Beijing (ANTARA) - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani mengatakan Kedutaan Besar RI di Beijing dapat menjadi ujung tombak Indonesia untuk mempererat hubungan dengan China.
"Saya meminta KBRI Beijing... dapat menjadi ujung tombak Indonesia yang selalu bisa adaptif, proaktif, dalam mempererat hubungan Indonesia dan China," kata Puan di Wisma Indonesia, Beijing, pada Rabu.
Dia menyampaikan hal itu saat berkunjung ke KBRI Beijing untuk bertemu para diplomat, staf lokal, dan anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI Beijing.
Sebelumnya, Puan dan 12 anggota DPR lainnya dari fraksi PDI Perjuangan bertemu Ketua Kongres Rakyat Nasional (NPC) China Zhao Leji dan Ketua Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPPCC) Wang Huning di Balai Agung Rakyat, Beijing, pada Selasa (28/5).
Hubungan Indonesia-China sudah terjalin hampir 75 tahun sejak 1950 ketika Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno, kata Puan.
Menurut dia, dalam pertemuan pada Selasa itu, Ketua CPPCC dan Ketua NPC menyampaikan bahwa hubungan kedua negara terus terjalin meski mengalami pasang-surut.
"Mereka tetap mengenang hubungan kedua pemimpin bangsa, yaitu Mao Zedong dan Bung Karno," kata Puan, seraya menambahkan bahwa hubungan itu menguntungkan kedua negara.
"Kami menyebutnya 'Jas Merah'--jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Saya melihat China bisa kuat, bisa bertransformasi seperti ini karena tidak lupa dengan akarnya. Tidak mungkin China bisa seperti ini tanpa perjuangan para 'founding fathers' (pendiri bangsa)," kata dia.
Puan juga berharap agar warga negara Indonesia (WNI) yang berada di China tidak melupakan akar sejarahnya sebagai orang Indonesia.
"Akar itu harus ada dalam diri kita semua. Indonesia akan bisa cepat bertransformasi dan menjadi Indonesia yang besar dan kuat kalau kita tidak pernah melupakan akar dan asal kita dari mana," kata dia.
Dia berpesan agar KBRI Beijing tetap membawa pesan yang baik di mata pemerintah dan rakyat China selama masa transisi pemerintahan RI.
"Kita harus bisa melihat ke depan, apa yang akan kita lakukan adalah yang terbaik untuk masa depan Indonesia," kata Puan.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk China dan Mongolia, Djauhari Oratmangun, mengatakan hubungan Indonesia-China mengalami perkembangan sangat signifikan, yang ditunjukkan dengan nilai perdagangan kedua negara dan investasi China di Indonesia.
Mengutip data dari bea cukai China, Djauhari mengatakan bahwa nilai perdagangan China-Indonesia pada 2023 mencapai 139,41 miliar dolar AS (sekitar Rp2,24 kuadriliun) dan pada kuartal pertama tahun ini mencapai 33,57 miliar dolar AS.
Baca juga: KBRI Canberra gandeng "Presiden Tidore"
Baca juga: KBRI Beijing promosikan lokasi wisata Indonesia
"Perdagangan Indonesia-China surplus empat tahun berturut-turut," kata dia.
Menurut Djauhari, pihaknya sedang menjajaki kerja sama dengan China di bidang energi terbarukan, infrastruktur kesehatan, ekonomi digital, pertanian, dan perikanan. Dia juga mengatakan bahwa hubungan antar-manusia dari kedua bangsa sangat penting.
"Hubungan 'people to people' sangat penting, karena hubungan politik dan ekonomi bisa naik-turun tetapi hubungan 'people to people' lebih langgeng," kata Djauhari.
"Saya meminta KBRI Beijing... dapat menjadi ujung tombak Indonesia yang selalu bisa adaptif, proaktif, dalam mempererat hubungan Indonesia dan China," kata Puan di Wisma Indonesia, Beijing, pada Rabu.
Dia menyampaikan hal itu saat berkunjung ke KBRI Beijing untuk bertemu para diplomat, staf lokal, dan anggota Dharma Wanita Persatuan KBRI Beijing.
Sebelumnya, Puan dan 12 anggota DPR lainnya dari fraksi PDI Perjuangan bertemu Ketua Kongres Rakyat Nasional (NPC) China Zhao Leji dan Ketua Majelis Permusyawaratan Politik Rakyat China (CPPCC) Wang Huning di Balai Agung Rakyat, Beijing, pada Selasa (28/5).
Hubungan Indonesia-China sudah terjalin hampir 75 tahun sejak 1950 ketika Indonesia dipimpin oleh Presiden Soekarno, kata Puan.
Menurut dia, dalam pertemuan pada Selasa itu, Ketua CPPCC dan Ketua NPC menyampaikan bahwa hubungan kedua negara terus terjalin meski mengalami pasang-surut.
"Mereka tetap mengenang hubungan kedua pemimpin bangsa, yaitu Mao Zedong dan Bung Karno," kata Puan, seraya menambahkan bahwa hubungan itu menguntungkan kedua negara.
"Kami menyebutnya 'Jas Merah'--jangan sekali-sekali melupakan sejarah. Saya melihat China bisa kuat, bisa bertransformasi seperti ini karena tidak lupa dengan akarnya. Tidak mungkin China bisa seperti ini tanpa perjuangan para 'founding fathers' (pendiri bangsa)," kata dia.
Puan juga berharap agar warga negara Indonesia (WNI) yang berada di China tidak melupakan akar sejarahnya sebagai orang Indonesia.
"Akar itu harus ada dalam diri kita semua. Indonesia akan bisa cepat bertransformasi dan menjadi Indonesia yang besar dan kuat kalau kita tidak pernah melupakan akar dan asal kita dari mana," kata dia.
Dia berpesan agar KBRI Beijing tetap membawa pesan yang baik di mata pemerintah dan rakyat China selama masa transisi pemerintahan RI.
"Kita harus bisa melihat ke depan, apa yang akan kita lakukan adalah yang terbaik untuk masa depan Indonesia," kata Puan.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk China dan Mongolia, Djauhari Oratmangun, mengatakan hubungan Indonesia-China mengalami perkembangan sangat signifikan, yang ditunjukkan dengan nilai perdagangan kedua negara dan investasi China di Indonesia.
Mengutip data dari bea cukai China, Djauhari mengatakan bahwa nilai perdagangan China-Indonesia pada 2023 mencapai 139,41 miliar dolar AS (sekitar Rp2,24 kuadriliun) dan pada kuartal pertama tahun ini mencapai 33,57 miliar dolar AS.
Baca juga: KBRI Canberra gandeng "Presiden Tidore"
Baca juga: KBRI Beijing promosikan lokasi wisata Indonesia
"Perdagangan Indonesia-China surplus empat tahun berturut-turut," kata dia.
Menurut Djauhari, pihaknya sedang menjajaki kerja sama dengan China di bidang energi terbarukan, infrastruktur kesehatan, ekonomi digital, pertanian, dan perikanan. Dia juga mengatakan bahwa hubungan antar-manusia dari kedua bangsa sangat penting.
"Hubungan 'people to people' sangat penting, karena hubungan politik dan ekonomi bisa naik-turun tetapi hubungan 'people to people' lebih langgeng," kata Djauhari.