Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengatakan bahwa komunike bersama anggota perkumpulan G7 sudah mencampuri urusan dalam negeri negara mereka.
"Komentar-komentar dari pertemuan tersebut menyebabkan kekeliruan karakter yang disengaja atas fakta dan kebenaran serta bentuk campur tangan terang-terangan atas urusan dalam negeri China," kata Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Senin (22/4/2024).
Pada Jumat (19/04) di Capri, Italia, para menteri luar negeri anggota G7 menyampaikan komunike bersama baik mengenai kondisi Timur Tengah maupun isu regional dan internasional lain termasuk China.
Dalam komunike tersebut, para menteri luar negeri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan perwakilan tinggi Uni Eropa menyampaikan keprihatinannya mengenai situasi di Laut China Timur dan Laut China Selatan serta menegaskan kembali penolakan terhadap segala upaya sepihak untuk mengubah "status quo" dengan kekerasan.
"Kami sangat menyesalkan dan tegas menolak manipulasi isu-isu terkait China pada pertemuan menlu G7. Posisi China dalam isu-isu terkait adalah konsisten dan jelas," ungkap Wang Wenbin.
Menurut Wang Wenbin, cara paling efektif untuk menjamin perdamaian dan stabilitas lintas selat adalah dengan menjunjung tinggi prinsip "satu China" dan menentang "kemerdekaan Taiwan". Selanjutnya dengan upaya bersama China dan negara-negara ASEAN, kondisi Laut China Selatan dan sekitarnya dapat damai dan stabil.
"China selalu mengutamakan publik dalam upayanya untuk memberikan manfaat pembangunan kepada seluruh rakyat China. Hong Kong telah kembali tertib, Xinjiang dan Xizang menikmati keharmonisan, kemakmuran, dan stabilitas sosial di mana masyarakat dari semua kelompok etnis hidup bahagia," ungkap Wang Wenbin.
Mengutip satu survei dari lembaga internasional, Wang Wenbin menyebut tingkat kepuasan pemerintah China di kalangan masyarakat Tiongkok berada di atas 90 persen selama bertahun-tahun.
"Sebagai negara berkembang terbesar, China berkomitmen terhadap kesejahteraan dunia sambil bekerja keras untuk mencapai target pembangunan sendiri. Bank Dunia menyebut kontribusi China terhadap pertumbuhan ekonomi global telah lebih tinggi dibandingkan dengan gabungan negara-negara G7," tegas Wang Wenbin.
China, kata Wang Wenbin, mendorong dunia yang setara, teratur dan multipolar sehingga menghasilkan globalisasi ekonomi yang inklusif mengikuti tujuan dan prinsip Piagam PBB serta meyakini kerja sama terbuka dan saling menguntungkan.
"Namun, G7 tetap berpegang teguh pada mentalitas Perang Dingin yang dibangun oleh kelompok kecil eksklusif dan meningkatkan ketegangan regional. Negara-negara tersebut juga terlibat dalam proteksionisme perdagangan dan mengganggu tatanan ekonomi dunia dengan dalih mengurangi risiko dan ketergantungan urusan dalam negeri suatu negara, sekaligus menghambat pembangunan negara lain," ungkap Wang Wenbin.
Dalam komunike G7 tersebut para menlu anggota G7 menyampaikan bahwa tidak ada dasar hukum atas klaim maritim China terhadap sebagian besar Laut Cina Selatan. G7 juga menentang aktivitas militerisasi, pemaksaan dan intimidasi China di Laut China Selatan.
Selanjutnya G7 meminta agar China menaati Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan menegaskan kembali peran penting UNCLOS dalam hukum laut sekaligus adanya putusan Pengadilan Arbitrase pada 12 Juli 2016.
Baca juga: Tim Jepang dan Korea Selatan U-23 lolos ke perempat final
Baca juga: Pemerintah China protes ancaman kenaikan tarif baja dan alumunium
Komunike itu juga menyebutkan dukungannya terhadap partisipasi Taiwan dalam organisasi internasional, termasuk di pertemuan teknis WHO meski komunike itu juga menegaskan tidak ada perubahan dalam posisi dasar anggota G7 terhadap Taiwan, termasuk kebijakan "Satu China."
Selanjutnya para menlu G7 juga mengatakan keprihatinannya terhadap situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan Tibet.
"Kami menyatakan keprihatinan kami tentang memburuknya pluralisme dan hak-hak sipil dan politik di Hong Kong sejak penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional tahun 2020 khususnya Pasal 23 yang mengikis otonomi, hak asasi manusia dan kebebasan mendasar di Hong Kong," demikian disebutkan dalam Komunike G7.
