Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) bersama berbagai kepentingan terkait menyusun dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Penyakit Japanese Encephalitis atau radang otak yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk.

"Hari ini ada launching strategi nasional penanggulangan Japanese Encephalitis (JE) yang sudah selesai disusun. Penyakit ini masih jadi masalah di Indonesia," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI Maxi Rein Rondonuwu saat membuka Asean Dengue Day 2023 yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Kemenkes melaporkan Japanese Encephalitis merupakan virus dari gigitan Nyamuk Culex yang terinfeksi virus JE hingga menyebabkan penyakit radang otak pada pasien yang terinfeksi.

Walaupun muncul nama Jepang dalam penamaan penyakit tersebut, faktanya virus itu tidak hanya menyerang penduduk di Jepang saja.

Berdasarkan data yang dilansir laman Central For Disease Control and Prevention (CDC), setidaknya ada 20 negara yang tertular seperti India, Bangladesh, Jepang, Thailand, Singapore, Korea Selatan, Korea Utara, Vietnam, Laos, Malaysia, Burma, hingga Sri Langka.

Maxi berharap dokumen strategi nasional penanggulangan Japanese Encephalitis yang disusun melalui Forum Asean Dengue Day 2023 menjadi pedoman arah yang tepat dalam upaya pencegahan dan pengendalian kasus di Indonesia.

Hasil surveilans sentinel yang bergulir pada 2016 pada 11 provinsi di Indonesia menunjukkan terdapat 326 kasus Acute Encephalitis Syndrome (AES) dengan 43 kasus (13 persen) diantaranya positif JE.

Tanda klinis dari JE tidak dapat dibedakan dengan penyebab lain dari Acute Encephalitis Sindrom (AES), sehingga konfirmasi laboratorium menjadi sangat penting. Kasus JE adalah kasus AES yang telah dikonfirmasi positif dengan pemeriksaan laboratorium (IgM) positif. Sebanyak 85 persen kasus JE di Indonesia terdapat pada kelompok usia 15 tahun dan 15 persen pada kelompok usia di atas 15 tahun.

Data surveilans kasus JE di Indonesia tahun 2016 menunjukkan ada sembilan provinsi yang melaporkan  kasus JE yakni Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Kepulauan Riau. "Khususnya pada wilayah tertentu, salah satu yang paling banyak di Bali," katanya.

Nyamuk Culex biasa ditemukan di daerah persawahan, kolom, atau daerah yang memiliki genangan air dan sering menggigit pada malam hari. Virus JE memerlukan hewan sebagai inang perantara seperti babi, kerbau, dan beberapa jenis burung.

Nyamuk Culex sifatnya antrosoofilik, hewan yang tidak hanya menghisap darah binatang saja tetapi juga menghisap darah manusia, karena itu penularan JE dari hewan kepada manusia pun bisa terjadi.

Baca juga: Menkes mengajak POGI tingkatkan tekan angka kematian ibu
Baca juga: Menkes tugasi RSCM jadi pengampu RS daerah

Gejala pada penyakit ini umumnya akan muncul 4-14 hari setelah terjadinya infeksi, gejala yang muncul seperti demam, menggigil, sakit kepala, lemas, mual, muntah bahkan hingga kejang yang sering dialami oleh anak kecil.

Meski vaksin JE saat ini telah tersedia, kata dia, tapi belum ada obat khusus untuk menyembuhkan penyakit itu, sehingga pencegahan seperti pemberian vaksin dan menghindari gigitan nyamuk amat penting untuk dilakukan.



 

Pewarta : Andi Firdaus
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024