Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak meluncurkan hasil studi pekerja informal perempuan dalam ekonomi digital yang dilakukan terhadap 400 pekerja informal perempuan di sembilan provinsi di Indonesia.
"Penelitian ini dilatarbelakangi tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan yang berada pada kisaran 50 persen untuk 20 tahun terakhir, jauh di bawah partisipasi laki-laki yang sebesar 80 persen," kata Plt Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Indra Gunawan dalam keterangan, di Jakarta, Jumat.
Studi yang merupakan kerja sama KemenPPPA dengan Microsave (MSC) Consulting Indonesia ini bertujuan untuk memahami pengalaman, hambatan, tantangan, dan pendukung perempuan dalam ekonomi digital.
Indra Gunawan mengatakan meskipun jumlah pekerja perempuan lebih rendah daripada laki-laki, pekerja perempuan lebih besar kemungkinannya untuk menjadi pekerja informal. Terdapat sekitar 66 persen atau 54,5 juta pekerja informal di Indonesia adalah perempuan.
Indra Gunawan menambahkan Indeks Ketimpangan Gender tahun 2022 di Indonesia, menunjukkan adanya perbaikan namun perbaikan ini dipengaruhi oleh perbaikan kesetaraan capaian pada dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan, sedangkan dalam dimensi tenaga kerja yang dilihat dari nilai TPAK perempuan belum terdapat perbaikan yang berarti.
TPAK laki-laki sebesar 83,98 persen dan perempuan sebesar 54,42 persen.
Baca juga: Perempuan komunitas petani kopi diberdayakan
Baca juga: Menparekraf berikan contoh pemberdayaan perempuan dalam lembaga
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa TPAK laki-laki lebih tinggi sekitar 1,5 kali TPAK perempuan yang dapat diartikan dari 100 penduduk usia kerja laki-laki, sekitar 84 orang yang termasuk angkatan kerja.
"Yang perlu dilakukan untuk menurunkan Indeks Ketimpangan Gender di Indonesia adalah dengan memperbaiki dimensi pasar tenaga kerja. Peningkatan TPAK perempuan salah satunya bisa dilakukan melalui pengurangan beban kerja perawatan yang selama ini lebih banyak ditanggung oleh perempuan. Oleh karena itu, besar harapan hasil penelitian akan menjadi referensi bagi sejumlah pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem kerja yang inklusif, sehingga dapat mendukung pemberdayaan perempuan," katanya.
"Penelitian ini dilatarbelakangi tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan yang berada pada kisaran 50 persen untuk 20 tahun terakhir, jauh di bawah partisipasi laki-laki yang sebesar 80 persen," kata Plt Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Indra Gunawan dalam keterangan, di Jakarta, Jumat.
Studi yang merupakan kerja sama KemenPPPA dengan Microsave (MSC) Consulting Indonesia ini bertujuan untuk memahami pengalaman, hambatan, tantangan, dan pendukung perempuan dalam ekonomi digital.
Indra Gunawan mengatakan meskipun jumlah pekerja perempuan lebih rendah daripada laki-laki, pekerja perempuan lebih besar kemungkinannya untuk menjadi pekerja informal. Terdapat sekitar 66 persen atau 54,5 juta pekerja informal di Indonesia adalah perempuan.
Indra Gunawan menambahkan Indeks Ketimpangan Gender tahun 2022 di Indonesia, menunjukkan adanya perbaikan namun perbaikan ini dipengaruhi oleh perbaikan kesetaraan capaian pada dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan, sedangkan dalam dimensi tenaga kerja yang dilihat dari nilai TPAK perempuan belum terdapat perbaikan yang berarti.
TPAK laki-laki sebesar 83,98 persen dan perempuan sebesar 54,42 persen.
Baca juga: Perempuan komunitas petani kopi diberdayakan
Baca juga: Menparekraf berikan contoh pemberdayaan perempuan dalam lembaga
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa TPAK laki-laki lebih tinggi sekitar 1,5 kali TPAK perempuan yang dapat diartikan dari 100 penduduk usia kerja laki-laki, sekitar 84 orang yang termasuk angkatan kerja.
"Yang perlu dilakukan untuk menurunkan Indeks Ketimpangan Gender di Indonesia adalah dengan memperbaiki dimensi pasar tenaga kerja. Peningkatan TPAK perempuan salah satunya bisa dilakukan melalui pengurangan beban kerja perawatan yang selama ini lebih banyak ditanggung oleh perempuan. Oleh karena itu, besar harapan hasil penelitian akan menjadi referensi bagi sejumlah pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem kerja yang inklusif, sehingga dapat mendukung pemberdayaan perempuan," katanya.