemudian mencari lahan pemakaman bersama.

Selain itu, pengembang menyerahkan kewajibannya ke pemerintah kota, kemudian pemerintah kota akan mencarikan lahan pemakaman. Atau bisa saja pengembang membeli langsung lahan pemakaman pada tempat pemakaman umum terdekat dari perumahan yang mereka bangun.

"Hal itulah yang masih belum dilakukan pembahasan dan kesepakatan, agar ke depan pengembang tidak merasa berat untuk melaksanakan kewajibannya itu," katanya.

Apalagi masalah pemakaman ini, lanjutnya, merupakan masalah yang sangat sensitif karena berkaitan erat dengan sosial budaya masyarakat, sehingga dalam penetapannya harus lebih hati-hati.

"Terlebih untuk masyarakat yang tinggal di perumahan dan datang dari luar Pulau Lombok jika meninggal belum tentu diterima di makamkan pada pemakaman tradisional milik warga. Kesannya kan tidak enak orang meninggal tidak boleh dimakamkan," katanya.

Akan tetapi, katanya, suka atau tidak suka, siap atau tidak siap masalah pemakaman di Kota Mataram ke depan akan tetap menjadi masalah. Hal itu dipengaruhi karena faktor penyempitan lahan dan mahalnya harga lahan.

"Oleh karena itu, hal ini harus segera diantisipasi untuk kebutuhan lima hingga 10 tahun ke depan. Memang kalau sekarang dampaknya masih belum terlalu besar," katanya. (*)

Pewarta : Nirkomala
Editor :
Copyright © ANTARA 2024