Jakarta (ANTARA) - Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan bahwa Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan/atau BPR Syariah (BPRS) memiliki ketahanan permodalan yang mampu menyerap risiko yang dihadapi, terutama risiko kredit.
Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) BPR/S pada Maret 2024 yang masing-masing sebesar 32,60 persen dan 23,56 persen. Rasio CAR tersebut masih berada jauh di atas threshold.
"Oleh karena itu konsolidasi industri dan pemenuhan modal inti minimum terus didorong untuk menjaga ketahanan industri BPR/S dari tantangan perkembangan dan persaingan," kata Dian di Jakarta, Sabtu.
Adapun pada Februari 2024, NPL BPR tercatat naik menjadi 10,55 persen dibandingkan Februari 2023 yang berada pada level 8,42 persen. Menurut Dian, peningkatan NPL BPR/S dipengaruhi antara lain karena berakhirnya kebijakan restrukturisasi COVID-19 dan persaingan usaha debitur yang semakin kompetitif sehingga meningkatkan eksposur risiko kredit.
Namun demikian guna memitigasi dampak negatif atas peningkatan rasio NPL tersebut, rasio CAR BPR dan BPRS pada Maret 2024 tetap terjaga atau jauh di atas threshold. Untuk memitigasi risiko kredit, menurut Dian, BPR/S juga aktif membentuk cadangan kerugian sebagai buffer apabila terdapat penurunan kualitas kredit.
Dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) yang lalu, Dian mencatat telah ada 43 BPR/S melakukan konsolidasi melalui merger hingga bulan Maret 2024 sehingga lebih ramping menjadi 14 BPR/S.
Kemudian masih ada 25 BPR/S dalam proses konsolidasi menjadi 8 BPR/S, serta terdapat 32 BPR/S yang sedang dalam pemenuhan kelengkapan dokumen konsolidasi menjadi 10 BPR/S.
Baca juga: OJK sebut kerugian "fintech lending" terus menurun
Baca juga: OJK daerah berperan pada penyempurnaan transformasi otoritas
Terbaru otoritas menerbitkan Peraturan OJK No. 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR/S. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
POJK tersebut ditujukan untuk terus mendorong agar BPR/S dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing serta diharapkan mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.
Hal ini tercermin dari rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) BPR/S pada Maret 2024 yang masing-masing sebesar 32,60 persen dan 23,56 persen. Rasio CAR tersebut masih berada jauh di atas threshold.
"Oleh karena itu konsolidasi industri dan pemenuhan modal inti minimum terus didorong untuk menjaga ketahanan industri BPR/S dari tantangan perkembangan dan persaingan," kata Dian di Jakarta, Sabtu.
Adapun pada Februari 2024, NPL BPR tercatat naik menjadi 10,55 persen dibandingkan Februari 2023 yang berada pada level 8,42 persen. Menurut Dian, peningkatan NPL BPR/S dipengaruhi antara lain karena berakhirnya kebijakan restrukturisasi COVID-19 dan persaingan usaha debitur yang semakin kompetitif sehingga meningkatkan eksposur risiko kredit.
Namun demikian guna memitigasi dampak negatif atas peningkatan rasio NPL tersebut, rasio CAR BPR dan BPRS pada Maret 2024 tetap terjaga atau jauh di atas threshold. Untuk memitigasi risiko kredit, menurut Dian, BPR/S juga aktif membentuk cadangan kerugian sebagai buffer apabila terdapat penurunan kualitas kredit.
Dalam Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) yang lalu, Dian mencatat telah ada 43 BPR/S melakukan konsolidasi melalui merger hingga bulan Maret 2024 sehingga lebih ramping menjadi 14 BPR/S.
Kemudian masih ada 25 BPR/S dalam proses konsolidasi menjadi 8 BPR/S, serta terdapat 32 BPR/S yang sedang dalam pemenuhan kelengkapan dokumen konsolidasi menjadi 10 BPR/S.
Baca juga: OJK sebut kerugian "fintech lending" terus menurun
Baca juga: OJK daerah berperan pada penyempurnaan transformasi otoritas
Terbaru otoritas menerbitkan Peraturan OJK No. 7 Tahun 2024 (POJK 7/2024) untuk mengakselerasi penguatan aspek kelembagaan industri BPR/S. Hal ini sesuai amanat Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
POJK tersebut ditujukan untuk terus mendorong agar BPR/S dapat bertumbuh dan berkembang menjadi lembaga keuangan yang berintegritas, adaptif, dan berdaya saing serta diharapkan mampu berkontribusi dalam menyediakan layanan keuangan kepada masyarakat terutama pelaku usaha mikro dan kecil di wilayahnya.