Mataram (ANTARA) - DPRD Nusa Tenggara Barat menyoroti gonta ganti pejabat di lingkungan pemerintah provinsi yang dilakukan oleh Gubernur Zulkieflimansyah bersama wakilnya Sitti Rohmi Djalilah.
Sorotan ini disampaikan juru bicara Fraksi Partai Demokrat DPRD NTB, R Rahadian Soedjono saat menyampaikan pandangan umum Fraksi Demokrat terhadap laporan Gubernur NTB atas Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2022 dalam sidang paripurna DPRD NTB di Mataram, Rabu.
"Kebijakan gubernur melakukan mutasi yang terlalu sering dalam waktu yang singkat, sangat kontra produktif bagi kinerja SKPD," ujarnya.
Baca juga: Mutasi pejabat eselon II hingga IV Pemprov NTB, berikut nama-namanya!
Selain itu ada beberapa pejabat yang rangkap jabatan sebagai pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan posisi kepala dinas.
Sementara kapasitas pejabat yang baru ditunjuk belum tentu didukung oleh penguasaan isu yang ada.
Dampaknya kinerja SKPD jadi tidak produktif, gonta ganti pejabat tanpa ada pertimbangan yang matang apalagi dilakukan dengan pola rangkap jabatan tidak akan membuat menajerial di internal SKPD lebih baik.
"Kami ragu pimpinan yang baru dan pimpinan yang rangkap jabatan bisa mengawal program kerja. Sementara di saat yang sama harus menjaga keseimbangan di antara dua institusi berbeda," terangnya.
Sehingga pada akhirnya rangkap jabatan itu tidak hanya mengganggu kinerja lembaga tetapi juga bakal mempengaruhi organisasi itu sendiri.
Menurut Fraksi Demokrat, kata Rahadian, pergantian pimpinan di beberapa SKPD yang dilakukan secara singkat dalam waktu yang pendek oleh gubernur mencerminkan pengelolaan manajemen pemerintahan yang amburadul.
"Pergantian itu juga melanggar etik dan regulasi, dalam hal ini UU nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN)," ujarnya
Menurut dia, aturan ini mendorong keterlibatan BKN dan Komisi ASN dalam pengangkatan dan mutasi di jajaran pemerintah daerah.
"Secara etik pola pencopotan dadakan merupakan gagal mendidik untuk mendorong ASN yang profesional dan akuntabel," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya berpandangan pencopotan yang sangat singkat tersebut juga menunjukkan nuansa suka dan tidak suka karena tidak ada secara langsung disiapkan pengganti definitif.
Selain itu menurut dia kebijakan pemerintah yang selalu melakukan pengangkatan tenaga honorer di setiap SKPD secara terus menerus adalah sebuah kebijakan yang kurang bagus karena mengingat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) NTB saat ini belum stabil.
"Maka kebijakan ini pasti akan mengganggu anggaran belanja daerah akan akan diperuntukkan untuk membayar gaji tenaga honorer tersebut. Kecuali tenaga honorer yang di angkat adalah tenaga teknis atau tenaga benar benar dibutuhkan di satu kerja tersebut," katanya.
Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi mengatakan bahwa mutasi pejabat sudah sesuai dengan mekanisme aturan yang ada dan kebutuhan organisasi, sehingga tidak sesuatu yang dilanggar.
"Plus minus mutasi pasti ada. Pernah sekali mutasi sampai ratusan demikian sakral-nya sehingga saling intip siapa yang paling kokoh. Tapi mutasi bentuk evaluasi kebutuhan organisasi, ibarat sepak bola ada yang kurang maksimal ya diganti," katanya.
Sebelumnya Gubernur NTB Zulkieflimansyah melakukan mutasi sejumlah pejabat eselon II hingga IV di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB, Senin (3/7).
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB Muhammad Nasir mengatakan mutasi ini tergantung kebutuhan dan hal yang lumrah dalam sebuah organisasi di birokrasi.
"Ini hal yang lumrah apalagi mengisi kekosongan kebutuhan organisasi," katanya.
