Mataram (ANTARA) - Jaksa menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana hukuman kepada mantan kepala bank plat merah Mataram Amiruddin selama 14 tahun penjara dalam perkara korupsi program Penyaluran Dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Kabupaten Lombok Timur.
Fajar Alamsyah Malo mewakili tim jaksa penuntut umum dalam sidang tuntutan terdakwa Amiruddin di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Kamis malam, turut meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim turut membebankan terdakwa Amiruddin membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp7,9 juta," kata Ema.
Apabila terdakwa tidak mampu membayar dalam periode 1 bulan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap, kata dia, pihaknya akan menyita dan melelang harta benda milik terdakwa untuk menutupi uang pengganti.
"Jika harta benda terdakwa tidak juga mencukupi untuk mengganti, terdakwa wajib menjalani hukuman kurungan selama 3 bulan," ujar dia.
Jaksa menilai terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19. Akibat perbuatan terdakwa, tidak hanya negara yang rugi, tetapi masyarakat dalam hal ini kalangan petani.
"Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah menjalani pidana hukuman," ucapnya.
Tuntutan jaksa merujuk pada dakwaan primer yang mengatur tentang aturan pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Program Penyaluran Dana KUR ini berlangsung pada tahun anggaran 2021—2022. Tercatat ada sebanyak 789 petani yang masuk sebagai debitur. Total anggaran yang disalurkan sebesar Rp29,95 miliar.
Sebanyak 779 debitur berasal dari kalangan petani jagung di Desa Pemongkong, Desa Sekaroh, Desa Seriwe, Desa Ekas Buana dan Desa Kwang Rundun di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur dengan nilai KUR Rp29,6 miliar.
Sepuluh debitur dari kalangan petani tembakau di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah dengan KUR senilai Rp345 juta.
Permasalahan korupsi muncul dalam penyaluran 779 debitur petani jagung di Kabupaten Lombok Timur. Anggaran untuk 779 debitur itu menjadi penilaian ahli audit dari BPKP NTB sebagai total loss (kerugian total).
Dalam perkara ini, terdakwa Amiruddin sebagai mantan kepala bank plat merah Mataram bertanggung jawab perihal penyaluran bantuan yang bersumber dari kementerian.
Pihak bank menyalurkan melalui CV Agro Biobriket dan Briket (ABB), perusahaan perantara milik terdakwa lain, yakni Lalu Irham.
Meski demikian, bantuan untuk kalangan petani di Kabupaten Lombok Timur tidak tersalurkan, tetapi masuk ke rekening perusahaan milik Lalu Irham yang lain, yakni PT Mitra Universal Group (MUG).
Perusahaan tersebut terungkap seolah-olah ditunjuk oleh CV ABB sebagai distributor sarana produksi pertanian (saprotan) untuk kalangan petani penerima bantuan.
Anggaran yang dicairkan hanya tersalurkan kepada petani tembakau di Kabupaten Lombok Tengah. Untuk jatah petani Kabupaten Lombok Timur, terungkap di persidangan telah dipergunakan secara pribadi oleh Lalu Irham.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Lalu Irham tidak hanya menikmati sendiri, tetapi ada bukti penyaluran uang ke sejumlah pihak, salah satunya bernama Krisbiantoro yang mendapatkan pengiriman uang secara berkala dengan total Rp13 miliar.
Krisbiantoro, dalam fakta persidangan, terungkap sebagai pihak yang membantu dan menjanjikan akan menyelamatkan Lalu Irham dari kasus tersebut.
Fajar Alamsyah Malo mewakili tim jaksa penuntut umum dalam sidang tuntutan terdakwa Amiruddin di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Kamis malam, turut meminta agar majelis hakim menjatuhkan pidana denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
"Menuntut supaya majelis hakim turut membebankan terdakwa Amiruddin membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp7,9 juta," kata Ema.
Apabila terdakwa tidak mampu membayar dalam periode 1 bulan terhitung sejak putusan berkekuatan hukum tetap, kata dia, pihaknya akan menyita dan melelang harta benda milik terdakwa untuk menutupi uang pengganti.
"Jika harta benda terdakwa tidak juga mencukupi untuk mengganti, terdakwa wajib menjalani hukuman kurungan selama 3 bulan," ujar dia.
Jaksa menilai terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi COVID-19. Akibat perbuatan terdakwa, tidak hanya negara yang rugi, tetapi masyarakat dalam hal ini kalangan petani.
"Hal yang meringankan, terdakwa belum pernah menjalani pidana hukuman," ucapnya.
Tuntutan jaksa merujuk pada dakwaan primer yang mengatur tentang aturan pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Program Penyaluran Dana KUR ini berlangsung pada tahun anggaran 2021—2022. Tercatat ada sebanyak 789 petani yang masuk sebagai debitur. Total anggaran yang disalurkan sebesar Rp29,95 miliar.
Sebanyak 779 debitur berasal dari kalangan petani jagung di Desa Pemongkong, Desa Sekaroh, Desa Seriwe, Desa Ekas Buana dan Desa Kwang Rundun di Kecamatan Jerowaru, Kabupaten Lombok Timur dengan nilai KUR Rp29,6 miliar.
Sepuluh debitur dari kalangan petani tembakau di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah dengan KUR senilai Rp345 juta.
Permasalahan korupsi muncul dalam penyaluran 779 debitur petani jagung di Kabupaten Lombok Timur. Anggaran untuk 779 debitur itu menjadi penilaian ahli audit dari BPKP NTB sebagai total loss (kerugian total).
Dalam perkara ini, terdakwa Amiruddin sebagai mantan kepala bank plat merah Mataram bertanggung jawab perihal penyaluran bantuan yang bersumber dari kementerian.
Pihak bank menyalurkan melalui CV Agro Biobriket dan Briket (ABB), perusahaan perantara milik terdakwa lain, yakni Lalu Irham.
Meski demikian, bantuan untuk kalangan petani di Kabupaten Lombok Timur tidak tersalurkan, tetapi masuk ke rekening perusahaan milik Lalu Irham yang lain, yakni PT Mitra Universal Group (MUG).
Perusahaan tersebut terungkap seolah-olah ditunjuk oleh CV ABB sebagai distributor sarana produksi pertanian (saprotan) untuk kalangan petani penerima bantuan.
Anggaran yang dicairkan hanya tersalurkan kepada petani tembakau di Kabupaten Lombok Tengah. Untuk jatah petani Kabupaten Lombok Timur, terungkap di persidangan telah dipergunakan secara pribadi oleh Lalu Irham.
Dalam persidangan, terungkap bahwa Lalu Irham tidak hanya menikmati sendiri, tetapi ada bukti penyaluran uang ke sejumlah pihak, salah satunya bernama Krisbiantoro yang mendapatkan pengiriman uang secara berkala dengan total Rp13 miliar.
Krisbiantoro, dalam fakta persidangan, terungkap sebagai pihak yang membantu dan menjanjikan akan menyelamatkan Lalu Irham dari kasus tersebut.