Pengamat: debat capres harus sorot soal penggunaan alat cantrang

id Abdul Halim,pengamat kelautan,pengamat perikanan,alat cantrang

Pengamat: debat capres harus sorot soal penggunaan alat cantrang

Alat Tangkap Cantrang Diperbolehkan Sejumlah kapal di atas 30 GT bersandar di Pelabuhan Jongor, Tegal, Jawa Tengah, Kamis (16/4). Kementerian Kelautan dan Perikanan, memperbolehkan kapal nelayan berbobot di bawah 30 Gross Ton (GT) menggunakan alat cantrang namun wilayah penggunaan cantrang di bawah 12 mil laut dan di wilayah tangkap masing-masing daerah. (ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah)

Polemik pelarangan alat tangkap cantrang yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tidak kunjung terselesaikan

Mataram (Antaranews NTB) - Pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim menyatakan, masalah terkait polemik penggunaan alat cantrang hingga persoalan ekspor komoditas perikanan perlu disorot dalam debat capres pada 17 Februari 2019.

"Polemik pelarangan alat tangkap cantrang yang diberlakukan melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tidak kunjung terselesaikan," kata Abdul Halim ketika dihubungi Antara di Jakarta, Rabu.

Menurut Abdul Halim, polemik tersebut juga berdampak pada mangkrakya ribuan kapal cantrang di Pulau Jawa, baik berukuran kecil di bawah 10 gross tonnage (GT) hingga yang berukuran di atasnya.

Selain itu, ujar dia, terdapat persoalan pembiayaan usaha perikanan yang disalurkan melalui Badan Layanan Umum Lembaga Pengelolaan Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP).

Abdul Halim yang juga menjabat Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu mengemukakan bahwa BLU-LPMUKP mendapatkan porsi anggaran sebesar Rp500 miliar pada 2017 dan Rp850 miliar pada 2018.

Dengan anggaran sebesar itu, ia berpendapat bahwa seharusnya pembiayaan fokus diarahkan untuk mendukung terwujudnya praktik pengelolaan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.

Kemudian, Abdul Halim juga menginginkan debat capres membahas mengenai besarnya volume dan nilai ekspor rajungan dan kepiting ke sejumlah negara.

Ia mencemaskan bahwa tingkat ekspor bila didorong terus juga bisa berpotensi mendorong eksploitasi yang melebihi ambang batas sehingga tidak berkelanjutan pengelolaannya.

"Jika pola pembangunan kelautan dan perikanan terus-menerus diarahkan untuk mengejar target ekspor ikan secara gelondongan semata, niscaya stok sumber daya protein di laut yang diklaim terus meningkat bakal habis tak tersisa," paparnnya.

Abdul Halim juga mengatakan ingin debat menyorot terlalu fokusnya pada upaya penenggelaman kapal ikan juga berpotensi mengabaikan berbagai ikhtiar lain untuk menghadirkan praktik pengelolaan perikanan secara berkelanjutan dan bertanggung jawab di dalam negeri.