Sorotan ini disampaikan juru bicara Fraksi Partai Demokrat DPRD NTB, R Rahadian Soedjono saat menyampaikan pandangan umum Fraksi Demokrat terhadap laporan Gubernur NTB atas Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD tahun anggaran 2022 dalam sidang paripurna DPRD NTB di Mataram, Rabu.
"Kebijakan gubernur melakukan mutasi yang terlalu sering dalam waktu yang singkat, sangat kontra produktif bagi kinerja SKPD," ujarnya.
Baca juga: Mutasi pejabat eselon II hingga IV Pemprov NTB, berikut nama-namanya!
Selain itu ada beberapa pejabat yang rangkap jabatan sebagai pelaksana tugas untuk mengisi kekosongan posisi kepala dinas.
Sementara kapasitas pejabat yang baru ditunjuk belum tentu didukung oleh penguasaan isu yang ada.
Dampaknya kinerja SKPD jadi tidak produktif, gonta ganti pejabat tanpa ada pertimbangan yang matang apalagi dilakukan dengan pola rangkap jabatan tidak akan membuat menajerial di internal SKPD lebih baik.
"Kami ragu pimpinan yang baru dan pimpinan yang rangkap jabatan bisa mengawal program kerja. Sementara di saat yang sama harus menjaga keseimbangan di antara dua institusi berbeda," terangnya.
Sehingga pada akhirnya rangkap jabatan itu tidak hanya mengganggu kinerja lembaga tetapi juga bakal mempengaruhi organisasi itu sendiri.
Menurut Fraksi Demokrat, kata Rahadian, pergantian pimpinan di beberapa SKPD yang dilakukan secara singkat dalam waktu yang pendek oleh gubernur mencerminkan pengelolaan manajemen pemerintahan yang amburadul.
"Pergantian itu juga melanggar etik dan regulasi, dalam hal ini UU nomor 5 tahun 2014 tentang aparatur sipil negara (ASN)," ujarnya
Menurut dia, aturan ini mendorong keterlibatan BKN dan Komisi ASN dalam pengangkatan dan mutasi di jajaran pemerintah daerah.
"Secara etik pola pencopotan dadakan merupakan gagal mendidik untuk mendorong ASN yang profesional dan akuntabel," ujarnya.
Oleh karena itu, pihaknya berpandangan pencopotan yang sangat singkat tersebut juga menunjukkan nuansa suka dan tidak suka karena tidak ada secara langsung disiapkan pengganti definitif.
Selain itu menurut dia kebijakan pemerintah yang selalu melakukan pengangkatan tenaga honorer di setiap SKPD secara terus menerus adalah sebuah kebijakan yang kurang bagus karena mengingat Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) NTB saat ini belum stabil.
"Maka kebijakan ini pasti akan mengganggu anggaran belanja daerah akan akan diperuntukkan untuk membayar gaji tenaga honorer tersebut. Kecuali tenaga honorer yang di angkat adalah tenaga teknis atau tenaga benar benar dibutuhkan di satu kerja tersebut," katanya.
Sementara Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Ariadi mengatakan bahwa mutasi pejabat sudah sesuai dengan mekanisme aturan yang ada dan kebutuhan organisasi, sehingga tidak sesuatu yang dilanggar.
"Plus minus mutasi pasti ada. Pernah sekali mutasi sampai ratusan demikian sakral-nya sehingga saling intip siapa yang paling kokoh. Tapi mutasi bentuk evaluasi kebutuhan organisasi, ibarat sepak bola ada yang kurang maksimal ya diganti," katanya.
Sebelumnya Gubernur NTB Zulkieflimansyah melakukan mutasi sejumlah pejabat eselon II hingga IV di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB, Senin (3/7).
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) NTB Muhammad Nasir mengatakan mutasi ini tergantung kebutuhan dan hal yang lumrah dalam sebuah organisasi di birokrasi.
"Ini hal yang lumrah apalagi mengisi kekosongan kebutuhan organisasi," katanya.