Mataram (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terus berkomitmen untuk mendukung pengembangan cabai organik sebagai salah satu komoditas pangan yang berpengaruh terhadap inflasi.
BI Provinsi NTB bekerja sama dengan kelompok tani binaannya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas cabai organik melalui penerapan pupuk organik dan digital farming.
Cabai organik yang ditanam oleh Kelompok Tani Orong Balak, di Desa Kerongkong, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur, telah menunjukkan hasil yang memuaskan.
Panen raya cabai organik yang dilakukan pada Kamis (12/1/2024), berhasil menghasilkan cabai dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi.
Acara panen raya tersebut dihadiri oleh Anggota Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) NTB, Penjabat atau Pj Gubernur NTB H. Lalu Gita Ariadi, dan Kepala Perwakilan BI Provinsi NTB Berry Arifsyah Harahap.
Kepala Perwakilan BI NTB, Berry Arifsyah Harahap, mengatakan bahwa cabai organik binaan BI NTB merupakan salah satu strategi untuk mengatasi fluktuasi harga cabai yang sering terjadi akibat cuaca ekstrem.
Cuaca ekstrem yang terjadi saat ini memberikan dampak terhadap jumlah produksi pangan di NTB, termasuk cabai.
"Kami berharap melalui penggunaan pupuk organik ini, dapat memberikan kualitas lebih baik dari sisi ketahanan, mengembalikan hara tanah, dan produksi yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani," katanya.
Pupuk organik yang digunakan oleh kelompok tani binaan BI NTB terdiri dari sabut kelapa, kedebong pisang, dan kotoran hewan. Pupuk organik ini mampu membuat tanaman cabai lebih kuat terhadap perubahan cuaca, di mana biasanya tanaman cabai tidak kuat dengan volume air yang tinggi saat musim hujan.
Selain itu, BI NTB juga mendorong penggunaan digital farming yang dapat membantu petani mengukur kecocokan iklim sekitar, curah hujan, hara tanah, dan PH tanah.
Dengan demikian, petani dapat memproduksi cabai di luar dari musimnya, sehingga dapat menjaga harga cabai lebih stabil, memproduksi secara optimal tanpa menambah biaya pupuk, produktivitas meningkat, dan biaya produksi menurun.
"Manfaat penggunaan pupuk organik lainnya adalah dapat memproduksi 4,8 ton hingga 8 ton per hektare dan menambah umur pohon cabai mencapai 8 bulan hingga 1 tahun dengan produksi yang optimal," ujar Berry.
Ia menambahkan, klaster cabai binaan BI NTB telah menjadi penyuplai paling besar di tingkat nasional pada masa off season.
Sejak 2023, dengan luas tanam 200 hektare, klaster cabai binaan BI NTB telah mampu memenuhi kebutuhan cabai nasional sebesar 30 persen. Kemudian pada 2024, luas tanam meningkat menjadi 600 hektare, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional sebesar 50 persen.
"Kami berharap dapat mencari klaster lainnya, tidak hanya di Lombok Timur tapi juga di Sumbawa, sehingga dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional lebih besar," ucap Berry.
Sementara itu, Pembina Kelompok Tani Orong Balak, Subhan yang telah dipercaya membawa program dari Kementerian Pertanian, mendapatkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022 untuk lahan tanam cabai seluas 80 hektare.
Kemudian pada 2023, meningkat menjadi 200 hektare, dan kembali diperluas menjadi 600 hektare pada 2024.
"Tentunya program ini bertujuan untuk menstabilkan harga pangan baik di nasional maupun di NTB. Terima kasih juga kepada BI NTB yang sudah banyak membantu kami," katanya.
Sementara itu, Pj Gubernur NTB, H. Lalu Gita Ariadi, mengatakan dengan menggunakan keunggulan bahan organik, daerah ini bisa menjadi daerah terdepan untuk memproduksi komoditas cabai bersama dengan desa sentra binaan BI NTB.
"Ini adalah salah satu upaya kita untuk menjaga stabilitas inflasi, khususnya dari sisi pangan. Saya mengapresiasi kerja sama antara BI NTB, pemerintah daerah, dan kelompok tani dalam mengembangkan cabai organik ini," ucapnya.
