Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kecamatan Selaparang Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengajak warganya untuk mengolah sampah organik menjadi BioMiru (biogas mini rumahan) agar bisa mengurangi volume sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) serta mengurangi pengeluaran rumah tangga.
"Saat ini sudah ada 7 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Rembiga, yang sudah memanfaatkan sampah organik menjadi biogas," kata Camat Selaparang Kota Mataram Zulkarwin di Mataram, Selasa.
Menurutnya, Kelurahan Rembiga merupakan salah satu dari sembilan kelurahan di Kecamatan Selaparang yang memiliki program inovasi teknologi dan budaya.
Salah satu program inovasi teknologi yang sudah dilaksanakan saat ini program pemilihan sampah rumah tangga disinergikan dengan BioMiru, sebagai solusi pengolahan limbah sampah rumah tangga menjadi energi.
"Alhamdulillah, dari inovasi itu kini sudah ada 7 KK yang melakukan pengolahan sampah organik menjadi biogas dan langsung dimanfaatkan," katanya.
Ia mengatakan melalui program BioMiru tersebut dihadapkan mampu mengubah pola pikir masyarakat, bahwa dengan sampah organik yang mereka miliki bisa diproses menjadi biogas dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masak rumah tangga dan mengurangi belanja rumah tangga.
"Kalau sampah plastik dan lainnya sudah ada pangsa pasar sendiri. Kita fokus untuk sampah organik," katanya.
Harapannya, apa yang dilaksanakan oleh warga di Kelurahan Rembiga tersebut bisa diadopsi oleh kelurahan-kelurahan lain di kota itu sehingga sampah organik bisa dipilah langsung dari rumah tangga dan dimanfaatkan menjadi BioMiru.
Terkait dengan itu, lanjutnya, melalui program Kecamatan Selaparang Inklusi yang disinergikan dengan lingkungan dengan sampah nihil melalui pemilihan sampah rumah tangga (Lisan Panutan), dilaksanakan melalui berbagai program pengolahan sampah organik.
"Sembilan kelurahan di Kecamatan Selaparang, memiliki program berbeda dalam mengolah sampah organik," katanya.
Misalnya, di Kelurahan Dasan Agung Baru, dilakukan dengan membuat pupuk organik cair dengan menggerakkan kalangan lanjut usia (lansia) yang menjadi program inklusi di kelurahan tersebut.
Kemudian di Kelurahan Monjok Timur, fokus menangani masalah pemuda, menggerakkan pemuda mengolah sampah organik melalui budidaya maggot, dan membuat kompos.
"Monjok Timur bahkan sudah berhasil melakukan uji coba membuat batako dari sampah kresek dan bungkus makanan yang tidak terpakai," katanya.
Begitu juga di kelurahan-kelurahan lainnya, mereka bergerak bersama berinovasi dan berkreasi mengolah sampah organik menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan kembali.
Dengan demikian, diharapkan ke depan sampah yang di buang setiap rumah tangga hanya sampah sisa yang sudah tidak bisa terurai atau dimanfaatkan.
"Kendala kami yang terberat saat ini adalah merubah pola pikir masyarakat untuk memilah sampah dari rumah. Jika sampah sudah terpilah, maka pemanfaatan dan pengolahannya bisa lebih mudah dan cepat," demikian Zulkarwin.
"Saat ini sudah ada 7 kepala keluarga (KK) di Kelurahan Rembiga, yang sudah memanfaatkan sampah organik menjadi biogas," kata Camat Selaparang Kota Mataram Zulkarwin di Mataram, Selasa.
Menurutnya, Kelurahan Rembiga merupakan salah satu dari sembilan kelurahan di Kecamatan Selaparang yang memiliki program inovasi teknologi dan budaya.
Salah satu program inovasi teknologi yang sudah dilaksanakan saat ini program pemilihan sampah rumah tangga disinergikan dengan BioMiru, sebagai solusi pengolahan limbah sampah rumah tangga menjadi energi.
"Alhamdulillah, dari inovasi itu kini sudah ada 7 KK yang melakukan pengolahan sampah organik menjadi biogas dan langsung dimanfaatkan," katanya.
Ia mengatakan melalui program BioMiru tersebut dihadapkan mampu mengubah pola pikir masyarakat, bahwa dengan sampah organik yang mereka miliki bisa diproses menjadi biogas dan dimanfaatkan untuk kebutuhan masak rumah tangga dan mengurangi belanja rumah tangga.
"Kalau sampah plastik dan lainnya sudah ada pangsa pasar sendiri. Kita fokus untuk sampah organik," katanya.
Harapannya, apa yang dilaksanakan oleh warga di Kelurahan Rembiga tersebut bisa diadopsi oleh kelurahan-kelurahan lain di kota itu sehingga sampah organik bisa dipilah langsung dari rumah tangga dan dimanfaatkan menjadi BioMiru.
Terkait dengan itu, lanjutnya, melalui program Kecamatan Selaparang Inklusi yang disinergikan dengan lingkungan dengan sampah nihil melalui pemilihan sampah rumah tangga (Lisan Panutan), dilaksanakan melalui berbagai program pengolahan sampah organik.
"Sembilan kelurahan di Kecamatan Selaparang, memiliki program berbeda dalam mengolah sampah organik," katanya.
Misalnya, di Kelurahan Dasan Agung Baru, dilakukan dengan membuat pupuk organik cair dengan menggerakkan kalangan lanjut usia (lansia) yang menjadi program inklusi di kelurahan tersebut.
Kemudian di Kelurahan Monjok Timur, fokus menangani masalah pemuda, menggerakkan pemuda mengolah sampah organik melalui budidaya maggot, dan membuat kompos.
"Monjok Timur bahkan sudah berhasil melakukan uji coba membuat batako dari sampah kresek dan bungkus makanan yang tidak terpakai," katanya.
Begitu juga di kelurahan-kelurahan lainnya, mereka bergerak bersama berinovasi dan berkreasi mengolah sampah organik menjadi sesuatu yang dapat dimanfaatkan kembali.
Dengan demikian, diharapkan ke depan sampah yang di buang setiap rumah tangga hanya sampah sisa yang sudah tidak bisa terurai atau dimanfaatkan.
"Kendala kami yang terberat saat ini adalah merubah pola pikir masyarakat untuk memilah sampah dari rumah. Jika sampah sudah terpilah, maka pemanfaatan dan pengolahannya bisa lebih mudah dan cepat," demikian Zulkarwin.