Jakarta (ANTARA) - Profesor Renato Cruz De Castro dari Departemen Studi Internasional De La Salle University Manila berpendapat apa pun yang dilakukan Filipina untuk China, Filipina tidak akan mendapat perlakuan yang sama dari China.
“Mungkin harus diperhitungkan oleh negara-negara Asia Tenggara lainnya, apakah kami (Filipina) menyenangkan China atau tidak, kami hampir tidak mendapatkan perlakuan yang sama,” kata Castro.
Dia menyatakan hal itu dalam diskusi “Apa yang terjadi dengan Filipina, Amerika Serikat dan China?” yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang diikuti secara daring dari Jakarta pada Senin.
Castro juga mengatakan bahwa Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengambil pelajaran dari pendahulunya bahwa hanya memenuhi tuntutan China tidak akan membantu mewujudkan kebijakan yang seimbang.
“Jadi, pendekatannya tentu saja merupakan kebijakan yang seimbang, melibatkan China dalam hubungan ekonomi, dan menjaga aliansi erat dengan Amerika Serikat,” kata dia.
Dia mengatakan Filipina menyadari bahwa China akan mengatakan satu hal dan melakukan hal yang berbeda. Castro juga menilai bahwa kemungkinan ada kesenjangan antara apa yang terjadi di Laut China Selatan dan Beijing.
Baca juga: ASEAN khawatirkan ketegangan China-Filipina
Baca juga: ASEAN perlu berpikir komprehensif selesaikan masalah LCS
“Akhirnya (Filipina) sadar, tidak, ini pada dasarnya adalah bagian dari pola yang sama dengan upaya China untuk melakukan ekspansi maritimnya,” katanya.
Tentang konflik China dan Taiwan, Castro mengatakan bahwa Taiwan adalah tetangga terdekat Filipina dan Filipina tidak bisa mengabaikan konflik besar yang mungkin akan terjadi di kawasan itu di masa depan.
“Kami menerapkan Kebijakan Satu China yang sangat ketat, tetapi kami tidak bisa menutup mata jika menghadapi konflik besar yang akan terjadi di utara Filipina dan tentu saja akan berdampak pada Selat Luzon dan Pulau Batan Filipina,” kata Castro.