BI Provinsi NTB bekerja sama dengan kelompok tani binaannya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas cabai organik melalui penerapan pupuk organik dan digital farming.
Cabai organik yang ditanam oleh Kelompok Tani Orong Balak, di Desa Kerongkong, Kecamatan Suralaga, Kabupaten Lombok Timur, telah menunjukkan hasil yang memuaskan.
Panen raya cabai organik yang dilakukan pada Kamis (12/1/2024), berhasil menghasilkan cabai dengan kuantitas dan kualitas yang tinggi.
Acara panen raya tersebut dihadiri oleh Anggota Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) NTB, Penjabat atau Pj Gubernur NTB H. Lalu Gita Ariadi, dan Kepala Perwakilan BI Provinsi NTB Berry Arifsyah Harahap.
Kepala Perwakilan BI NTB, Berry Arifsyah Harahap, mengatakan bahwa cabai organik binaan BI NTB merupakan salah satu strategi untuk mengatasi fluktuasi harga cabai yang sering terjadi akibat cuaca ekstrem.
Cuaca ekstrem yang terjadi saat ini memberikan dampak terhadap jumlah produksi pangan di NTB, termasuk cabai.
"Kami berharap melalui penggunaan pupuk organik ini, dapat memberikan kualitas lebih baik dari sisi ketahanan, mengembalikan hara tanah, dan produksi yang tinggi, sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani," katanya.
Pupuk organik yang digunakan oleh kelompok tani binaan BI NTB terdiri dari sabut kelapa, kedebong pisang, dan kotoran hewan. Pupuk organik ini mampu membuat tanaman cabai lebih kuat terhadap perubahan cuaca, di mana biasanya tanaman cabai tidak kuat dengan volume air yang tinggi saat musim hujan.
Selain itu, BI NTB juga mendorong penggunaan digital farming yang dapat membantu petani mengukur kecocokan iklim sekitar, curah hujan, hara tanah, dan PH tanah.
Dengan demikian, petani dapat memproduksi cabai di luar dari musimnya, sehingga dapat menjaga harga cabai lebih stabil, memproduksi secara optimal tanpa menambah biaya pupuk, produktivitas meningkat, dan biaya produksi menurun.
"Manfaat penggunaan pupuk organik lainnya adalah dapat memproduksi 4,8 ton hingga 8 ton per hektare dan menambah umur pohon cabai mencapai 8 bulan hingga 1 tahun dengan produksi yang optimal," ujar Berry.
Ia menambahkan, klaster cabai binaan BI NTB telah menjadi penyuplai paling besar di tingkat nasional pada masa off season.
Sejak 2023, dengan luas tanam 200 hektare, klaster cabai binaan BI NTB telah mampu memenuhi kebutuhan cabai nasional sebesar 30 persen. Kemudian pada 2024, luas tanam meningkat menjadi 600 hektare, dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional sebesar 50 persen.
"Kami berharap dapat mencari klaster lainnya, tidak hanya di Lombok Timur tapi juga di Sumbawa, sehingga dapat memenuhi kebutuhan cabai nasional lebih besar," ucap Berry.
Sementara itu, Pembina Kelompok Tani Orong Balak, Subhan yang telah dipercaya membawa program dari Kementerian Pertanian, mendapatkan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2022 untuk lahan tanam cabai seluas 80 hektare.
Kemudian pada 2023, meningkat menjadi 200 hektare, dan kembali diperluas menjadi 600 hektare pada 2024.
"Tentunya program ini bertujuan untuk menstabilkan harga pangan baik di nasional maupun di NTB. Terima kasih juga kepada BI NTB yang sudah banyak membantu kami," katanya.
Sementara itu, Pj Gubernur NTB, H. Lalu Gita Ariadi, mengatakan dengan menggunakan keunggulan bahan organik, daerah ini bisa menjadi daerah terdepan untuk memproduksi komoditas cabai bersama dengan desa sentra binaan BI NTB.
"Ini adalah salah satu upaya kita untuk menjaga stabilitas inflasi, khususnya dari sisi pangan. Saya mengapresiasi kerja sama antara BI NTB, pemerintah daerah, dan kelompok tani dalam mengembangkan cabai organik ini," ucapnya.