"Komentar-komentar dari pertemuan tersebut menyebabkan kekeliruan karakter yang disengaja atas fakta dan kebenaran serta bentuk campur tangan terang-terangan atas urusan dalam negeri China," kata Wang Wenbin saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, China pada Senin (22/4/2024).
Pada Jumat (19/04) di Capri, Italia, para menteri luar negeri anggota G7 menyampaikan komunike bersama baik mengenai kondisi Timur Tengah maupun isu regional dan internasional lain termasuk China.
Dalam komunike tersebut, para menteri luar negeri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan perwakilan tinggi Uni Eropa menyampaikan keprihatinannya mengenai situasi di Laut China Timur dan Laut China Selatan serta menegaskan kembali penolakan terhadap segala upaya sepihak untuk mengubah "status quo" dengan kekerasan.
"Kami sangat menyesalkan dan tegas menolak manipulasi isu-isu terkait China pada pertemuan menlu G7. Posisi China dalam isu-isu terkait adalah konsisten dan jelas," ungkap Wang Wenbin.
Menurut Wang Wenbin, cara paling efektif untuk menjamin perdamaian dan stabilitas lintas selat adalah dengan menjunjung tinggi prinsip "satu China" dan menentang "kemerdekaan Taiwan". Selanjutnya dengan upaya bersama China dan negara-negara ASEAN, kondisi Laut China Selatan dan sekitarnya dapat damai dan stabil.
"China selalu mengutamakan publik dalam upayanya untuk memberikan manfaat pembangunan kepada seluruh rakyat China. Hong Kong telah kembali tertib, Xinjiang dan Xizang menikmati keharmonisan, kemakmuran, dan stabilitas sosial di mana masyarakat dari semua kelompok etnis hidup bahagia," ungkap Wang Wenbin.
Mengutip satu survei dari lembaga internasional, Wang Wenbin menyebut tingkat kepuasan pemerintah China di kalangan masyarakat Tiongkok berada di atas 90 persen selama bertahun-tahun.
"Sebagai negara berkembang terbesar, China berkomitmen terhadap kesejahteraan dunia sambil bekerja keras untuk mencapai target pembangunan sendiri. Bank Dunia menyebut kontribusi China terhadap pertumbuhan ekonomi global telah lebih tinggi dibandingkan dengan gabungan negara-negara G7," tegas Wang Wenbin.
China, kata Wang Wenbin, mendorong dunia yang setara, teratur dan multipolar sehingga menghasilkan globalisasi ekonomi yang inklusif mengikuti tujuan dan prinsip Piagam PBB serta meyakini kerja sama terbuka dan saling menguntungkan.
"Namun, G7 tetap berpegang teguh pada mentalitas Perang Dingin yang dibangun oleh kelompok kecil eksklusif dan meningkatkan ketegangan regional. Negara-negara tersebut juga terlibat dalam proteksionisme perdagangan dan mengganggu tatanan ekonomi dunia dengan dalih mengurangi risiko dan ketergantungan urusan dalam negeri suatu negara, sekaligus menghambat pembangunan negara lain," ungkap Wang Wenbin.
Dalam komunike G7 tersebut para menlu anggota G7 menyampaikan bahwa tidak ada dasar hukum atas klaim maritim China terhadap sebagian besar Laut Cina Selatan. G7 juga menentang aktivitas militerisasi, pemaksaan dan intimidasi China di Laut China Selatan.
Selanjutnya G7 meminta agar China menaati Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan menegaskan kembali peran penting UNCLOS dalam hukum laut sekaligus adanya putusan Pengadilan Arbitrase pada 12 Juli 2016.
Baca juga: Tim Jepang dan Korea Selatan U-23 lolos ke perempat final
Baca juga: Pemerintah China protes ancaman kenaikan tarif baja dan alumunium
Komunike itu juga menyebutkan dukungannya terhadap partisipasi Taiwan dalam organisasi internasional, termasuk di pertemuan teknis WHO meski komunike itu juga menegaskan tidak ada perubahan dalam posisi dasar anggota G7 terhadap Taiwan, termasuk kebijakan "Satu China."
Selanjutnya para menlu G7 juga mengatakan keprihatinannya terhadap situasi hak asasi manusia di Xinjiang dan Tibet.
"Kami menyatakan keprihatinan kami tentang memburuknya pluralisme dan hak-hak sipil dan politik di Hong Kong sejak penerapan Undang-Undang Keamanan Nasional tahun 2020 khususnya Pasal 23 yang mengikis otonomi, hak asasi manusia dan kebebasan mendasar di Hong Kong," demikian disebutkan dalam Komunike G7.