Lebak (ANTARA) -
Jumlah keluarga risiko stunting (KRS) di Kabupaten Lebak, Banten pada Oktober 2023 menurun menjadi 78.084 kepala keluarga (KK) dari sebelumnya sebanyak 226.633 KK.
 
Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana pada Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak Hj Tuti Nurasiah di Lebak, Kamis, mengatakan menurunnya jumlah KRS tersebut karena adanya intervensi berbagai pihak berjalan secara optimal di antaranya instansi pemerintah daerah, BUMN, lembaga penegak hukum, perusahaan swasta dan elemen masyarakat.
 
Selain itu juga pemerintah pusat menyalurkan bantuan kebutuhan bahan pokok berupa telur dan daging unggas melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) yang didistribusikan oleh PT Pos Indonesia.
 
"Kami berharap jumlah KRS itu terus menurun sehingga tidak ada lagi kasus baru stunting atau kekerdilan yang dialami anak-anak," kata Tuti.
 
Menurut dia, penanganan stunting itu tentu tidak bisa dilakukan pemerintah daerah saja, sehingga melibatkan semua pihak untuk melakukan intervensi melalui penyaluran bantuan kebutuhan bahan pokok, pemberian makanan tambahan, dan pemeriksaan kesehatan.  
 
Pembangunan infrastruktur lingkungan dengan menyediakan sarana air bersih juga jambanisasi yang layak dan peningkatan ketersediaan pangan hingga penyediaan lapangan pekerjaan. Selama ini, kata dia, penanganan stunting berjalan baik untuk keluarga risiko stunting maupun anak-anak yang terkontaminasi positif gizi buruk. Pemerintah daerah mengapresiasi pembangunan prasarana air bersih yang dilakukan TNI di Kecamatan Lebak Gedong sebanyak 7 titik dan hingga terjadi El Nino ketersediaan air bersih untuk masyarakat terpenuhi yang digunakan keperluan mandi, cuci dan kakus (MCK) juga dikonsumsi.
 
Mereka para Koramil, Camat juga lembaga penegak hukum, seperti Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan menjadi bapak asuh anak stunting. "Kami terus menggandeng berbagai pihak untuk mengatasi stunting agar Lebak terbebas dari kekerdilan anak bangsa itu," katanya menjelaskan.
 
Ketua Percepatan Penanggulangan Stunting (TPPS) Kabupaten Lebak Ade Sumardi mengatakan seluruh instansi yang terkait dalam menangani stunting itu sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing.
 
Mereka memiliki tanggung jawab sesuai tupoksinya untuk penanganan stunting, seperti Dinas Kesehatan menangani pemulihan pengobatan, pemeriksa kesehatan ibu dan bayi serta menyalurkan makanan pendamping hingga pemberian vitamin dan obat-obatan.
 
Selain itu juga kegiatan sosialisasi, penyuluhan kesehatan hingga menerjunkan Tim Kader Pendamping (TPK) terdiri dari petugas Bidan, KB dan Posyandu. TPK itu, kata dia, tugas kerjanya mencatat pra nikah, menikah, ibu hamil dan nantinya dilaporkan ke Dinkes setempat.
 
"Kita menangani pencegahan stunting guna mempersiapkan generasi emas tahun 2045, sehingga bayi yang ada sekarang harus terbebas dari kekerdilan itu," kata Wakil Bupati Lebak.
 
Sementara itu, Endang (45) salah satu keluarga risiko stunting warga Rangkasbitung Kabupaten Lebak mengaku dirinya setiap triwulan menerima bantuan aneka makanan dari pemerintah setempat agar anak - anaknya tidak stunting.

Baca juga: Kader posyandu ujung tombak penanganan stunting
Baca juga: Pernikahan anak rendah turunkan angka stunting Bengkulu
 
"Kami cukup terbantu ketersediaan pangan dari bantuan itu, sehingga empat anaknya bisa terbebas dari stunting," kata Endang yang bekerja sebagai buruh bangunan.
 

 

Pewarta : Mansyur suryana
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024