Jakarta (ANTARA) - Para petani nenas di Kabupaten Siak, Riau meraih peluang baru untuk meningkatkan pendapatan mereka dengan pengolahan nenas grade B dan C agar bermanfaat dan memiliki nilai ekonomi.
Pernyataan itu disampaikan Perwakilan Pinaloka dan Penggerak Laboratorium Alam Siak Lestari (ASL), Wulan Suci Ningrum, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Pinaloka adalah merek yang menawarkan produk-produk nenas yang ditanam di lahan gambut, yang dikelola oleh kelompok usaha perempuan di Kabupaten Siak. Mereka mengembangkan produk-produk inovasi dari Nanas Mahkota Siak yang diambil dari para petani nanas lokal di Desa Tanjung Kuras, Kabupaten Siak.
Wulan mengatakan bahwa selama ini hanya nenas grade A yang dikumpulkan oleh tengkulak dan diekspor. Sedangkan, nenas grade B dan C, yang umumnya berukuran lebih kecil dan memiliki bentuk tidak sempurna, tidak memiliki nilai ekonomi dan sering terbuang.
“Karena tengkulak tidak pernah mau mengambil nenas grade B dan C, yang di bawah 1 kg. Jadi kami memanfaatkan itu supaya ada nilai ekonomisnya juga. Sehingga selain para petani ini dapat nilai ekonomi dari grade A, juga dapat nilai ekonomi dari semua nenas yang dihasilkan,” ujar Wulan saat ditemui selepas jumpa pers.
Wulan menyebut Kabupaten Siak saat ini memiliki sekitar 3.000 hektar lahan nenas, dengan rata-rata satu hektar lahan nanas dapat menghasilkan 20–25 ton buah per tahun.
Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen nenas grade A akan diekspor, dan 30 persen nenas lainnya yang masuk dalam kategori grade B dan C diolah menjadi produk-produk turunan nanas, seperti sirup, selai, keripik, dan nanas kering. Wulan mencontohkan pada awal 2023, sirup nanas yang diolah oleh kelompok usaha perempuan di Kabupaten Siak, hanya memproduksi 8 liter sirup.
Namun, Wulan mengatakan bahwa berkat kerja sama dengan berbagai mitra termasuk kedai-kedai kopi di Siak hingga Jakarta, peningkatan produksi sirup nanas tahun ini bisa mencapai 80 liter per bulan. Peningkatan ini, kata dia, membantu para petani nenas di Kabupaten Siak untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari nenas yang mereka hasilkan.
“Memang karena belum terlalu besar (pasarnya), tetapi paling tidak mereka bisa upgrade alat produksinya agar lebih baik. Mereka juga dapat penghasilan tambahan,” ujar dia.
Nenas Mahkota Siak, hasil panen komunitas petani lokal di lahan gambut Kabupaten Siak, Riau, kini merambah hingga ke Jakarta, setelah sebelumnya hanya dipasarkan di Kabupaten Siak.
Nenas Mahkota Siak grade B dan C kini hadir menjadi bahan baku makanan dan minuman di salah satu kedai kopi di Jakarta, Anomali Coffee. Bekerja sama dengan Pinaloka dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Anomali Coffee meluncurkan lima menu baru yang berbahan dasar Nenas Mahkota Siak.
Baca juga: SIG bantu pemasaran produk UMKM
Baca juga: Ekonom sebut Indonesia butuh gebrakan pertumbuhan UMKM
Wulan berharap kolaborasi ini dapat makin meningkatkan transaksi Pinaloka dan perkembangan ekonomi masyarakat Siak. Dikutip dari siaran pers, Wakil Bupati Siak Husni Merza mengatakan bahwa Kabupaten Siak berkomitmen untuk mendorong investasi lestari pada komoditas yang ramah gambut, termasuk nenas dengan bekerja sama dengan sejumlah mitra.
“Harapannya hilirisasi berbasis alam menjadi produk setengah jadi atau produk jadi seperti Pinaloka ini dapat terus tercipta dan tumbuh di Siak,” kata Husni.
Ia menyebut Pinaloka saat ini bekerja sama dengan petani lokal dari Desa Tanjung Kuras, Penyengat, Temusai, dan Desa Lalang dengan potensi luasan perkebunan nanas mencapai 3.380 hektar, yang melibatkan 33 petani dan 21 perempuan untuk mengolah produk nanas. Targetnya, Pinaloka dapat melibatkan 100 petani pada 2024.*
Pernyataan itu disampaikan Perwakilan Pinaloka dan Penggerak Laboratorium Alam Siak Lestari (ASL), Wulan Suci Ningrum, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.
