Jakarta (ANTARA) - Media Barat sedang berupaya mengubah kebenaran, yakni dengan mengubah tempat, korban dan pihak yang melakukan invasi dalam konflik Palestina-Israel, ungkap Duta Besar Iran untuk Indonesia Mohammad Boroujerdi.
"Mereka (negara Barat) ingin membuat framing bahwa yang melakukan invasi adalah Palestina dan yang menjadi korban adalah rezim Zionis Israel," kata Boroujerdi di kediamannya di Jakarta, Selasa.
Boroujerdi menjelaskan bahwa krisis di Palestina berlangsung sejak puluhan tahun silam ketika rezim Israel menduduki wilayah-wilayah Palestina dan mulai melakukan pembantaian, pembunuhan serta merampas hak bangsa Palestina dan bukan saat Hamas meluncurkan Operasi Badai Al Aqsa pada 7 Oktober.
"Tentu, salah satu hal yang bisa dianggap kesalahan adalah jika kita menganggap krisis di Palestina terjadi sejak beberapa pekan lalu, sejak Operasi Badai Al-Aqsa. Sedangkan masalah ini dimulai sejak puluhan tahun yang lalu," katanya.
Berdasarkan sejumlah naskah dan dokumen dari PBB, Palestina adalah wilayah yang sedang diduduki dan pihak yang mendudukinya adalah Israel. Berdasarkan kenyataan ini pembelaan sah adalah hak dari bangsa Palestina, kapan pun dan di manapun, katanya.
Menurut Boroujerdi, tujuan utama rezim Israel adalah genosida dan mereka ingin melakukan pembunuhan massal di Palestina, 'membersihkan' bangsa Palestina dan menyatukan pendudukan mereka. Hingga kini 8.500 orang telah menjadi korban di Jalur Gaza Palestina, di mana 70 persen dari korbannya adalah kaum perempuan dan anak-anak.
"Saat ini sudah lebih dari 4.000 anak dan 2.000 perempuan yang tidak bersenjata dibunuh oleh Israel. Dua puluh lima jurnalis juga gugur di tangan rezim Zionis. Seperti yang Anda ketahui jurnalis memiliki kekebalan dan harus dalam keadaan yang aman ketika di medan perang. Tetapi, rezim Zionis melakukan pembunuhan terhadap mereka".
Menurutnya, rezim Zionis tidak mematuhi peraturan standar maupun regulasi apapun yang diakui secara internasional terhadap keadaan perang dan melakukan pembantaian terhadap masyarakat, menyerang rumah sakit, membunuh para pihak pihak yang tidak berdosa.
"Ini semuanya bertentangan dengan hukum internasional dan bertentangan dengan apa yang telah disepakati bersama."
Boroujerdi juga menyampaikan rasa syukur bahwa pada situasi saat ini Pemerintah Indonesia, yakni Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi secara sangat tegas dan jelas mengutuk berbagai serangan dan pembunuhan massal di Palestina.
Baca juga: Iran ingatkan Israel hentikan perang di Gaza sebelum terlambat
Baca juga: Bahas situasi Gaza, Presiden Iran telepon putra mahkota Arab Saudi
Dia juga mengapresiasi sikap oleh lembaga-lembaga Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU), para imam masjid, kelompok masyarakat, partai politik dan berbagai gerakan yang terjadi di Indonesia yang mendukung bangsa Palestina dan mengecam serangan rezim zionis.
"Mereka (negara Barat) ingin membuat framing bahwa yang melakukan invasi adalah Palestina dan yang menjadi korban adalah rezim Zionis Israel," kata Boroujerdi di kediamannya di Jakarta, Selasa.
Boroujerdi menjelaskan bahwa krisis di Palestina berlangsung sejak puluhan tahun silam ketika rezim Israel menduduki wilayah-wilayah Palestina dan mulai melakukan pembantaian, pembunuhan serta merampas hak bangsa Palestina dan bukan saat Hamas meluncurkan Operasi Badai Al Aqsa pada 7 Oktober.
"Tentu, salah satu hal yang bisa dianggap kesalahan adalah jika kita menganggap krisis di Palestina terjadi sejak beberapa pekan lalu, sejak Operasi Badai Al-Aqsa. Sedangkan masalah ini dimulai sejak puluhan tahun yang lalu," katanya.
Berdasarkan sejumlah naskah dan dokumen dari PBB, Palestina adalah wilayah yang sedang diduduki dan pihak yang mendudukinya adalah Israel. Berdasarkan kenyataan ini pembelaan sah adalah hak dari bangsa Palestina, kapan pun dan di manapun, katanya.
Menurut Boroujerdi, tujuan utama rezim Israel adalah genosida dan mereka ingin melakukan pembunuhan massal di Palestina, 'membersihkan' bangsa Palestina dan menyatukan pendudukan mereka. Hingga kini 8.500 orang telah menjadi korban di Jalur Gaza Palestina, di mana 70 persen dari korbannya adalah kaum perempuan dan anak-anak.
"Saat ini sudah lebih dari 4.000 anak dan 2.000 perempuan yang tidak bersenjata dibunuh oleh Israel. Dua puluh lima jurnalis juga gugur di tangan rezim Zionis. Seperti yang Anda ketahui jurnalis memiliki kekebalan dan harus dalam keadaan yang aman ketika di medan perang. Tetapi, rezim Zionis melakukan pembunuhan terhadap mereka".
Menurutnya, rezim Zionis tidak mematuhi peraturan standar maupun regulasi apapun yang diakui secara internasional terhadap keadaan perang dan melakukan pembantaian terhadap masyarakat, menyerang rumah sakit, membunuh para pihak pihak yang tidak berdosa.
"Ini semuanya bertentangan dengan hukum internasional dan bertentangan dengan apa yang telah disepakati bersama."
Boroujerdi juga menyampaikan rasa syukur bahwa pada situasi saat ini Pemerintah Indonesia, yakni Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi secara sangat tegas dan jelas mengutuk berbagai serangan dan pembunuhan massal di Palestina.
Baca juga: Iran ingatkan Israel hentikan perang di Gaza sebelum terlambat
Baca juga: Bahas situasi Gaza, Presiden Iran telepon putra mahkota Arab Saudi
Dia juga mengapresiasi sikap oleh lembaga-lembaga Islam di Indonesia seperti Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU), para imam masjid, kelompok masyarakat, partai politik dan berbagai gerakan yang terjadi di Indonesia yang mendukung bangsa Palestina dan mengecam serangan rezim zionis.