Mataram (ANTARA) - Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat(NTB) memanggil pejabat Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek sumur bor bernilai Rp1,13 miliar.
"Saksi dari kementerian desa ini berperan sebagai PPK (pejabat pembuat komitmen) proyek. Dia kami panggil untuk memberikan keterangan pekan ini," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur, Isa Ansyori di Mataram, Senin.
Dalam rangkaian pemeriksaan pada tahap penyidikan, jelas dia, sudah ada belasan saksi yang memberikan keterangan. Mereka berasal dari pejabat daerah maupun pusat, dalam hal ini dari Kemendes PDTT.
Untuk pejabat daerah yang pernah memberikan keterangan adalah Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur Sahri dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lombok Timur Achmad Dewanto Hadi.
Baca juga: Kejaksaan mengungkap dasar penyidikan proyek sumur bor Rp1,13 miliar
Untuk pemeriksaan Dewanto Hadi, jelas dia, bukan dalam kapasitas sebagai Kepala Dinas PUPR Lombok Timur, melainkan dalam jabatan pada tahun 2017 sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lombok Timur.
"Sesuai dengan pelaksanaan dari proyek ini yang berjalan tahun 2017. Di situ ada koordinasi antara Bappeda Lombok Timur dengan pemerintah pusat," ujarnya.
Proyek yang bersumber dari APBN ini berada di Dusun Tejong Daya, Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
Pelaksanaan dari proyek sumur bor ini merupakan tindak lanjut usulan dari pemerintah daerah kepada Kemendes PDTT.
"Daerah sebagai penerima hibah, penerima manfaat dari kementerian dalam bentuk fisik, bukan anggaran," ujarnya.
Baca juga: Kejari Lombok Timur mengungkap penyidikan korupsi sumur bor Rp1,13 miliar
Oleh karena itu, Isa mengatakan bahwa peran pelaksana dari proyek ini ada pada Kemendes PDTT. Sedangkan, pemerintah daerah hanya sebatas yang mengusulkan dan penghubung dalam pelaksanaan proyek. Untuk perusahaan pelaksana proyek bernama PT Samas yang berkantor di Kota Mataram.
Isa menyampaikan bahwa penanganan kasus ini berkaitan dengan dugaan proyek mangkrak. Hasil pekerjaan sumur bor itu tidak dapat dimanfaatkan warga.
"Tidak bisa dipakai, airnya tidak bisa keluar. Intinya barang (sumur bor) itu sampai saat ini tidak bermanfaat," kata Isa.
Baca juga: Kejari Lotim tingkatkan status dugaan korupsi sumur bor Suela ke penyidikan
Dari rangkaian penyidikan terungkap penyebab sumur bor tersebut tidak dapat dimanfaatkan karena faktor kedalaman.
"Ada saksi yang mengatakan kedalamannya belum sampai. Pokoknya kami melihat di ujungnya, tidak ada air yang keluar. Sehingga barang itu tidak bermanfaat," ujarnya.
Untuk itu, Isa mengatakan bahwa dalam rangkaian penyidikan ini pihaknya juga mengagendakan pemeriksaan terhadap tim panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP).
"Jadi, tim PPHP ini gabungan, ada yang dari daerah dan pusat, dari dinas ada. Masih kami agendakan (pemeriksaan)," kata dia.
Baca juga: Polres Lombok Utara mengagendakan gelar perkara korupsi sumur bor
"Saksi dari kementerian desa ini berperan sebagai PPK (pejabat pembuat komitmen) proyek. Dia kami panggil untuk memberikan keterangan pekan ini," kata Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Lombok Timur, Isa Ansyori di Mataram, Senin.
Dalam rangkaian pemeriksaan pada tahap penyidikan, jelas dia, sudah ada belasan saksi yang memberikan keterangan. Mereka berasal dari pejabat daerah maupun pusat, dalam hal ini dari Kemendes PDTT.
Untuk pejabat daerah yang pernah memberikan keterangan adalah Kepala Dinas Pertanian Lombok Timur Sahri dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lombok Timur Achmad Dewanto Hadi.
Baca juga: Kejaksaan mengungkap dasar penyidikan proyek sumur bor Rp1,13 miliar
Untuk pemeriksaan Dewanto Hadi, jelas dia, bukan dalam kapasitas sebagai Kepala Dinas PUPR Lombok Timur, melainkan dalam jabatan pada tahun 2017 sebagai Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lombok Timur.
"Sesuai dengan pelaksanaan dari proyek ini yang berjalan tahun 2017. Di situ ada koordinasi antara Bappeda Lombok Timur dengan pemerintah pusat," ujarnya.
Proyek yang bersumber dari APBN ini berada di Dusun Tejong Daya, Desa Ketangga, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
Pelaksanaan dari proyek sumur bor ini merupakan tindak lanjut usulan dari pemerintah daerah kepada Kemendes PDTT.
"Daerah sebagai penerima hibah, penerima manfaat dari kementerian dalam bentuk fisik, bukan anggaran," ujarnya.
Baca juga: Kejari Lombok Timur mengungkap penyidikan korupsi sumur bor Rp1,13 miliar
Oleh karena itu, Isa mengatakan bahwa peran pelaksana dari proyek ini ada pada Kemendes PDTT. Sedangkan, pemerintah daerah hanya sebatas yang mengusulkan dan penghubung dalam pelaksanaan proyek. Untuk perusahaan pelaksana proyek bernama PT Samas yang berkantor di Kota Mataram.
Isa menyampaikan bahwa penanganan kasus ini berkaitan dengan dugaan proyek mangkrak. Hasil pekerjaan sumur bor itu tidak dapat dimanfaatkan warga.
"Tidak bisa dipakai, airnya tidak bisa keluar. Intinya barang (sumur bor) itu sampai saat ini tidak bermanfaat," kata Isa.
Baca juga: Kejari Lotim tingkatkan status dugaan korupsi sumur bor Suela ke penyidikan
Dari rangkaian penyidikan terungkap penyebab sumur bor tersebut tidak dapat dimanfaatkan karena faktor kedalaman.
"Ada saksi yang mengatakan kedalamannya belum sampai. Pokoknya kami melihat di ujungnya, tidak ada air yang keluar. Sehingga barang itu tidak bermanfaat," ujarnya.
Untuk itu, Isa mengatakan bahwa dalam rangkaian penyidikan ini pihaknya juga mengagendakan pemeriksaan terhadap tim panitia penerima hasil pekerjaan (PPHP).
"Jadi, tim PPHP ini gabungan, ada yang dari daerah dan pusat, dari dinas ada. Masih kami agendakan (pemeriksaan)," kata dia.
Baca juga: Polres Lombok Utara mengagendakan gelar perkara korupsi sumur bor