Mataram (ANTARA) - Perusahaan Daerah Air Minum Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat mendukung langkah kejaksaan mengusut kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan anggaran Tahun 2019.
"Kami seyogianya siap dan mendukung kejaksaan. Kami juga terbuka terkait persoalan ini. Silakan, tidak ada yang kami tutup-tutupi. Bahkan, kami senang dikoreksi, kadang kami lepas kontrol, jadi perlu diingatkan," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama PDAM Lombok Timur Marhaban dalam keterangan dari Mataram, Sabtu.
Terkait adanya pengusutan kasus tersebut, dia mengakui sudah meminta klarifikasi kepada direksi lama.
"Saya sempat panggil teman-teman pejabat lama. Menurut mereka, rasanya tidak ada sesuatu yang direkayasa, semua sudah sesuai prosedur. Itu sepengetahuan saya, walaupun saya enggak ikut di situ," ujarnya.
Pada momentum kasus ini bergulir, Marhaban mengakui masih memangku jabatan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lombok Timur.
Usai pensiun dari jabatan pada tahun 2022, pada medio Tahun 2023 Marhaban diangkat menjadi Plt. Dirut PDAM Lombok Timur.
"Jadi, yang jelas persoalan itu temuan sebelum saya menjabat," ucap dia.
Kejari Lombok Timur dalam penanganan kasus tersebut melakukan koordinasi dengan inspektorat. Tujuannya untuk menelusuri potensi kerugian negara.
Kepala Kejari Lombok Timur Efi Laila Kholis sebelumnya menyatakan bahwa penanganan kasus ini masih berjalan pada tahap penyelidikan.
Sembari menunggu hasil dari inspektorat, pihak kejaksaan melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Kasus dugaan korupsi pada tubuh PDAM ini pada awalnya ditangani Kejati NTB. Kasus datang dari adanya laporan masyarakat.
Dalam laporan yang masuk pada akhir Juni 2023 itu kejaksaan menerima adanya dugaan korupsi pada sejumlah item pekerjaan yang menggunakan anggaran PDAM.
Item pekerjaan tersebut antara lain proyek fisik sarana pendukung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur tahun anggaran 2019.
Ada juga dugaan pekerjaan proyek fiktif, pembelian aksesoris dan bahan dari barang bekas yang tidak sesuai standar rencana anggaran biaya (RAB).
Dengan adanya laporan tersebut, Kejati NTB sempat melakukan proses telaah. Namun, untuk efisiensi penanganan, Kejati NTB melimpahkan kasus tersebut ke Kejari Lombok Timur.
"Kami seyogianya siap dan mendukung kejaksaan. Kami juga terbuka terkait persoalan ini. Silakan, tidak ada yang kami tutup-tutupi. Bahkan, kami senang dikoreksi, kadang kami lepas kontrol, jadi perlu diingatkan," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama PDAM Lombok Timur Marhaban dalam keterangan dari Mataram, Sabtu.
Terkait adanya pengusutan kasus tersebut, dia mengakui sudah meminta klarifikasi kepada direksi lama.
"Saya sempat panggil teman-teman pejabat lama. Menurut mereka, rasanya tidak ada sesuatu yang direkayasa, semua sudah sesuai prosedur. Itu sepengetahuan saya, walaupun saya enggak ikut di situ," ujarnya.
Pada momentum kasus ini bergulir, Marhaban mengakui masih memangku jabatan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lombok Timur.
Usai pensiun dari jabatan pada tahun 2022, pada medio Tahun 2023 Marhaban diangkat menjadi Plt. Dirut PDAM Lombok Timur.
"Jadi, yang jelas persoalan itu temuan sebelum saya menjabat," ucap dia.
Kejari Lombok Timur dalam penanganan kasus tersebut melakukan koordinasi dengan inspektorat. Tujuannya untuk menelusuri potensi kerugian negara.
Kepala Kejari Lombok Timur Efi Laila Kholis sebelumnya menyatakan bahwa penanganan kasus ini masih berjalan pada tahap penyelidikan.
Sembari menunggu hasil dari inspektorat, pihak kejaksaan melakukan pengumpulan data dan bahan keterangan.
Kasus dugaan korupsi pada tubuh PDAM ini pada awalnya ditangani Kejati NTB. Kasus datang dari adanya laporan masyarakat.
Dalam laporan yang masuk pada akhir Juni 2023 itu kejaksaan menerima adanya dugaan korupsi pada sejumlah item pekerjaan yang menggunakan anggaran PDAM.
Item pekerjaan tersebut antara lain proyek fisik sarana pendukung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur tahun anggaran 2019.
Ada juga dugaan pekerjaan proyek fiktif, pembelian aksesoris dan bahan dari barang bekas yang tidak sesuai standar rencana anggaran biaya (RAB).
Dengan adanya laporan tersebut, Kejati NTB sempat melakukan proses telaah. Namun, untuk efisiensi penanganan, Kejati NTB melimpahkan kasus tersebut ke Kejari Lombok Timur.