Pengamat menyoroti minimnya partisipasi publik dalam Raperda KTR

id Raperda KTR,Kawasan tanpa rokok,larangan rokok,aturan rokok,Rokok Jakarta ,DPRD DKI ,Warteg

Pengamat menyoroti minimnya partisipasi publik dalam Raperda KTR

Arsip foto - Sejumlah warga menikmati libur akhir pekan di Kawasan Tanpa Rokok (KTR) Taman Ranggon Wijaya Kusuma, Jakarta Timur, Minggu (19/5/2024). DPRD DKI Jakarta mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk menegakkan aturan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan menekankan pentingnya Raperda KTR untuk memberikan payung hukum bagi Satpol PP dalam menegakkan aturan tersebut. (ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/YU.)

Jakarta (ANTARA) - Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menyoroti minimnya partisipasi publik dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Jakarta.

Menurut dia, sebuah peraturan daerah seharusnya mencerminkan seluruh komponen masyarakat, termasuk pelaku usaha kecil yang terdampak langsung oleh regulasi tersebut.

“Kalau dilihat banyak asosiasi dan pedagang yang protes, artinya penyusunan minim partisipasi publik. Harusnya raperda bersifat partisipatif karena ini diatur dalam UUD dalam pembentukan perundang-undangan,” ujar Trubus di Jakarta, Sabtu.

Selain itu, dia juga menyoroti pentingnya pelibatan publik agar tidak terjadi gugatan setelah peraturan disahkan.

Untuk itu, Trubus mendorong adanya konsultasi publik dan dialog terbuka untuk membahas pasal-pasal yang bermasalah, seperti larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak.

Baca juga: APKLI menolak pasal larangan penjualan dalam Raperda KTR

“Jangan sampai sebuah peraturan justru merugikan rakyat kecil,” kata Trubus.

Di sisi lain, Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengaku pihaknya kecewa terhadap sikap Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta yang tetap meloloskan pasal-pasal zonasi pelarangan penjualan rokok, pemberlakuan ijin penjualan hingga pelarangan pemajangan rokok.

“Kami kecewa, aspirasi pedagang kecil tidak didengarkan. Raperda KTR yang dipaksakan ini akan semakin menindas usaha rakyat kecil,” ujar Mukroni.

Baca juga: Yogyakarta menerapkan denda Rp7,5 juta bagi merokok di Malioboro

Mukroni menyoroti bahwa lebih dari 25 ribu warteg telah tutup pasca pandemi dan aturan baru ini berpotensi mempercepat kebangkrutan usaha yang tersisa.

Mukroni juga menegaskan bahwa perluasan kawasan tanpa rokok dan zonasi pelarangan penjualan hingga warung makan maupun pasar akan membuat pelanggan habis dan memperburuk kondisi ekonomi pedagang kecil.


Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.