Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengusulkan penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) untuk komoditi jagung sebesar Rp5.000 per kilogram kepada pemerintah pusat melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas).

"Kami mengusulkan kepada Bapanas yang diwakili Direktur Stabilisasi dan Pasokan Harga Pangan, agar segera melakukan penyesuaian harga jagung menjadi Rp 5.000 per kilogram," kata Penjabat Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bima, Suwandi di Mataram, Selasa.

Ia mengatakan usulan penyesuaian harga jagung ini sesuai surat Bupati Bima, Indah Dhamayanti Putri per 16 April 2024 tentang Permohonan Penanganan Harga dan Serapan Jagung di Kabupaten Bima.

"Selain itu, meminta agar Bulog Bima menyerap jagung petani di Kabupaten Bima," ujarnya.

Menurut Suwandi menegaskan, Pemkab Bima akan menurunkan tim untuk mengawasi penyerapan dan kadar air jagung petani menyusul anjlok-nya harga jagung di wilayah itu.

Sementara itu Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB mendukung langkah pemerintah kabupaten untuk mendorong revisi HPP untuk komoditi jagung dari Rp4.200 per kilogram menjadi Rp5.000 per kilogram.

"Informasi-nya masih dalam pembahasan oleh pusat," kata Asisten II Setda Pemerintah Provinsi NTB, Fathul Gani

Fathul mengakui, langkah meminta revisi HPP jagung ini menyusul anjlok-nya harga jagung petani di sentra-sentra produksi jagung di NTB, seperti di Kabupaten Sumbawa, Dompu dan Kabupaten Bima.

"Apa yang menjadi usulan kabupaten, kami harus memperkuat. Tetapi terkait siapa yang memutuskan merupakan kewenangan pusat, melalui Bapanas," ujarnya.

Menyikapi anjlok harga jagung, pemerintah pusat melalui Perum Bulog Cabang Bima, kata Fathul, sudah membeli jagung petani dengan harga HPP sebesar Rp4.200 per kilogram dengan kadar air (KA) 15 persen. Bahkan, dari informasi diterimanya harga pembelian oleh Bulog di atas HPP, yakni Rp4.300 sampai Rp4.500 per kilogram.

"Harga Rp4.300 sampai Rp4.500 sudah proporsional. Sebab, jika dinaikkan Rp100 saja pasti akan berdampak pada industri turunan seperti pakan ternak. Ini bukan berarti kita kesampingkan petani jagung tapi juga kita melihat dan memikirkan para peternak juga, artinya harga tersebut bisa diterima oleh kedua belah pihak," terang Fathul.

"Artinya harga itu pada posisi tengah-tengah. Petani jagung kita merasa diuntungkan peternak juga tidak terlalu berat. Karena kalau menaikkan harga jagung maka harga pakan juga ikut naik. Itu dampaknya. Belum lagi dampaknya akan berimbas harga daging, ayam dan telur juga naik, sehingga pengaruhnya terhadap inflasi. Ini yang kita tidak mau," sambung mantan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB ini.

Baca juga: Kementan sebutkan 4,05 juta ton jagung produksi petani diserap
Baca juga: Pemprov NTB mendukung revisi HPP jagung jadi Rp5.000

Menurutnya penyebab anjlok-nya harga jagung di sentra - sentra produksi jagung, disebabkan faktor panen jagung yang dilakukan bersamaan di seluruh daerah di Indonesia, termasuk NTB.

"Ini yang menyebabkan "over" produksi sehingga mandek. Tapi sudah ada komitmen dari pengeringan CDC jagung yang ada di Bima dan Dompu untuk menyerap jagung petani. Tapi semua itu juga butuh proses," katanya.

 

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024