Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyiapkan 6.900 biopond untuk pengolahan sampah organik melalui budi daya maggot di tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) modern Sandubaya.
Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Kamis, mengatakan sebanyak 6.900 biopond manggot tersebut berukuran 80x60 sentimeter.
"Untuk pengembangan maggot di TPST, kita sudah masukkan bibit ke kandang maggot, karena proses menjadi lalat butuh waktu sekitar dua minggu," katanya.
Begitu proses persiapan mesin dan peralatan modern pengolahan sampah rampung dimantapkan, katanya, lalat maggot sudah bisa hidup dan bertelur.
"Setelah bertelur, barulah kita pindah ke biopond yang sudah kita siapkan," katanya.
Dengan ribuan biopond maggot yang disiapkan di TPST Sandubaya, diprediksi dapat mengolah sampah organik sisa makanan hingga belasan ton.
Hal itu sesuai dengan data dari Mataram Maggot Center (MMC) Kebon Talo, Ampenan yang menyebutkan dalam sehari MMC membutuhkan 3 ton sampah sisa makanan dari rumah tangga untuk diolah menjadi pakan maggot.
Sementara maggot di MMC yang dikembangkan saat ini sebanyak 60 biopond dengan ukuran 2X1 meter, dengan hasil panen maggot setiap hari rata-rata di atas 100 kilogram.
Dia menilai tingginya kebutuhan sampah rumah tangga untuk pakan maggot tersebut tentu mempengaruhi pengurangan sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat.
Apalagi, lanjutnya, kalau 6.900 biopond di TPST modern Sandubaya mulai dikembangkan, bisa dihitung berapa ton sampah organik sisa makanan yang akan terurai setiap hari.
"Kondisi itu tentu bermuara pada semakin kecilnya sampah yang akan dibuang ke TPA," katanya.
Lebih jauh, Vidi mengatakan guna mengetahui kebutuhan sampah organik sisa makanan untuk pakan maggot, DLH akan melakukan uji coba pada akhir Mei 2024, sekaligus uji coba berbagai peralatan pengolahan sampah dengan fasilitas pendekatan teknologi.
"Untuk uji coba, sekarang kita sedang tahap persiapan dan pemantapan mesin dan peralatan pengolah sampah modern," katanya.
Kepala Bidang (Kabid) Persampahan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mataram Vidi Partisan Yuris Gamanjaya di Mataram, Kamis, mengatakan sebanyak 6.900 biopond manggot tersebut berukuran 80x60 sentimeter.
"Untuk pengembangan maggot di TPST, kita sudah masukkan bibit ke kandang maggot, karena proses menjadi lalat butuh waktu sekitar dua minggu," katanya.
Begitu proses persiapan mesin dan peralatan modern pengolahan sampah rampung dimantapkan, katanya, lalat maggot sudah bisa hidup dan bertelur.
"Setelah bertelur, barulah kita pindah ke biopond yang sudah kita siapkan," katanya.
Dengan ribuan biopond maggot yang disiapkan di TPST Sandubaya, diprediksi dapat mengolah sampah organik sisa makanan hingga belasan ton.
Hal itu sesuai dengan data dari Mataram Maggot Center (MMC) Kebon Talo, Ampenan yang menyebutkan dalam sehari MMC membutuhkan 3 ton sampah sisa makanan dari rumah tangga untuk diolah menjadi pakan maggot.
Sementara maggot di MMC yang dikembangkan saat ini sebanyak 60 biopond dengan ukuran 2X1 meter, dengan hasil panen maggot setiap hari rata-rata di atas 100 kilogram.
Dia menilai tingginya kebutuhan sampah rumah tangga untuk pakan maggot tersebut tentu mempengaruhi pengurangan sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) Kebon Kongok, Kabupaten Lombok Barat.
Apalagi, lanjutnya, kalau 6.900 biopond di TPST modern Sandubaya mulai dikembangkan, bisa dihitung berapa ton sampah organik sisa makanan yang akan terurai setiap hari.
"Kondisi itu tentu bermuara pada semakin kecilnya sampah yang akan dibuang ke TPA," katanya.
Lebih jauh, Vidi mengatakan guna mengetahui kebutuhan sampah organik sisa makanan untuk pakan maggot, DLH akan melakukan uji coba pada akhir Mei 2024, sekaligus uji coba berbagai peralatan pengolahan sampah dengan fasilitas pendekatan teknologi.
"Untuk uji coba, sekarang kita sedang tahap persiapan dan pemantapan mesin dan peralatan pengolah sampah modern," katanya.