Pinaloka adalah merek yang menawarkan produk-produk nenas yang ditanam di lahan gambut, yang dikelola oleh kelompok usaha perempuan di Kabupaten Siak. Mereka mengembangkan produk-produk inovasi dari Nanas Mahkota Siak yang diambil dari para petani nanas lokal di Desa Tanjung Kuras, Kabupaten Siak.
Wulan mengatakan bahwa selama ini hanya nenas grade A yang dikumpulkan oleh tengkulak dan diekspor. Sedangkan, nenas grade B dan C, yang umumnya berukuran lebih kecil dan memiliki bentuk tidak sempurna, tidak memiliki nilai ekonomi dan sering terbuang.
“Karena tengkulak tidak pernah mau mengambil nenas grade B dan C, yang di bawah 1 kg. Jadi kami memanfaatkan itu supaya ada nilai ekonomisnya juga. Sehingga selain para petani ini dapat nilai ekonomi dari grade A, juga dapat nilai ekonomi dari semua nenas yang dihasilkan,” ujar Wulan saat ditemui selepas jumpa pers.
Wulan menyebut Kabupaten Siak saat ini memiliki sekitar 3.000 hektar lahan nenas, dengan rata-rata satu hektar lahan nanas dapat menghasilkan 20–25 ton buah per tahun.
Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen nenas grade A akan diekspor, dan 30 persen nenas lainnya yang masuk dalam kategori grade B dan C diolah menjadi produk-produk turunan nanas, seperti sirup, selai, keripik, dan nanas kering. Wulan mencontohkan pada awal 2023, sirup nanas yang diolah oleh kelompok usaha perempuan di Kabupaten Siak, hanya memproduksi 8 liter sirup.
Namun, Wulan mengatakan bahwa berkat kerja sama dengan berbagai mitra termasuk kedai-kedai kopi di Siak hingga Jakarta, peningkatan produksi sirup nanas tahun ini bisa mencapai 80 liter per bulan. Peningkatan ini, kata dia, membantu para petani nenas di Kabupaten Siak untuk mendapatkan penghasilan tambahan dari nenas yang mereka hasilkan.
“Memang karena belum terlalu besar (pasarnya), tetapi paling tidak mereka bisa upgrade alat produksinya agar lebih baik. Mereka juga dapat penghasilan tambahan,” ujar dia.
Nenas Mahkota Siak, hasil panen komunitas petani lokal di lahan gambut Kabupaten Siak, Riau, kini merambah hingga ke Jakarta, setelah sebelumnya hanya dipasarkan di Kabupaten Siak.
Nenas Mahkota Siak grade B dan C kini hadir menjadi bahan baku makanan dan minuman di salah satu kedai kopi di Jakarta, Anomali Coffee. Bekerja sama dengan Pinaloka dan Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), Anomali Coffee meluncurkan lima menu baru yang berbahan dasar Nenas Mahkota Siak.
Baca juga: SIG bantu pemasaran produk UMKM
Baca juga: Ekonom sebut Indonesia butuh gebrakan pertumbuhan UMKM
Wulan berharap kolaborasi ini dapat makin meningkatkan transaksi Pinaloka dan perkembangan ekonomi masyarakat Siak. Dikutip dari siaran pers, Wakil Bupati Siak Husni Merza mengatakan bahwa Kabupaten Siak berkomitmen untuk mendorong investasi lestari pada komoditas yang ramah gambut, termasuk nenas dengan bekerja sama dengan sejumlah mitra.
“Harapannya hilirisasi berbasis alam menjadi produk setengah jadi atau produk jadi seperti Pinaloka ini dapat terus tercipta dan tumbuh di Siak,” kata Husni.
Ia menyebut Pinaloka saat ini bekerja sama dengan petani lokal dari Desa Tanjung Kuras, Penyengat, Temusai, dan Desa Lalang dengan potensi luasan perkebunan nanas mencapai 3.380 hektar, yang melibatkan 33 petani dan 21 perempuan untuk mengolah produk nanas. Targetnya, Pinaloka dapat melibatkan 100 petani pada 2024.*