Mataram (ANTARA) - PT Lombok Royal Property yang merupakan salah satu perusahaan pengembang perumahan mencopot spanduk peringatan Pemerintah Kota Mataram yang mendapat pendampingan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hijrat Priyatno, Kuasa hukum PT Lombok Royal Property di Mataram, Rabu, mengatakan pihaknya mencopot spanduk tersebut karena tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya.
"Jadi, kenapa kami copot? Karena tidak ada surat pemberitahuan kedatangan ini," kata Hijrat.
Selain itu, apabila spanduk peringatan terkait kewajiban pengembang menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) tetap bertengger di areal kantor PT Lombok Royal Property, menurut Hijrat citra perusahaan akan rusak di mata masyarakat.
"Masalahnya ini KPK, kesannya nanti kami dikaitkan dengan korupsi, tunggakan pajak. Padahal ini 'kan hanya kaitan administrasi saja," ujar dia.
Perihal adanya pernyataan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram yang sudah melayangkan dua kali surat teguran kepada PT Lombok Royal Property dan akhirnya memasang spanduk peringatan bersama KPK, ia menyatakan bahwa konteks dari hal tersebut berbeda.
Menurut dia, persoalan ini sebenarnya bisa terselesaikan melalui komunikasi. Oleh karena itu, Hijrat menyarankan kepada pihak pemerintah dan KPK untuk mengambil langkah lain dalam pemberian sanksi administrasi, seperti memberikan pembinaan.
Terlepas dari pencopotan spanduk, saat disinggung terkait kewajiban PT Lombok Royal Property membangun PSU di setiap kawasan perumahan, Hijrat belum bersedia memberikan keterangan.
"Jadi, aturan itu sebenarnya sudah ada terkait PSU, tetapi untuk bagaimananya nanti kita lihat perkembangan," ujar dia.
Sementara, Ketua Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan Disperkim Kota Mataram agar menindaklanjuti reaksi pihak pengembang ini dengan mengumpulkan para direktur pengembang yang bermasalah dengan pemenuhan kewajiban PSU. Jumlahnya sebanyak 43 pengembang.
Dia turut menyatakan bahwa dalam giat ini KPK hanya mendampingi Pemerintah Kota Mataram dalam menagih kewajiban pihak pengembang.
Untuk persoalan pemasangan spanduk, Dian mengatakan bahwa hal tersebut sudah ada dalam aturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Apabila pihak pengembang tidak mengindahkan teguran, maka pemerintah dapat mengambil tindakan dengan memberikan sanksi, salah satunya memberi tanda peringatan di kantor pengembang.
"Jadi, untuk yang ini (PT Lombok Royal Property), pemerintah sudah dua kali bersurat, terakhir itu April 2024 layangkan teguran, tetapi tidak juga diindahkan, makanya dipasangkan spanduk sebagai bentuk peringatan," kata Dian.
Sementara, Kepala Disperkim Kota Mataram M. Nazarudin Fikri menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengambil langkah dari tindak lanjut pencopotan spanduk peringatan tersebut.
"Jadi, bahasanya ini (pemasangan spanduk) kami tunda sampai Kamis pekan depan. Kami undang dahulu para direktur pengembang untuk ikut sosialisasi lebih. Itu saja dulu ya," ucap Fikri.
Hijrat Priyatno, Kuasa hukum PT Lombok Royal Property di Mataram, Rabu, mengatakan pihaknya mencopot spanduk tersebut karena tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya.
"Jadi, kenapa kami copot? Karena tidak ada surat pemberitahuan kedatangan ini," kata Hijrat.
Selain itu, apabila spanduk peringatan terkait kewajiban pengembang menyediakan prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) tetap bertengger di areal kantor PT Lombok Royal Property, menurut Hijrat citra perusahaan akan rusak di mata masyarakat.
"Masalahnya ini KPK, kesannya nanti kami dikaitkan dengan korupsi, tunggakan pajak. Padahal ini 'kan hanya kaitan administrasi saja," ujar dia.
Perihal adanya pernyataan Dinas Perumahan dan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram yang sudah melayangkan dua kali surat teguran kepada PT Lombok Royal Property dan akhirnya memasang spanduk peringatan bersama KPK, ia menyatakan bahwa konteks dari hal tersebut berbeda.
Menurut dia, persoalan ini sebenarnya bisa terselesaikan melalui komunikasi. Oleh karena itu, Hijrat menyarankan kepada pihak pemerintah dan KPK untuk mengambil langkah lain dalam pemberian sanksi administrasi, seperti memberikan pembinaan.
Terlepas dari pencopotan spanduk, saat disinggung terkait kewajiban PT Lombok Royal Property membangun PSU di setiap kawasan perumahan, Hijrat belum bersedia memberikan keterangan.
"Jadi, aturan itu sebenarnya sudah ada terkait PSU, tetapi untuk bagaimananya nanti kita lihat perkembangan," ujar dia.
Sementara, Ketua Satgas Korsup Wilayah V KPK Dian Patria menyampaikan bahwa pihaknya sudah berkomunikasi dengan Disperkim Kota Mataram agar menindaklanjuti reaksi pihak pengembang ini dengan mengumpulkan para direktur pengembang yang bermasalah dengan pemenuhan kewajiban PSU. Jumlahnya sebanyak 43 pengembang.
Dia turut menyatakan bahwa dalam giat ini KPK hanya mendampingi Pemerintah Kota Mataram dalam menagih kewajiban pihak pengembang.
Untuk persoalan pemasangan spanduk, Dian mengatakan bahwa hal tersebut sudah ada dalam aturan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Apabila pihak pengembang tidak mengindahkan teguran, maka pemerintah dapat mengambil tindakan dengan memberikan sanksi, salah satunya memberi tanda peringatan di kantor pengembang.
"Jadi, untuk yang ini (PT Lombok Royal Property), pemerintah sudah dua kali bersurat, terakhir itu April 2024 layangkan teguran, tetapi tidak juga diindahkan, makanya dipasangkan spanduk sebagai bentuk peringatan," kata Dian.
Sementara, Kepala Disperkim Kota Mataram M. Nazarudin Fikri menyampaikan bahwa pihaknya sudah mengambil langkah dari tindak lanjut pencopotan spanduk peringatan tersebut.
"Jadi, bahasanya ini (pemasangan spanduk) kami tunda sampai Kamis pekan depan. Kami undang dahulu para direktur pengembang untuk ikut sosialisasi lebih. Itu saja dulu ya," ucap Fikri.