Bondowoso (ANTARA) - Siti, bukan nama sebenarnya, tak henti-henti memanjatkan syukur kepada Allah Swt. atas beasiswa kuliah yang diterimanya. Rasa syukur itu bukan hanya karena dia bisa menikmati kuliah di tengah keterbatasan ekonomi orang tuanya yang bekerja sebagai buruh tani.

Jika saja Pemerintah tidak menggelontorkan dana untuk anak-anak muda berprestasi dari kalangan keluarga miskin itu, harapan gadis asal Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, untuk kuliah hanya akan menjadi mimpi, jauh dari kenyataan.

Pilihan pada umumnya, gadis seperti Siti, setelah lulus SMA atau SMK tidak kuliah, paling gampang adalah melamar pekerjaan menjadi penjaga toko di kota, dengan jaminan masa depan yang tidak menentu. Pilihan lainnya adalah ikut familinya merantau ke Pulau Bali untuk menjadi pembantu rumah tangga atau pelayan toko.

Nasib paling buruk yang sangat mungkin ia hadapi adalah dipaksa menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya. Orang tua di desa sering merasa tidak nyaman melihat anak gadisnya yang menganggur tidak segera dilamar oleh pemuda untuk dijadikan istri.

Berkat hadirnya beasiswa Kartu Indonesia Pintar (KIP), selain bisa menikmati bangku pendidikan tinggi dengan gratis, Siti juga mampu keluar dari perangkap budaya nikah dini di desanya.

Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-Kuliah) adalah salah satu program Pemerintah Pusat dalam upaya membantu para siswa yang memiliki keterbatasan ekonomi tetapi berprestasi untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi.

"Terima kasih atas program beasiswa KIP Kuliah ini yang terus digulirkan oleh Pemerintah. Terima kasih ya Allah," kata Siti, dengan mata berkaca-kaca, lalu meneteskan buliran air mata.

Cerita haru dari sosok Siti ini, mungkin baru satu dari jutaan mahasiswa di Tanah Air yang kini menerima berkah dari beasiswa yang dulu dikenal sebagai Bidikmisi itu. Hingga kini, sudah jutaan anak muda yang menikmati beasiswa itu dan terselamatkan dari kemungkinan masuk dalam tradisi nikah dini.

Banyak cara untuk mencegah praktik pernikahan dini di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke bangku kuliah menjadi cara efektif agar para orang tua, khususnya di perdesaan, tidak tergoda untuk segera menikahkan anaknya.

Selain mampu membendung praktik pernikahan dini, kuliah juga menjadi cara efektif untuk mendukung program peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pada ujungnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan bekal ilmu pengetahuan dari bangku kuliah, secara tidak langsung akan mengubah pola pikir dan orientasi hidup anak-anak muda. Kalau sebelumnya mereka untuk sementara puas bekerja sebagai karyawan dengan gaji per bulan di bawah Rp1 juta, dengan pengalaman kuliah, tentu target penghasilan mereka berbeda.

Dengan bekal ilmu yang mumpuni, para lulusan perguruan tinggi itu akan siap memasuki dunia kerja yang lebih bagus, sekaligus dunia rumah tangga dengan penghasilan yang lebih layak. Kelak, ketika mereka memasuki jenjang pernikahan, dengan pengetahuan lebih luas dan jiwa lebih matang, juga akan membentuk rumah tangga yang lebih aman dan stabil.

Keluarga seperti ini cenderung lebih kuat menghadapi tantangan hidup sehingga tidak mudah mengambil keputusan fatal di saat rumah tangganya menghadapi masalah yang mungkin dirasa berat. Perceraian adalah keputusan yang sering kali mudah diambil oleh pasangan suami istri dengan tingkat pendidikan formal yang rendah dan perkembangan jiwanya belum dewasa, antara lain, akibat pernikahan dini.

Perceraian suami istri bukan hanya membebani pasangan yang berselisih, mungkin juga orang tua kedua pihak, tapi juga anak-anak dari pasangan itu. Anak-anak yang menjadi korban perceraian biasanya akan terperangkap pada pola pengasuhan yang kurang baik untuk pengembangan potensinya. Alih-alih berprestasi, anak-anak yang "tangki kasih sayang"-nya tidak terpenuhi, justru cenderung menjadi sumber masalah di masyarakat sebagai kompensasi dari hausnya kasih sayang yang mestinya didapat dari orang tua.

Beasiswa KIP Kuliah yang menurut data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini telah menjangkau jutaan penerima dari keluarga miskin ini, betul-betul menjadi berkah. Bukan saja membantu perwujudan mimpi anak-anak muda dari keluarga tidak mampu, melainkan juga memberi dampak pada peningkatan kualitas sumber daya manusia penerima dan pada anak-anaknya kelak.

Sebagaimana ungkapan syukur dan kebahagiaan yang dirasakan oleh Siti pada awal tulisan ini, kita semua berterima kasih kepada negara yang betul-betul hadir menyauti kebutuhan kaum muda yang ingin berkembang menjadi generasi unggul pada masa depan.

Sebagai mahasiswa yang awalnya tidak punya harapan untuk menikmati bangku kuliah, Siti dan penerima beasiswa KIP yang lain bisanya lebih terpacu untuk menjadi mahasiswa yang berprestasi. Mereka enggan, bahkan malu menjadi mahasiswa dengan kualitas biasa-biasa saja.

Baca juga: AMMAN salurkan beasiswa bagi pelajar SMK di Sumbawa Barat
Baca juga: Anggaran beasiswa Papua diserahkan ke Pemda sejak 2023

Mereka sadar bahwa negara tidak main-main dalam membantu rakyatnya agar bisa menikmati pendidikan tinggi. Mereka pun punya rasa tanggung jawab yang besar untuk membalas kebaikan negara itu dengan mengukir prestasi.

Tidak sedikit dari para penerima beasiswa KIP ini yang kemudian mengukir prestasi gemilang di kampus masing-masing, baik akademis maupun non-akademis. Dengan tersedianya beasiswa KIP ini, sebetulnya tidak ada alasan bagi generasi muda, termasuk dari keluarga tidak mampu sekalipun, untuk tidak berani kuliah.





 

Pewarta : Masuki M. Astro
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024